Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kekalahan Itu Sulit, tapi Perlu agar Tak Gila

17 April 2019   17:08 Diperbarui: 17 April 2019   17:26 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekalahan dan kemenangan adalah dua hal yang sering terjadi dalam hidup kita. Gelaran Pilpres dan Pileg serentak 17 April ini juga menghasilkan berita kekalahan dan kemenangan bagi para kandidat.

Menerima kekalahan itu tak mudah. Beberapa pecundang bahkan jadi gila karena tak mampu menerima kekalahan.

Sejumlah rumah sakit bahkan mengaku sudah menyiapkan kamar dan tenaga medis untuk menangani sebagian kandidat politisi yang diduga dapat menderita gangguan jiwa karena tidak bisa menerima kekalahan mereka.

Berikut ini adalah tahap-tahap yang lazimnya dilalui orang dalam mencoba menerima kekalahannya dengan besar hati.

1. Menolak Kekalahan
Orang yang kalah biasanya akan menolak berita atau kenyataan bahwa ia kalah. Bahkan ia dapat saja "menciptakan" versi berita kemenangannya sendiri.

Penolakan ini biasanya muncul dalam sikap marah. Marah pada lawan, orang-orang dekat, bahkan pada diri sendiri.


Penolakan kekalahan secara berlebihan amat berbahaya. Si pecundang bisa melampiaskan kemarahannya dengan tindak kekerasan fisik yang membahayakan diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

2. Mencari Kambing Hitam
Tahap berikutnya setelah penolakan adalah mencari kambing hitam.

Orang yang kalah lazimnya mencari pihak-pihak lain yang ia anggap sebagai penyebab kekalahannya.

Ia menyalahkan panitia, wasit, bahkan orang-orang yang selama ini mendukungnya dari dekat.

Orang yang kalah biasanya sukar bercermin diri. Ia lupa meneliti diri sendiri: apa kekuranganku sehingga aku kalah? Karena itu, ia melampiaskan kekesalannya pada pihak lain yang ia jadikan "kambing hitam".

3. Mulai Lakukan Refleksi Diri
Biasanya pihak-pihak yang dipersalahkan oleh pihak yang kalah dan orang-orang terdekat dengan si pecundang memberi masukan pada si pecundang.

Masukan itu, antara lain, dapat berupa kalimat seperti:

  • Anda kalah karena lawan lebih baik
  • Anda kalah karena strategi Anda tidak manjur
  • Anda kalah karena Anda kurang persiapan
  • Anda kalah karena tidak beruntung saja
  • Anda kalah tapi bukan berarti masa depan cemerlang sudah berakhir bagi Anda
  • Anda kalah karena memang dicurangi, tapi juga karena kesalahan Anda sendiri.

Nah, setelah mendengar masukan-masukan ini, si pecundang mulai melakukan permenungan pribadi.

Ia mulai memikirkan apa saja sebab-sebab kekalahannya. Ia mulai menyadari, kekalahannya disebabkan oleh faktor luar dan dalam diri.

Ia mulai "berkompromi": aku kalah karena kekuranganku dan juga karena faktor-faktor luar. 

4. Menerima Kekalahan
Refleksi diri pada gilirannya akan membantu si pecundang untuk menerima kekalahan.

Akan tetapi, penting diperhatikan bahwa orang-orang di sekitar si pecundang harus membantu proses refleksi diri si pecundang.

Bantuan dapat berupa mendengar keluhan, memberi masukan positif, dan memberi penghiburan baginya.

Sediakan diri untuk jadi tempat curhat yang baik.

Jangan menghakimi atau menyalahkan si pecundang. Hal ini justru akan memerparah kemarahan dan kekecewaannya.

Besarkanlah hati si pecundang dengan dorongan positif, seperti:

  • Kalah-menang itu biasa dalam hidup. Tak perlu marah ketika kalah.
  • Kekalahan jadi saat untuk makin mengenali kelemahan diri.
  • Kekalahan jadi saat yang baik untuk makin giat berusaha agar lain kali dapat meraih kemenangan.
  • Kekalahan tidak menjadikanmu lebih buruk. Kami tetap mencintaimu meski kamu kalah.

Menerima Kekalahan itu Sulit, tapi Perlu agar Tak Jadi Gila
Bukan rahasia lagi, beberapa orang yang kalah lantas jadi gila. Jangan sampai satu kekalahan dalam hidup menjadikan diri kita depresi mendalam hingga jadi gila.

Uang dan kekayaan bisa habis setelah suatu kekalahan. Reputasi diri bisa hancur dalam sesaat setelah kekalahan. Akan tetapi, mari kita ingat bahwa harga diri dan nilai hidup kita tak ditentukan oleh kekalahan atau kemenangan.

Kita berharga di hadapan Tuhan yang telah menciptakan kita.

Kita tetap berharga bagi sesama manusia, entah kita sering menang atau lebih sering jadi pecundang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun