Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

PLTN, Sebuah Keniscayaan Bagi Indonesia

20 Januari 2019   01:27 Diperbarui: 16 September 2019   21:01 2330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah dalam PP 14/2015 sudah menetapkan kriteria PLTN yang perlu di bangun yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu "Inilah Kriteria PLTN yang di Inginkan Pemerintah".

Alasan Mendesak Mengapa PLTN Perlu Di Bangun

1) Menekan BPP Nasional: Salah satu pemicu naiknya inflasi adalah tarif listrik sementara Inflasi menyebabkan tergerusnya daya beli masyarakat Indonesia dan melemahnya perekonomian nasional. Oleh itu sangat penting untuk BPP tidak naik sehingga dapat memberikan listrik dengan tarif yang terjangkau bagi masyarakat dan industri tetapi sangatlah sulit menekan BPP untuk tidak naik karena isu volatilitas bahan bakar. 

Ketua Umum KADIN, Rosan Roeslani mengatakan bahwa harga listrik dan gas masih terlalu tinggi sehingga mengghambat produktifitas  industri [4]. Beberapa PLTN Generasi IV seperti Molten Salt Reactor yang berbahan bakar cair, yang di Indonesia populer dengan nama Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) merupakan salah satu ospi karena memiliki keekonomisan yang dapat bersaing dengan PLT batubara. Salah satu yang telah menawarkan kepada Pemerintah untuk membangun PLTT dengan skema Independent Power Producer (IPP) adalah Thorcon Power

upah tergerus inflasi
upah tergerus inflasi
2) Melepaskan Dari Volatilitas Bahan Bakar Fossil: karena hampir 60% bahan bakar pembangkit adalah batubara dimana komponen harga batubara hampir 50% dari biaya pokok pembangkitan (BPP) maka perubahan harga batubara akan mempengaruhi BPP, bahkan laba PLN pada 2017 merosot Rp 4 Triliun di banding tahun sebelumnya karena tergerus naiknya harga batubara [5] . 

Setiap kali harga batubara  tembus $100 per ton (Sejak 2012 sudah 3x) maka APBN  tegerus dan PLN menjerit.  Kenyataannya Indonesia tidak dapat mengontrol harga pasar fossil (market price).


Faktanya harga bahan  bakar batubara atau fosillnya lainya, minyak dan gas akan terus berubah (volatile) mengikuti pasar menyebabkan tidak dapatnya terprediksi subisidi energi dalam APBN dan pada akhirnya menyebabkan beban bagi APBN dan masyarakat-- Dengan kata lain ekonomi Indonesia tersandera dengan naik turunnya harga batubara dan gas. Sementara komponen bahan bakar PLTN hanya kurang dari 3% dari BPP maka volatilitas bahan bakar seperti Uranium ataupun Thorium tidak akan menggangu BPP PLTN.

3) Membangun Kapasitas Skala Besar: Untuk mencapai target kapasitas terpasang sesuai rencana pembangunan 430,000 MW pada tahun 2050 maka di butuhkan membangun 10,000 -- 12,000 MW per tahun, sementara selama 20 tahun yang dapat terbangun rata-rata 4 -- 5 GW per tahun. 

Walaupun saat ini karena pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kisaran 5,1% sehingga 4 -- 5 GW per tahun masih mencukupi tetapi ketika pertumbuhan ekonomi telah di atas 6% sesuai dengan rencana maka jelas tidak akan mencukupi. Oleh sebab itu di butuhkan pembangkit listrik skala GigaWatt dalam skala besar yang dapat di tingkatkan kapasitasnya dalam waktu cepat. -- Salah satu yang dapat di andalkan adalah jenis PLTN SMR (Small Modular Reactor).

4) Menggantikan Bahan Bakar Fossil Yang Menipis: Menurut laporan Asosiasi penambang Batubara berdasarkan kajian yang di lakukan oleh PriceWater House Copper (PWC), batubara Indonesia hanya cukup sampai tahun 2033 [6].  

Dari berbagai kajian yang di lakukan oleh BPPT, yang tertulis dalam BPPT Energy Outlook 2016, Indonesia pada tahun 2029 akan menjadi net importir energi dan  total cadangan fossil (batubara, minyak dan gas) tidak akan mencukupi sampai 2040.  Artinya pada tahun 2040 Indonesia harus mengimpor hampir 70% dari energi primer bukanlah sebuah masa depan yang baik bagi pertumbuhan ekonomi.  Menurut BPPT Outlook 2018, Indonesia sesungguhnya sudah dapat dikatakan darurat energi dan untuk mengatasi hal tersebut di butuhkan PLTN 8000 MW sampai 2050. [7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun