Banyak teman menegur di medsos, mengapa saya mencantumkan gelar akademik S1 dibelakang nama. Ada yang saya jawab, ada juga yang saya diamkan.Â
" Bro, kenapa gelar S.Pd yang ditulis dibelakang nama, gak M.Pd, MM, atau DR, dibelakang namanya?," tulis seseorang di sebuah statusku di medsos F.Â
Ada yang bertanya baik-baik, ada juga yang satire. Mau dijawab, tentu komen di status akan panjang kali lebar. Jadi saya memilih mendiamkan, atau menjawab seadanya.Â
Gelar S1, bagi sebagian orang, memang terkadang dianggap remeh temeh, Â yang berkecukupan, punya pinansial yang berlebih. Dan ekonomi yang mapan. Jadi gelar apapun bisa diraih.Â
Namun, ada juga sebagian orang yang mendapatkannya dengan tangis dan air mata. Seorang tukang becak, bersusah payah, ditengah hujan dan panas mencarikan uang SPP anaknya supaya bisa menyelesaikan kuliah S1.
Seorang ibu, ditengah subuh berkabut, pergi kepasar membeli sayur di pasar induk, kemudian dijual kembali di warung, atau berkeliling menggunakan sepeda. Mencari untung seribu-dua ribu, dikumpulkan buat membayar SPP anaknya yang berkuliah di S1.Â
Saya sendiri punya kisah, mengapa gelar S1 selalu dicantumkan diberbagai medsos. Tujuannya untuk mengingatkan , gelar tersebut selalu tercantum di Medsos yang saya miliki.Â
supaya saya tetap ingat, kalau dulu hampir saja saya tidak bisa menyelesaikan pendadaran, yudisium, dan bisa diwisuda. Dan kemudian mendapatkan gelar S1.
Semua teman saya satu angkatan sudah di wisuda, kecuali saya sendiri yang belum. Padahal hanya tinggal pendadaran saja lagi. Â Waktu itu, saya dipersulit Dosen pembimbing, skripsi selalu dicoret dan salah, walau dikonsultasikan berulang-ulang. Dan juga dari segi keuangan waktu itu masih memperihatinkan.Â
Saya belum bisa menggunakan komputer, dan juga tidak punya laptop. Setiap dicoret skripsi, saya bawa ke rental komputer. Dan perlu satu minggu, baru perbaikannya bisa diambil, dan kemudian di konsultasikan lagi ke dosen pembimbing.