Mohon tunggu...
belinda larasati
belinda larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional

suka nonton film

Selanjutnya

Tutup

Film

Ketika Humor Menyuarakan HAM: 3 Bentuk Palanggaran Hak Asasi Manusia dalam Film Jojo Rabbit

20 Maret 2025   06:15 Diperbarui: 20 Maret 2025   06:22 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Jojo Rabbit (IMDb)

Film komedi satire Perang Dunia Kedua garapan sutradara Taika Watiti yang rilis pada tahun 2019 hasil adaptasi dari novel Caging Skies karya Launens tahun 2004, bercerita tentang kehidupan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun di era Nazi Jerman bernama Jojo Betzler yang di perankan oleh Roman Griffin Davis bersama teman khayalannya bernama Adolf Hitler yang diperankan oleh sang sutradara sendiri, Taika Waititi. Film berlatar sejarah yang dikemas dengan cara unik ini berhasil memasuki nominasi film terbaik Oscar 2020.

Meski karakter-karakter dalam film ini fiktif, namun film ini tak hanya menyajikan humor, tetapi juga berhasil menyajikan isu-isu mendalam mengenai propaganda, diskriminasi, dan kekejaman rezim totaliter. Salah satu aspek yang paling mencolok pada film ini adalah penggambaran berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yanag terjadi pada era Nazi di Jerman. Artikel ini akan membahas tiga pelanggaran HAM yang terdapat dalam Jojo Rabbit: diskriminasi rasial, penindasan kebebasan berpikir, dan eksploitasi anak dalam peperangan.

Diskriminasi Rasial

Salah satu tema utama dalam Jojo Rabbit adalah sebagaimana digambarkan dalam film, Nazi menyebarkan propaganda anti-Yahudi untuk mendiskriminasi dan menindas kelompok ini. Karakter Jojo dalam film ini digambarkan sebagai anak yang sangat mengidolakan sosok Adolf Hitler dan memiliki pandangan yang buruk pada orang Yahudi. Hal ini di gambarkan ketika ia bertemu dengan karakter Elsa, seorang gadis Yahudi yang disembunyikan oleh ibu Jojo di dalam rumahnya. Karakter Jojo telah terdoktrin dengan propaganda anti-Yahudi sehingga pada awal pertemuannya dengan Elsa ia sangat ketakutan dan bahkan tidak mau berinteraksi. Ia menganggap bahwa seharusnya Yahudi tidak ada di dalam rumahnya. Hal ini mencerminkan kebijakan antisemitisme Nazi yang menyebabkan Holocaust yang terjadi sekitar tahun 1941-1945 di Jerman, di mana jutaan orang Yahudi dianiaya dan dibunuh hanya karena identitas mereka. Diskriminasi ini melanggar prinsip-prinsip HAM yang menjamin kesetaraan bagi semua manusia tanpa memandang ras atau agama apapun.

Penindasan Kebebasan Berpikir dan Berpendapat

Film ini juga menunjukkan bagaimana propaganda Nazi menekan kebebasan berpikir dan berekspresi. Pada awal cerita, Jojo yang begitu terpengaruh oleh ideologi Nazi, yang percaya bahwa Yahudi adalah musuh dan harus di hancurkan, seiring berjalannya waktu ia mulai tersadar dan mempertanyakan doktrin yang diajarkan kepadanya. Kemudian, pelanggaran HAM yang paling tragis dalam film ini adalah eksekusi ibu Jojo, Rosie Betzler. Rosie dieksekusi oleh Nazi karena ia membantu kaum yang tertindas. Rezim totaliter Nazi dalam film ini berusaha mengontrol pikiran rakyatnya melalui indoktrinasi, membatasi informasi, dan menghukum siapapun yang menentang mereka, bahkan tak segan untuk menggunakan kekerasan demi mempertahakan kekuasaan dan menekan perlawanan. Eksekusi tanpa adanya pengadilan yang adil seperti ini adalah bentuk pelanggaran HAM yang serius, namun sayangnya masih terjadi dalam pemerintahan totaliter di dunia nyata.

Eksploitasi Anak dalam Peperangan

Pelanggaran HAM yang juga terlihat dalam film Jojo Rabbit adalah penggunaan anak-anak sebagai pembantu perang hingga tentara perang. Jojo, yang masih berusia 10 tahun, direkrut dalam organisasi Pemuda Hitler (Hitlerjugend) dan dilatih untuk berperang serta menyerap propaganda kebencian. Tak hanya itu, dalam film ini, anak-anak digunakan sebagai pembantu dalam jalannya perang dengan cara mempekerjakan mereka untuk mengumpulkan besi tua untuk bahan pembuatan senjata. Menjelang akhir film, anak-anak kecil seperti Jjo dipersenjatai dan dikirim ke medan perang tanpa perlindungan, yang mencerminkan eksploitasi anak-anak dalam peperangan yang terjadi di dunia nyata. Perekrutan anak-anak dalam konflik bersenjata merupakan pelanggaran serius terhadap Konvensi Hak Anak PBB.

“You’re growing up too fast. A ten years old shouldn’t be celebrating war or talking politics. You should be having fun, climbing trees and then falling out of those trees.” Kata ibu Jojo kepada Jojo. Dialog ini berhasil menyentuh hati para penonton dan menyadarkan bahwa anak seusia Jojo tidak seharusnya memusingkan politik dan apalagi  menjadi bagian dalam perang.

Film Jojo Rabbit bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga menjadi pengingat akan pelanggaran HAM yang terjadi selama berlangsungnya perang, tak hanya Perang Dunia Kedua, setiap perang pasti memiliki dampak pada pelanggaran HAM. Melalui satire dan sudut pandang anak-anak, film ini berhasil menggambarkan dampak diskriminasi rasial, penindasan kebebasan berpikir, serta eksploitasi anak dalam peperangan. Meski kebenaran sejarah dalam film ini tidak sepenuhnya benar, namun kisah ini mengajarkan kita pentingnya memahami dan juga mengajak kita untuk berpikir kritis terhadap propaganda dan lebih menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung oleh HAM agar hal serupa tidak terjadi di dunia nyata.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun