Mas Budi bercerita kalau dulunya ia perokok berat. Minimal menghabiskan sebungkus rokok tiap hari. Tapi tak masalah baginya. Maklum, penghasilannya dari berjualan sprei dan sarung bantal waktu itu lumayan besar.
Tapi lain dulu lain sekarang. Keuntungan dari berjualan sprei tak sebesar dahulu. Paling-paling dapat seratus ribu sehari. Kadang malah kurang dari itu. Jadi mau tak mau harus bisa berhemat biar tidak tekor.
Meski belum bisa berhenti total, Mas Budi kini sudah bisa mengerem kebiasaannya ini. Bila dulu sebungkus rokok habis dihisap dalam sehari, kini perlu waktu lima hari bagi Mas Budi untuk menghabiskannya. Ya, lumayanlah. Bisa menghemat pengeluaran. Menyesuaikan dengan kondisi terkini.
Barangkali inilah hikmah terselubung dari situasi inflasi bagi para perokok berat. Bahwa inflasi telah membuat orang berpikir untuk mengurangi kebiasaan merokok. Karena bagaimanapun juga beli beras, sayur,lauk pauk dan sebagainya itu tetap lebih penting dari sebungkus rokok.
Inflasi terus menghantui. Harga barang semakin mahal. Karena itu perlu ada rasionalitas dalam mengatur keuangan pribadi agar kita tidak tekor.
Jadi, ketika harga-harga kebutuhan pokok terus melonjak seperti sekarang ini masih adakah orang yang lebih mementingkan sebungkus rokok dari pada sepiring nasi ? Sungguh naif rasanya kalau masih ada yang berpikiran seperti itu.
Jangan merokok dulu sebelum makan !
(EL)
Yogyakarta,19062022