Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nadiem Makarim, Kepemimpinan Menerobos Zaman

1 Desember 2020   08:02 Diperbarui: 1 Desember 2020   08:07 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada saat pandemi covid-19 masuk ke Indoneaia, respons inovatif Nadiem yang cepat  dilakukan adalah menutup sekolah.  Ia sadar dan paham dengan risiko kebijakan ini, karenanya segera setelah kebijakan digulirkan Nadiem merangkul berbagai praktisi teknologi di bidang pendidikan untuk melengkapi kebijakan inovatifnya tersebut agar proses belajar anak-anak Indonesia tetap bisa berlangsung. Nadiem mulai mengoptimalisasikan Rumah Belajar dengan menggratiskan data internet dll. TVRI dan RRI juga digandeng untuk menyiarkan berbagai konten sebagai suplemen pembelajaran untuk mendukung proses belajar dari rumah. Berbagai modul spesifik dengan empasis kepada peran orang tua juga disiapkan untuk memberikan panduan sederhana membimbing anak-anak melakukan aktivitas-aktivitas pembelajaran.

Tidak hanya itu, terobosan inovatif dan berani juga dilakukannya dengan memberikan kewenangan diskresional kepada Kepala Sekolah dalam mengelola BOS. Kriteria dan mekanisme penggunaan dana BOS dibuat menjadi sangat fleksibel dengan tetap memperhatikan aspek akuntabilitas. Kepala Sekolah dapat melakukan realokasi dana BOS sesuai prioritas kebutuhan dimasa pandemi, seperti misalnya untuk membayar pegawai dan guru honorer, membeli pulsa/paket data untuk murid guna mendukung pembelajaran jarak jauh, termasuk juga untuk membeli alat teknologi informsi komputer dan persiapan protokol kesehatan. Hal ini lebih memungkinkan karena sebelum pandemi sudah dibuat kebijakan inovasi berupa pemutusan rantai birokrasi pencairan BOS, sehingga proses transfernya langsung ke sekolah. Bahkan tidak hanya itu, untuk pertama kalinya Nadiem juga membuat kebijakan realokasi dana BOS afirmasi dan BOS kinerja guna mendukung proses pembelajaran sekolah-sekolah swasta di Indonesia.

Pada jenjang perguruan tinggi, sebelum pandemi melanda Nadiem sudah mengeluarkan terobosan inovasi yang dikemas dalam program merdeka belajar. Melalui program merdka belajar ini mahasiswa diberikan alokasi 25% dari keseluruhan waktu kuliahnya untuk belajar di luar kampus. Dan ketika pandemi melanda, juga mengeluarkan kebijakan inovasi yang masih terkait, yaitu melakukan relaksasi uang kuliah tunggal (UKT). Bentuk relaksasi bisa berupa pembebasan sementara UKT, Pengurangan UKT, Perubahan Kelompok UKT, dan Pembiayaan UKT secara mengangsur. Kebijakan ini dikeluarkan guna meringankan beban ekonomi, terutama bagi mahasiswa yang tidak mampu dan/atau terdampak pandemi covid-19. Pada bagian lainnya, Nadiem juga berencana merevisi kebijakan terkait karir dosen  dan kinerja perguruan tinggi terkait adanya kewajiban penelitian dan publikasinya kedalam jurnal internasional yang selama ini dirasa menghambat karir dosen dan kinerja perguruan tinggi.

Strategi Defusi Inovasi dan Adopsi

Defusi inovasi dipopulerkan oleh Everett Rogers melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations, menjelaskan secara sederhana tentang bagaimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial (Rogers, dalam Makkulawu, 2013 ). Oleh karena itu keberhasilan defusi inovasi ditentukan oleh empat hal, pertama keuntungan yang ditawarkan dibanding inovasi sebelumnya, kedua kesesuaian (compatibility) terhadap kebutuhan nilai-nilai dan budaya sosial masyarakat, ketiga tingkat kerumitan (coplexity) yang dihadapi atau dirasakan masyarakat untuk menjalankan inovasi, dan keempat uji coba inovasi (triability) ke dalam kondisi yang sebenarnya (www.pakarkomunikasi.com). Dengan demikian proses defusi inovasi menjadi sebuah keniscayaan agar inovasi yang dapat diterima dan diadopsi dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat (Masthuri;2020).

Keberhasilan inovasi Nadiem juga sangat ditentukan dengan cara dan model komunikasi, serta proses pelibatan (partisipatory) yang dilakukannya. Dalam kebijakan inovasi berupa menutupan sekolah, untuk memastikan proses defusi dari inovasi ini berjalan lancar, Nadiem merangkul berbagai praktisi teknologi di bidang pendidikan, mengoptimalisasikan rumah belajar dan menggandeng TVRI dan RRI. Untuk memastikan bahwa proses internalisasi gagasan yang terkandung dalam inovasi Nadiem juga melakukan engagement dengan guru dan kepala sekolah, melibatkan mereka ke dalam program-program inovatif seperti sekolah dan guru penggerak. Secara khusus Nadiem memberikan wawasan kepada mereka untuk membangkitkan rasa kepercayaan diri, kemerdekaaan dan motivasi untuk mengambil langkah-langkah sendiri mencoba metode yang baru. Untuk mendukung pelaksanaan inovasi, Nadiem juga melakukan identifikasi terhadap guru-guru yang memiliki pengalaman dan jiwa kepemimpinan,  dan selanjutnya menjadikan mereka sebagai guru penggerak yang kelak berpeluang untuk dipromosikan sebagai kepala sekolah.

Dalam proses defusi inovasi, selalu ada pihak-pihak yang cepat beradaptasi (early adopter) tetapi ada juga yang lambat bahkan sulit untuk mengadopsi inovasi (laggard). Demikian juga yang dialami Nadiem. Meskipun Ia secara humble memaknai resistensi terhadap berbagai kebijakan inovasi yang digulirkannya justru bukan berasal dari orang, melainkan dari system. Ditandai dengan banyaknya regulasi dan birokratisasi yang selama ini menciptakan "systemik insersia", sehingga memperberat dan menjadikan gerak maju perubahan dalam sistem pembelajaran menjadi lamban. Pada bagian lain, fenomena eraly  adopter juga dapat dilihat dari respons positif pemerintah setelah memiliki data densitas infra struktur sekolah, yang kemudian mendorong lahirnya kebijakkan pemerintah berupa perencanaan pembangunan sekolah dalam rangka pemerataan jumlah sekolah untuk mendukung program zonasi sekolah.

Evektivitas Strategi Merespon Resistensi

Sebagai pemimpin Nadiem sangat menyadari bahwa Ia akan selalu membuat berbagai macam keputusan, termasuk yang sifatnya inovatif, dan setiap keputusannya tersebut tidak bisa  membahagiakan semua orang. Kondisi seperti ini membuat Nadiem merasa selalu berada pada posisi sulit dalam mengambil keputusan. Namun hal menarik dari seorang Nadiem adalah ketika ia memegang sebuah nilai bahwa terhadap mereka yang tidak diuntungkan dengan sebuah keputusan berhak memperoleh simpati dan empati, salah satunya dengan cara meminta maaf.

Nilai ini diterapkan Nadiem ketika kebijakan inovasi program organisasi penggerak (POP) yang digulirkannya memperoleh resistensi. Nadiem bahka tidak segan meminta maaf dan mengakui kekurangan dalam hal cara kementerian melaksanakan program ini dan minimnya sosialisasi sebelum program diluncurkan. Ia mendatangi satu persatu pihak yang resisten dan menolak bekerjasama dalam menjalankan inovasi tersebut, menjalin silaturahmi untuk merangkul dan meminta masukan untuk penyempurnaan. Nadiem sama sekali tidak menonjolkan ego, melainkan menunjukkan kesungguhn dan berharap tetap bisa berkolaborasi (pelibatan) dengan pihak-pihak yang resisten dan menolak. Ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar; masa depan anak-anak Indonesia. Stretegi ini terbukti efektif, akhirnya beberapa pihak yang sebelumnya menolak dan resisten kemudian memberikan dukungan dan komitmennta untuk bergabug dalam pelaksanaan kebijakan inovasi berbrntuk program organisasi penggerak (POP) yang digulirkannya.

*) Oleh Budhi Maasthuri, Mahasiswa MKIK, Sekolah Pasca Sarjana, UGM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun