Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bertemu Kyai Said Aqil Siradj

13 Oktober 2020   00:40 Diperbarui: 13 Oktober 2020   00:57 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Fadlan, saya bertemu dengan Kyai Said Aqil Siradj di Gedung PBNU (Foto : Bisyri)

            Ada beberapa seragam yang perlu dibawa. Itu adalah aturan kesepakatan teman-teman yang ada di group PK Santri 144 dan sudah disetujui oleh Pak Rafi sebagai PIC LPDP. Diantara aturan itu adalah harus bawa dua jenis sepatu, satu sepatu resmi untuk kantoran, satunya sepatu olahraga. Membawa pakaian hitam polos, celana hitam, baju batik, pakai kopiah hitam, sarung, dan beberapa aksesoris lain yang wajib dipersiapkan dan dibawa, termasuk membawa jas.

            Sabtu pagi, Kang Amin sudah siap untuk mengantarkan saya ke Bandara Banyuwangi yang ada di Blimbingsari. Istri menemani saya bersama dengan Khilni, anak saya. Jadwal penerbangan adalah jam 10. Kami berangkat jam 8. Perjalanan dari rumah di Sumberberas menuju Bandara hanya memakan waktu sekitar 30 menit saja.

"Le..aku titip surat kangge Yai Said Aqil PBNU, kekno langsung yo. Asistene Yai Said wes tak tlp", "Nak..saya titip surat untuk Kyai Said Aqil di PBNU. Langsung kamu kasihkan ya. Asisten Kyai Said sudah saya telpon", abah memberikan amplop berisi surat bertuliskan "Kepada yang Terhormat Kyai Said Aqil Siradj" dengan ditulis bahasa jawa pegon. "Injih bah..mangke kulo aturaken langsung dumateng Kyai Said teng PBNU", "Ya bah..nanti saya berikan langsung ke Kyai Said di PBNU", jawab saya dengan penuh kepercayaan diri bisa bertemu dengan Kyai Said di PBNU Nantinya.

Keberanian saya untuk percaya diri bisa menemui Kyai Said setidaknya beralasan. Kyai Said adalah temannya abah, KH. Fakhruddin Mannan, saat dulu sekolah dan mengaji di Makkah, di Universitas Ummul Quro. Saat beberapa bulan yang lalu, Kyai Said Aqil berkunjung untuk mengaji di beberapa pondok pesantren di Banyuwangi, abah juga yang selalu menemani Kyai Said Aqil keliling. Termasuk juga abah sudah konfirmasi secara langsung kepada asisten pribadinya Kyai Said Aqil untuk memberitahukan bahwa saya akan ke Jakarta dan menemui beliau di PBNU. Beberapa alasan inilah yang menjadikan saya yakin bisa bertemu dengan beliau di PBNU.  

"Jaga diri ya di Jakarta", pesan istri saya saat bersalaman di bandara, untuk berpisah beberapa hari. Saya check in masuk menuju ruang tunggu di bandara Banyuwangi. Ada pemandangan yang aneh, banyak sekali tas menumpuk, padahal penumpangnya hanya ada dua yang sedang duduk di samping saya, saat saya foto selfie, tiba-tiba orang yang duduk di depan saya yang awalnya menoleh membelakangi saya, tiba-tiba mengarahkan pandangan ke saya, "Benar saja barangnya banyak, ternyata dia seorang artis yang sedang berlibur", batin saya.

Dia adalah suami dari Raisa, seorang penyanyi tanah air yang terkenal itu. Berlibur bersama timnya, saya hanya melihat dia dan satu orang temannya saja dan puluhan tas yang berada di troli. Hanya sebentar saya duduk berdekatan dengan dirinya, saya memutuskan untuk masuk di ke ruang boarding pass. Saya adalah orang yang malas ribet saat melakukan perjalanan, hanya satu tas ransel yang saya bawa dan satu kardus berisi makanan pesanan teman-teman PK Santri 144, karena masing-masing yang berasal dari daerah disuruh untuk membawa oleh-oleh khasnya.

Baru beberapa menit menunggu, panggilan untuk naik pesawat saya dengarkan. Saya menunjukkan tiket dan KTP. Kami semua berjalan menuju pesawat yang berjarak dari ruang boarding pass sekitar 100 meter. Pesawat citylink sudah menunggu. Karena ini adalah pesawat kecil dan hanya melayani rute di pulau jawa saja, kami tidak terlalu lama menunggu untuk pesawat take off. Saya menggunakan kesempatan perjalanan terbang dari Banyuwangi ke Jakarta dengan membaca pesan di WA  yang belum terbaca dengan kondisi handphone mode pesawat tanpa jaringan internet.

Tiba di Jakarta setelah waktu dhuhur, menjelang sore. Saya langsung keluar bandara. Mencari bus damri untuk jurusan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Titik pertama untuk berkumpulnya teman-teman PK Santri 144 adalah di kantor PBNU, beberapa hari lalu Mas Gilang sudah meminta izin kepada pengelola gedung, alhamdulillah diizinkan. Rencananya kami menginap di PBNU malam minggu ini higga minggu sore. Acara inti PK pada hari seninnya dilaksanakan di hotel dekat PBNU.

Awalnya saya mencegat bus damri yang lalu Lalang di depan pintu keluar bandara, "Jurusan Gambir bang?", tanya saya ke kondektur dari setiap bus. "Tunggu dulu, habis ini datang", jawaban yang sama dari banyak kondektur sampai sekitar 30 menit saya menunggu. Saat bus damri jurusan Gambir datang. "Mana tiketnya mas?", tanya sopir kepada saya saat naik.

"Tidak langsung bayar di sini Pak?", tanya saya balik. "Itu dibaca mas pengumumannya", kata dia. Saya menoleh ke sebuah tulisan bahwa penumpang tidak bisa bayar langsung di bus, harus sudah memesan tiket di loket damri depan bandara tadi. Rupanya, saat saya turun dari bus, ada seseorang yang kasusnya sama dengan saya. Akhirnya, dia mengajak saya berjalan bersama menuju loket damri, kami kembali ke depan bandara tadi yang jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 75 meter dari tempat saya menunggu tadi.

Pesawat dari Banyuwangi ke Jakarta hanya menghabiskan waktu 1 jam lebih sedikit, sedangkan perjalanan saya dari bandara di Jakarta, yang lebih tepatnya di Tangerang, Banten menuju PBNU lebih dari tiga jam. Kami keluar dari dari bandara setelah mengambil penumpung di beberapa titik di bandara sudah hampir jam 4 sore. Lalu melewati jalanan Jakarta yang macet. Masuk di stasiun Gambir sudah lebih jam 7 malam, usai sholat isya'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun