Mohon tunggu...
Yosef M.P Biweng
Yosef M.P Biweng Mohon Tunggu... Guru - Guru pedalaman

Musafir sebagai guru di pedalaman Papua

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perjuangan Menjadi Seorang Pendidik

21 Mei 2022   22:17 Diperbarui: 21 Mei 2022   22:25 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Melki dan saya duduk di bagian depan perahu sebagai pemandu sekaligus melihat potongan kayu hanyut.  Kami memyeberang sungai Siret yang sedang bergemuru obak.  Semua duduk tenang dan hening,  mungkin sambil berdoa agar perjalanan dalam lindungan Tuhan.  Akhirnya kami menyeberang sungai Siret menuju anakan kali potong menuju ke distrik Atsj. Sungai Siret di bagian dekat Atsj sangat tenang dan kami pun tiba dengan selamat di Atsj di mana waktu telah menunjukan pukul 16.50 wit. 

Di Atsj kami memjemput dua rekan guru yang sudah menunggu di pelabuhan,  ibu Ina dan pak Orpan.  Kami bertolak dari Atsj menuju Comoro.  Kami berangkat dari Atsj pukul 17.30 wit.  Sebenarnya kami harus bermalam di Atsj,  tapi semangat yang mengebuh-gebuh, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Kami tiba di muara kali Ayip,  waktu telah menunjukan pukul 18.15 wit.  Pak Yusuf berteriak kami di depan supaya perhatikan kayu hanyut.  Sisa-sisa sinar pantulan matahari, bunyi suara burung, ditambah jangkrik yang bunyi saling balas-membalas bertanda hari sudah mulai gelap.  Untung ada dua senter,  satu milik ibu Alfiah dan satu milik saya sendiri.

Hari sudah gelap,  kami terus melanjutkan perjalanan kami.  Kami selalu diingatkan oleh driver bahwa perhatikan kayu.  Tapi warna kayu dan air tidak beda tipis,  kami sempat tabrak kayu dan mesin nyaris terlepas dari bodi perahu viber.  Untungnya mesin jonson sudah diikat dengan tali,  jadi lumayan aman. Rekan-rekan guru bersepakat untuk biar bermalam di salah satu kampung di dekat situ,  tetapi karena tidak mengenal dan kampung juga diliputi kegelapan.  Kami semua sepakat biar jalan pelan-pelan sampai di kamung Comoro,  karena salah satu ibu guru bertugas di situ.

Kami tiba di tambatan perahu comoro,  pukul 22.15 wit. Kami bermalam di kampung Comoro. Teman-teman ibu guru mulai sibuk masak untuk makan malam. Kami makan mie campur telur dan nasi.  Setelah makan malam saya dengan teman guru pak Yusuf ke tambatan perahu untuk cek perahu viber. Untung kami cepat pergi lihat perahu,  kalau tidak perahu sudah terkandas di atas tiang dan papan jembatan. Perahu hampir terbalik.  Akhirmya kami pindahkan ke tempat yang aman sesuai petunjuk tuan rumah. Pak Yusuf, pak Melki,  dan saya matawana sampai pagi bolak-balik cek perahu viber.

Keesokan harinya, kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalan kami menuju distrik Awyu kampung Wagi tempat tugas kami. Sementara menunggu air kali yang masih surut sekali,  sekali lagi kami disugukan sarapan nasi goreng dan teh manis untuk memgisi perut kami hingga sampai di tempat tujuan. Kami berangkat dari tambatan perahu kampung Comoro pukul 11. 35 wit.  Kami menyusuri kali Ayip melalui kali potong Comoro.  Kami menuyusuri kali Ayip yang berliku-liku hingga tiba di kampung Wagi distrik Awyu dengan selamat. Kami sandar di tambatan perahu kampung Wagi pukul 14.45 wit.

Kami disambut oleh beberapa warga dan anak murid. Beberapa anak murid mulai membantu angkat barang-barang bapak-ibu guru ke rumah dinas. Setiba di rumah,  kami mulai dengan kegiatan selanjutnya yakni pembersihan rumah. Pembersihan rumah sampai sore hari.  Lapar dan capeh menghampiri tubuh yang sudah lelah.

 

Ijak kaki pertama di tempat tugas kampung Wagi, distrik Awyu

Waktu masih di kota Agats,  rekan-rekan rupaya sudah rencana untuk kerjain saya ketika saya tiba di tempat rugas harus ke belakang sekolah cium batang pohon karet.  Waktu berkumpul bersama di rumahnya teman ibu guru Alfiah,  mereka ingatkan terus ke saya, pokoknya kalau sudah tiba di tempat tugas,  dan pak Yosef baru pertama kali ke sana,  wajib hukumnya cium batang karet. Rencana lelucon itu, terbaca dirawut mimik muka mereka.  Saya langsung bilang kepada mereka bahwa kalau perkataan ini ditujukan kepada orang lain,  pasti mereka akan ikut.  Pak Yusuf mulai angkat bicara soal pengalamannya waktu tugas di kampung Yamas,  terus mereka kerjain salah satu rekan guru mereka,  bahwa wajib hukumnya cium tiang umpak.  Canda gurau itu disuguti kue dan teh pucuk oleh ibu Alfiah. Saya bilang saya tidak percaya pembicaraan seperti ini,  karena itu tidak ada dikamus dan catatan kaki saya.

Saya tidak mengindahkan syarat itu,  karena saya tahu itu hanya tipuan belaka. Kami mulai saling berbagi cerita pengalaman,  bagaimana menghadapi orangtua dan murid di sekolah maupun dalam pengalaman harian.

Waktu injak kaki pertama di tanah, tanah itu saya ambil sedikit dan makan sebagai tanda perkenalan saya di tempat yang baru. Itu sudah menjadi tradisi dan sekaligus pesan dari orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun