Maka tidak mengikuti adalah bentuk perlindungan diri yang sah. Kita berhak menjaga ruang digital kita tetap aman dan damai.
Sebaliknya, jika hubungan sudah dewasa, luka sudah sembuh, dan kita bisa melihat mereka sebagai bagian dari masa lalu yang telah kita terima, maka mengikuti balik bisa menjadi tanda kedewasaan emosional.
Beberapa cara menjaga kesehatan mental meskipun memutuskan untuk follow back mantan:Â
1. Kenali niatmu sendiri:Â Sebelum klik "follow back," jujurlah:
- Apakah kamu ingin menjaga silaturahmi?
- Atau masih ada harapan tersembunyi?
- Atau sekadar ingin terlihat "baik-baik saja"?
Mengetahui niatmu akan membantumu mengatur ekspektasi dan menghindari kekecewaan.
2. Atur Batasan Digital: Â Setelah follow back, kamu tetap bisa menjaga jarak:
- Mute story atau post mereka jika kamu belum siap melihat keseharian mereka.
- Nonaktifan notifikasi agar tidak terganggu oleh aktivitas mereka.
- Batasi interaksi—tidak perlu like atau komentar jika itu membuatmu tidak nyaman.
Media sosial bukan ruang wajib untuk interaksi. Kamu berhak mengatur kenyamananmu.
3. Jangan jadikan Timeline sebagai cermin Emosi:Â Kalau kamu mulai membandingkan hidupmu dengan unggahan mereka, itu tanda untuk rehat sejenak. Ingat:
- Orang hanya unggah yang ingin ditunjukkan.
- Bahagia di media sosial ≠bahagia sesungguhnya.
- Kmu punya perjalanan sendiri yang tak perlu dibandingkan.
4. Bangun ruang aman di luar Media Sosial: Kesehatan mental tak hanya dijaga secara digital. Ciptakan rutinitas yang menenangkan:
- Nongkrong di tempat favorit (seperti sudut buku dan kopi yang kamu rindukan).
- Menulis jurnal atau cerita reflektif.
- Membuat ilustrasi atau konten yang menyuarakan perasaanmu.
Ruang aman bisa berbentuk aktivitas kecil yang memberi rasa kendali dan kehangatan.
5. Validasi perasaanmu, jangan abaikan: Kalau kamu merasa canggung, sedih, atau bingung setelah follow back, itu wajar. Jangan paksa diri untuk "baik-baik saja."