Mohon tunggu...
Bambang Kuncoro
Bambang Kuncoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Wisdom. URL https://www.kompasiana.com/bkuncoro

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Musim Gugur Sakura

26 Agustus 2019   01:27 Diperbarui: 26 Agustus 2019   03:02 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Lega
Aku serasa bak bulan purnama sempurna
Kembali bersinar setelah bada

- Admiral Onishi

Hampir seluruh badan ku rasanya sakit, nyeri, pedih bercampur jadi satu.  Terutama saat ini buku-buku jari tangan ku sakit sekali rasanya waktu digunakan untuk menarik ember kayu dari dalam sumur karomah.  Beratnya jadi terasa seperti aku mengangkat 1 karung besar beras saja. Perlahan-lahan aku tarik ember kayu tersebut, sementara teman-teman ku yang lain antri, lebih tepatnya berkerumun di belakang ku.

Setelah sampai di atas aku berhenti sejenak mengistirahatkan otot-otot ku yg sakit dan sempet beberapa tetes darah jatuh ke dalam ember. Selanjutnya aku siramkan seluruh air ke kepala terus mengalir hingga kaki.  Karena masih banyak yang antri, untuk saat ini aku cukupkan 1 ember dahulu, nanti kalau masih sakit, lain waktu aku akan kembali ke sini.

Di awal  aku masuk penjara kalisosok ini aku sedikit tidak percaya kalau membasuh luka atau lebam dengan air sumur tua ini bisa mempercepat proses penyembuhan. Aku masih ingat betul tanggal 7 Agustus 1945, sore itu, sehabis serah terima dengan opsir kempetai aku digelandang oleh sipir penjara ini. 

Saat serah terima, lamat-lamat aku dengar namaku dan nama Jinggo san disebut.  Tubuhnya sebenarnya kecil namun keliatan kekar karena dipenuhi otot-otot yang menonjol.  Garis-garis di wajahnya seperti menunjukkan beberapa kekejaman yang sudah di alami selama perang ini.

Dengan tidak menyia-nyiakan waktu lebih lama setelah kempetai meninggalkan penjara, sipir yang namanya Jinggo san segera mendaratkan beberapa siksaan perkenalan.  Setelah puas mendaratkan beberapa sabetan ke punggungku, dia kemudian memanggil salah seorang narapidana
 "Kunto san antar bagero ini ke selnya"
Aku berjalan terseok-seok kesakitan, mengikuti Kunto.  Sambil berjalan menuntunku dia bercerita tentang sumur karomah tersebut.

"sadurunge melbu sel, luwih becik awakmu adus banyu sumur karomah" (sebelum masuk sel lebih baik kalau kamu mandi air sumur karomah)

Aku yg tidak punya pilihan lain mengikkuti saja ke mana kunto membawa ku.  Sambil menuntunku kunto terus berbisik :
"wong mau iku ancene senengane nyikso, meh ben minggu lo. Ono ae sing di sikso giliran. Biadab" (orang itu memang suka menyiksa, hampir tiap minggu lho. Ada saja yang giliran disiksa, Biadab)

Dan ajaib memang keesokan harinya ketika bangun tidur, rasa sakit sudah berkurang banyak.

Ya memang aku sebelumnya terlibat perkelahian dengan babah Tong. Dia sebagai beikoku orosisyo kumiai (pedagang beras besar) yang ditunjuk oleh Jepang, aku rasa bertindak gegabah dan tidak adil.  Kupon yang seharusnya di bagi rata ke beberapa tonarigumi (RT) dan diberikan ke masing-masing kumico (Ketua RT), kadang-kadang di bagikan kepada orang-orang tertentu saja atau malah di jual ke pasar gelap untuk mendapat keuntungan lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun