Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjamurnya Kelas Menulis, Hanyalah Trik Dagang Menjual Buku?

28 Januari 2023   14:25 Diperbarui: 28 Januari 2023   14:28 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan In House Training di KKG sekolah | Dokumen Pribadi : Riduannor/Istimewa

***

Dalam 1-2 Dekade penulisan buku sudah mengalami pergeseran. Dulu, seorang menulis bisa mendapatkan royalti yang lumayan. Bisa puluhan sampai ratusan juta. Tapi sekarang menulis buku jangan berharap terlalu banyak dari royalti.

Dari segi Mutualisme penulis dan penerbit buku sama-sama mendapatkan keuntungan. Bahkan menulis bisa dikatakan jadi penghasilan tambahan bahkan utama bagi seseorang yang menekuni dunia menulis.

Lambat laun, seiring kemajuan dunia digital yang berkembang sangat pesat media cetak berupa buku, majalah, koran mulai ditinggalkan. Dari analisa dan pengamatan, saya sudah banyak penerbit terkenal yang tidak mencetak buku lagi. Atau penerbitannya sudah tutup. Dan beralih ke media digital untuk menjual buku-buku yang pernah diterbitkan.

Cara penerbit bertahan di era Digital

Banyak cara yang dilakukan penerbit buku untuk bertahan. Salah satunya dengan berinovasi, supaya tetap bertahan dengan cara mengadakan bimbingan teknis (Bimtek), In House Training (IHT), workshop, ataupun Kelas menulis dengan rentang waktu tertentu.

Menulispun sekarang bukan ingin mencari penghasilan tambahan atau utama. Tapi bergeser menjadi hobi dan publikasi diri untuk keperluan kenaikan pangkat bagi guru dengan cara menulis buku secara keroyokan. 

Bahkan satu penerbit mayor mengadakan bimbingan menulis sebuah buku yang diterbitkan ber-ISBN dengan syarat mengikuti kelas membeli dua buku dari penerbit tersebut.

Jadilah bagi penerbit, sambil menyelam minum air. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Selain mendapatkan keuntungan dari menyelenggarakan kelas menulis dengan membayar HTM kegiatan sejumlah nominal tertentu. Dan peserta diwajibkan membeli dua buah buku dari penerbit mayor yang mengadakan workshop, dan kelas menulis.

Lalu penulis dapat apa?. Dari banyaknya penulis yang tergabung dari kelas menulis. Misalnya 100 peserta untuk menulis satu buku antologi. Dari royalti 10 persen yang didapatkan dari penjualan buku tersebut tidaklah seberapa. Ia kalau Best Seller, kalau tidak?. Tak sepeserpun royalti didapatkan.

***

Kata Pak Suprihadi dalam tulisannya di Kompasiana jangan cari uang di Kompasiana. Menulis ya menulis saja. Jadikan menulis sebagai hobi yang bisa dinikmati secara gratis oleh pembacanya. Dan bila menulis karena hanya semata-mata cari uang (Gopay), itu adalah suatu kesalahan besar!. Kata beliau dengan tanda seru.

Saya termasuk orang yang menulis hanya sekedar menikmati hobi. Banyak tawaran kelas menulis. Mengajarkan tips dan trik serta kiat-kiat menulis, justru membuat saya tidak bisa menulis. Kok Bisa?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun