Seorang driver ojol senior, Pakde Budi (42), yang penulis temui saat beliau duduk di bawah pohon sekitar taman yang berada di dekat sebual Mall bercerita:Â
" Dulu pernah dapat Rp.1 juta, tapi tahun ini cuma Rp.700 ribu. Padahal harga sembako naik, bensin mahal, servis motor juga naik. Kalau dibandingkan dengan THR karyawan yang satu bulan gaji, ya jauh sekali. Tapi ya tetap disyukuri aja mas!"
Faktor lain yang juga menjadi perhatian adalah perhitungan BHR yang dinilai tidak transparan. Beberapa driver merasa bahwa mereka tidak mendapatkan kejelasan mengenai bagaimana perusahaan menentukan siapa yang berhak menerima BHR dan bagaimana jumlahnya dihitung.
Ketidakpastian mendapatkan BHR menjadi keluhan utama sebagian driver ojol. Tidak seperti THR yang wajib diberikan kepada seluruh karyawan, BHR bersifat selektif, sehingga pengemudi tertentu yang memenuhi syarat yang bisa mendapatkannya.
"Kadang nggak jelas sistemnya. Teman saya yang sering narik malah enggak dapat, tapi ada yang lebih santai malah dapat. Jadi kadang ngerasa kayak untung-untungan." Ujar Arif (31) seorang driver ojol yang juga seorang konten kreator di media sosial.
Ketimpangan dalam pemberian BHR ini membuat beberapa pengemudi merasa kurang dihargai. Mereka berharap ada aturan yang lebih jelas dan merata agar semua mitra pengemudi bisa mendapatkan bonus ini tanpa kecuali.
Banyak pengemudi ojol yang berharap pemerintah dan perusahaan aplikasi dapat membuat kebijakan yang lebih adil terkait kesejahteraan mereka. Beberapa usulan yang sering muncul dari komunitas drivel ojol meliputi:
- Standarisasi pemberian BHR, sehingga semua mitra mendapat jumlah yang sama atau minimal sesuai dengan pendapatan rata-rata mereka.
- Peningkatan jumlah BHR, agar lebih sesuai dengan kebutuhan hari raya, terutama di tengah kenaikan harga bahan pokok.
- Transparansi dalam sistem perhitungan BHR, sehingga pengemudi bisa mengetahui bagaimana mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus ini.
- Jaminan sosial bagi mitra pengemudi, seperti akses ke BPJS ketenagakerjaan atau skema asuransi yang lebih terjangkau.
Seorang perwakilan komunitas driver ojol, Hendra (38), menyatakan: "Kami tidak menuntut harus dapat THR seperti karyawan, Â tapi setidaknya ada kejelasan soal BHR ini. Jangan sampai kami yang sudah bekerja keras malah dikecualikan dari bonus yang seharusnya bisa membantu kami saat lebaran."
Pemberian BHR bagi driver ojol memang menjadi langkah positif dari perusahaan aplikasi, tetapi masih banyak catatan yang perlu diperbaiki. Dari nominal yang dianggap masih kecil, sistem seleksi yang kurang transparan, hingga ketimpangan dalam pemberian bonus, semua menjadi faktor yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengemudi.
Msekipun sebagian driver bersyukur atas adanya BHR, banyak juga yang berharap ada perbaikan dalam kebijakan ini agar lebih adil dan merata. Ke depan, diharapkan ada regulasi yang lebih jelas dan kebijakan yang lebih berpihak kepada kesejahteraan para pekerja digital seperti driver ojol.
Jadi, apakah BHR sudah cukup untuk menggantikan THR bagi pengemudi ojol? Ataukah masih perlu ada kebijakan lain yang lebih mendukung mereka? Pertanyaan ini masih menjadi bahan diskusi yang terus bergulir setiap tahunnya. (*)