Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengingat Pertama Kali Mendapat Gelar Akademik S1

5 Juni 2022   19:05 Diperbarui: 5 Juni 2022   19:07 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru honorer (Kaltimpost)

Sampai 10 kali konsultasi, belum juga benar, tiap konsul pasti ada coretan baru, dan begitu seterusnya. Dosennya memang temperamen, salah jawab, dibentak, dimarah, dan diancam tidak lulus. Bagi mahasiswa lebih baik cari aman. 

Pada akhirnya, saya memilih tidak melanjutkan lagi untuk mengkonsultasikan skripsi tersebut. Sampai waktu enam bulan lewat, teman-teman satu angkatan sudah wisuda semua. 

Sedih memang, perjuangan kuliah selama beberapa tahun, melanjutkan pendidikan dari Diploma dua PGSD, menjadi S1 PGSD, berbuah hasil tidak mendapatkan gelar S1. Dan terancam mengembalikan dana pemerintah dua kali lipat, karena tidak bisa menyelesaikan pendidikan penyetaraan S1 PGSD yang biaya SPPnya ditanggung pemerintah daerah.

Ditengah kesulitan, ada kemudahan

Perkataan ayat suci al-qur'an, " bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan", maha benar. Di bulan Ramadhan tahun 2011, saya ditelpon Ketua Prodi PGSD, saat menjelang makan sahur. Beliau meminta saya menyelesaikan pendadaran, dan menjadwalkan waktunya. 

Saya pun menjelaskan kesulitan yang saya alami, dan beliau bersedia membantu sampai selesai acara pendadaran. Alhamdulillah, pada akhirnya bisa menyelesaikan pendadaran, mengikuti yudisium, dan wisuda.

Padahal sudah pasrah. Tidak mendapatkan gelar akademik S1. Andaikan tidak saya ikuti saran Ketua prodi, dan mengalah dengan Dosen pembimbing yang kiler. Kata beliau cari aman saja, walaupun saat pendadaran diperkusi dengan kata-kata yang mendown kan mental.

Mungkin saja, akan menjadi penyesalan sepanjang hayat. Saya hanya bisa pensiun di usia 58 tahun, dan status bisa berubah dari Guru menjadi tenaga kependidikan. Dan yang lebih sedih lagi tidak bisa mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG), sebagai pintu gerbang mendapatkan Sertifikat pendidik.

Dengan sertifikat pendidik, seorang guru baru bisa mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG), dengan nominal sebulan gaji pokok diterima pertiga bulan. Dan ironis lagi, bila saya tidak punya sertifikat pendidik waktu itu, akan berakhir tidak bisa naik pangkat sampai pensiun. Karena aturan baru, guru yang naik pangkat diprasyaratkan mempunyai sertifikat pendidik.

Tentunya, akan menjadikan penyesalan yang berlipat-lipat, terbawa sampai pensiun. Dan kejadian ini, ada menimpa beberapa teman guru, yang juga tidak menyelesaikan S1 nya, berhenti ditengah jalan. 

untuk mengingatnya, saya selalu mencantumkan gelar akademik S1 dimedsos. Filosofi S1, memang terlihat hanya gelar yang tak perlu dibanggakan bagi sebagian orang. Tapi sebenarnya, tanpa S1 kita tak mungkin menjadi S2, bahkan S3, dan profesor sekalipun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun