Sejak dulu di dalam kemasan teh ini selalu terdapat sebuah kupon yang bertuliskan "kupon berhadiah" atau "kupon tidak berhadiah". Dulu ibu sempat beberapa kali mendapatkan kupon berhadiah dan nama barang yang akan di dapatkan juga tertera di kupon itu.Â
Ibu pernah mendapatkan payung, kaos, tas belanja, serta hadiah lainnya yang bergambar teh fanning cap "Cangkir". Ibu sangat bangga menerima hadiah dari kupon yang terdapat di dalam kemasan.
Kupon berhadiah itu ditukar di pusat grosir yang ada di kota Samarinda oleh Ayah, bersama aku yang ikut mengendarai sepeda motor. Kini keduanya, telah tiada—tapi bila meminum teh cap "Cangkir" ingatan itu tak pernah luntur.
Filosofi di Balik Cangkir
Logo Cap Cangkir bukan sekadar gambar. Ia mempresentasikan kesederhanaan dan keintiman. Cangkir adalah wadah yang menyatukan—tak peduli status sosial, usia, atau latar belakang. Di dalam cangkir teh, semua orang setara: berbagi cerita, tawa, dan kadang air mata.Â
Dalam budaya Jawa dan Melayu, menyuguhkan teh adalah bentuk penghormatan. Maka tak heran jika teh Cap Cangkir menjadi pilihan utama di banyak rumah tradisional.Â
Suguhan teh manis dalam cangkir keramik bermotif bunga atau gambar ayam jago yang sangat terkenal dari zaman dulu.
Mengapa Membuat Penasaran?
Meski bukan merek premium, Teh Fanning Cap Cangkir menyimpan daya tarik yang membuat orang ingin tahu lebih dalam:
- Kenapa rasanya tetap konsisten sejak dulu?
- Siapa di balik produk teh ini?
- Bagaimana teh ini bertahan di tengah gempuran merek modern?
Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena keaslian dan kesederhanaan teh Cap Cangkir justru menjadi kekuatannya. Ia tidak berubah mengikuti tren, tapi tetap setia pada rasa dan aroma yang dikenang sejak kecil.
Teh dan Perjalanan Budaya
Teh bukan hanya minuman, tapi juga penanda sejarah dan budaya. Dari Kaisar Shen Nong di Tiongkok hingga tradisi afternoon tea di Inggris, teh telah melintasi benua dan zaman.Â