Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Menjadi penulis adalah menjadi saksi: terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap sejarah yang terus bergerak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perpustakaan Keliling, Cara Pustakawan Menghidupkan Literasi

13 September 2025   06:30 Diperbarui: 16 September 2025   23:29 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil perpustakaan keliling  Kota Samarinda yang berkunjung ke Sekolah penulis setiap hari Rabu  | Dokumen pribadi: Riduannor/ Istimewa

Bagi siswa yang hidup jauh dari pusat kota, akses terhadap buku bisa menjadi satu-satunya cara mengenal dunia luar, membangun mimpi, dan memperluas wawasan.

Perpustakaan memberi ruang bagi anak-anak untuk:

  • Membaca tanpa tekanan, dengan rasa ingin tahu yang alami.
  • Menemukan minat dan bakat, lewat buku cerita, sains, atau sejarah.
  • Belajar mandiri, di luar kelas yang terbatas.
  • Membangun imajinasi dan empati, lewat kisah-kisah dari berbagai latar budaya.

**

Siswa sedang meminjam buku bacaan di perpustakaan keliling sekolah setiap hari rabu | Dokumen pribadi
Siswa sedang meminjam buku bacaan di perpustakaan keliling sekolah setiap hari rabu | Dokumen pribadi

Perpustakaan keliling di sekolah penulis telah terjadwal setiap hari rabu pagi, dimulai setelah istirahat pertama hingga istirahat kedua. Setelah itu, perpustakaan keliling akan pulang dan kembali lagi pada hari rabu berikutnya.

Di tengah serbuan media sosial dan teknologi digital seperti gim daring, menumbuhkan kecintaan siswa terhadap buku menjadi tantangan sendiri, karena godaan hiburan instan sering kali mereka enggan belajar dan malas membaca.

Di tengah godaan layar yang tak pernah padam, pustakawan dan guru tak tinggal diam. Mereka mulai merancang strategi yang tidak memusuhi teknologi, tetapi justru merangkulnya sebagai alat bantu literasi. 

Solusi yang mengakar, dan cara mengatasi tantangan literasi di era digital adalah:

  • Integrasi literasi dengan media digital: Membuat konten kreatif berbasis buku seperti video, meme, atau ulasan singkat.
  • Ruang baca yang nyaman dan fleksibel: Guru dan pustakawan menciptakan sudut baca di kelas atau taman sekolah, agar siswa bisa membaca tanpa tekanan.
  • Program "Buku Pilihan Mingguan": Siswa memilih satu buku yang mereka sukai, lalu berbagi cerita di depan kelas atau lewat rekaman suara.
  • Kolaborasi dengan orang tua: Mengajak orang tua untuk ikut membaca bersama anak di rumah, walau hanya 10 menit sehari. 

Membuat siswa mencintai buku di era digital bukan perkara mudah, tapi bukan pula mustahil. Dengan pendekatan yang kreatif, empatik, dan adaptif, pustakawan dan guru bisa menjadi penjaga nyala literasi—menyulap buku menjadi sahabat, bukan beban. 

Dan membangun ekosistem literasi yang hidup, meskipun di tengah gempuran media sosial dan gim daring. Karena di balik setiap halaman, ada dunia yang menunggu untuk dijelajahi, dan tugas kita adalah membuka pintunya. (*)

Gambar: Perpustakaan keliling Pemerintah Kota Samarinda | Dokumen pribadi
Gambar: Perpustakaan keliling Pemerintah Kota Samarinda | Dokumen pribadi

Samarinda, 13 September 2025
Riduannor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun