Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Perajut kata-kata, Mboten Angel

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Bangkrut

23 September 2025   19:55 Diperbarui: 23 September 2025   22:08 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puisi bangkrut, seekor Bangau tua di tepi sawah diolah menggunakan Canva untuk Kompasiana (Dokumen pribadi)

Kalau jatuh itu sunyi, maka bangkrut adalah gema yang tak punya dinding.

Di meja tua, angka-angka gugur
seperti daun yang tak sempat pamit pada musim.
Nota, janji, dan kopi dingin
menjadi saksi bisu:
bahwa harapan pun bisa kehabisan saldo.

Celoteh bangau tua, di tepi sawah
Bangkrut! Bangkrut! Bangkrut!
rapalan jadi kenyataan, bila diulang-ulang
Di aminkan dewi Sri, di dengar para Malaikat

Bangkrut bukan cuma soal uang,
kadang ia datang sebagai kehilangan arah,
sebagai toko yang tutup di dalam dada,
sebagai tanya yang tak laku dijawab.

Namun di reruntuhan itu,
ada ruang yang tak pernah dijual:
ruang untuk jujur,
ruang untuk mulai lagi,
ruang untuk tahu bahwa nilai tak selalu terletak pada untung.

Jadi aku duduk,
di antara kuitansi dan kenangan,
menulis ulang neraca hidupku:
dengan cinta sebagai modal,
dan keberanian sebagai laba.

Samarinda, 23 September 2025
Riduannor

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Baca juga: Cerpen: Pabrik Kayu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun