Mimpi para calon guru dibunuh lebih awal oleh Pak Kanis, Â sebelum bermimpi terlalu jauh. Jadi guru supaya kaya, batu loncatan mau jadi pejabat daerah. Daripada tidak ada pekerjaan, biarlah jadi guru dulu.Â
Setelah benar-benar aku menjadi guru, dan bertugas di Daerah transmigrasi, di tahun 1997, semua yang beliau katakan benar semua. Memang Dosen itu tukangnya guru, seorang tukang tentu mengerti apa yang diinginkan, dari bahan yang tersedia.Â
Mau di buat lemari, kursi, meja, tentu perlu langkah yang berbeda. Begitu juga mencetak seorang guru, beliau lebih tau membentuk mental guru yang tahan banting.Â
Dulu, menjadi guru bukanlah profesi yang diminati. Ibaratnya, tidak ada rotan akarpun jadi. pola pikir itulah yang mau dikikis pak Kanasius, dari otak para calon guru. Kalau tidak tahan dengan kuliah Pak Kanis, tentu kita berhenti dijalan, atau tidak semangat lagi kuliah. Ambyar.
Kata beliau gaji guru itu kecil, tinggal dihutan, tidak ada listrik, kadang air susah. Teman kuliahku satu kelas semakin jengkel dengan cerita Pak Kanis.
"Kalau ada dua orang melamar anak kepala desa yang cantik ditempat tugas, satu guru, satu karyawan perusahaan. Si Pak Kades, pasti memilih si Karyawan, Â karena gajinya lebih besar, punya rumah, punya mobil, tentu hidup anaknya terjamin di masa depan.
Sedangkan dengan guru, hidup harus prihatin. Gaji kecil, tidak cukup buat sebulan," tambah pak kanis lagi.
Tidak ada enaknya, kalau mengikuti kuliah Pak Kanis, hati dongkol, jengkel, dipendam saja didalam dada. Harus tipis telinga, pokoknya mendengar kuliah beliau.
Tidak ada satu pun berani interupsi, membantah, atau menyangkal yang disampaikan Pak Kanasius Londa. Berani membantah atau protes, taruhannya dapat nilai D atau E, dan mengulang semester berikutnya bersama adik tingkat.
***
Empat tahun kemudian, setelah bertugas di Kabupaten B, dan mendapatkan tempat mengajar di daerah transmigrasi. Semua yang beliau katakan menjadi kenyataan.Â