Mohon tunggu...
Aditya Wijaya
Aditya Wijaya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Horeluya

Lagi mager https://www.sorehore.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengintip Komunitas Pecinta Capung Indonesia

8 Oktober 2013   15:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:49 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_293326" align="alignleft" width="300" caption="Logo Indonesia Dragonfly Society"][/caption] Sehari usai peringatan Hari Batik Sedunia, disebuah cofeeshop yang berada di lantai 2 toko buku diskon yang ada di jalan Affandi, Gejayan, Yogyakarta, saya bertemu Wahyu Sigit Rhd. Dengan mengenakan kaos hitam bergambar capung dan celana pendek layaknya musafir. Pria berambut gondrong yang senantiasa memanggul tas ransel di punggungnya dan akrab disapa Sigit IDS ini dikenal sebagai ketua komunitas pecinta capung, “Indonesia Dragonfly Society“ (IDS) yang bermarkas di Malang, Jawa Timur. Dalam sepotong perjumpaan inilah ia memberi saya banyak inspirasi untuk mencintai capung. Capung, Naga terbang, atau Dragonfly adalah serangga yang termasuk dalam kelompok ordo Odonata. Istilah Odonata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti gigi, atau merujuk pada geligi yang ada di mandibel/rahang. Dengan memiliki sepasang sayap di kanan kiri, gerakannya yang gesit dan lincah serta mampu terbang dengan kecepatan 90 km/jam. Capung menginspirasi Igor Sikorsky dalam menciptakan model helikopter. Menurut penuturan Sigit, capung yang muncul sejak jaman Dinosaurus, tepatnya 360 sampai 290 ratus juta tahun lalu yang bertahan hingga sekarang, bukan hanya sedap dipandang mata. Akan tetapi kehadirannya juga memberi manfaat bagi manusia. [caption id="attachment_293189" align="alignleft" width="300" caption="Brachythemis contaminata (Fabricus, 1793) Capung sayap orange jantan"]

13811602382129511824
13811602382129511824
[/caption] “Capung adalah serangga karnivora. Ia memangsa serangga- serangga kecil seperti lalat, kutu daun, wereng, bahkan kupu-kupu. Sebagai predator, capung berperan penting dalam keseimbangan ekosistem terutama dalam dunia pertanian. Maka, kalau kita menemui banyak capung di wilayah pegunungan, danau, sawah, sungai, rawa hingga pantai artinya perairan di sekitar lingkungan itu bebas polusi. Karena capung yang berkembangbiak dengan cara bertelur ini hanya bisa meletakkan telur dan nimfa-nya serta bertahan hidup di wilayah yang airnya bebas dari limbah industri atau obat-obatan pembasmi hama. Itulah kenapa keberadaan capung seringkali dijadikan sebagai indikator untuk menentukan kualitas air dalam sebuah wilayah," ujar Sigit, yang sering dijuluki teman-temannya sebagai Presiden Kinjeng Indonesia. Sementara itu, Worlwide Dragonfly Association (WDA) mencatat ada 5000 lebih ordo Odonata yang tersebar di seluruh dunia dan sekitar 700 spesiesnya ada di Indonesia. Tak heran tanah air kita ini menjadi surga bagi peneliti capung dunia. Tapi yang kemudian menjadi keprihatianan Sigit bersama kawan-kawannya di IDS adalah referensi atau riset mengenai capung di negeri ini sangat minim. "Belum ada informasi lengkap mengenai species apa saja? Lalu persebarannya dimana saja, hingga capung-capung apa saja yang hanya ada di Indonesia. Malah buku identifikasi capung Papua, Kalimantan dan Sulawesi ditulis peneliti asing. Padahal, Indonesia berada diperingkat 2 dibawah negara Brasil soal keanekaragaman hayati di dunia," katanya. Sedangkan Indonesiaa saat ini hanya ada dua buku yang membahas tentang capung, yakni "Mengenal Capung" karya Shanti Susanti terbitan LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul "Capung Teman Kita" diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia 2011. Untuk menambah referensi pengetahuan capung di Indonesia, Februari 2013 lalu, IDS menerbitkan buku identifikasi capung berjudul "Naga Terbang Wendit." Mengenai seluk beluk IDS, Sigit menceritakan, "berangkat dari hobi fotografi anak-anak yang berasal dari SMAK St. Albertus atau lebih dikenal dengan SMA Dempo Malang yang terpikat dan kepo dengan keindahan capung." Pada 15 September 2010, terbentuklah komunitas pecinta capung pertama di Indonesia yakni Indonesia Dragonfly Society (IDS) yang bertujuan mengupayakan terciptanya kelangsungan keanekaragaman hayati Capung (Odonata) sebagai pusaka alam Indonesia. "Kegiatan wajib IDS adalah menyusuri sungai atau rawa untuk berburu capung. Dengan bermodal kamera dan berani kotor, kami mengidentifikasi setiap capung yang terdokumentasi. Satu per satu capung yang teridentifikasi dicatat dengan cermat. Lalu dicantumkan dengan gamblang berdasar ciri morfologi, kebiasaan dan habitat yang biasa disambangi sang capung," lanjut Sigit, arek Malang kelahiran Temanggung, Jawa Tengah. Masih menurut alumnus FKIP Sejarah Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta, keberadaan Capung yang semakin hari dirasakan makin berkurang membuat IDS gencar melakukan kegiatan pendataan dan penelitian, pendidikan dan perluasan informasi Capung bagi masyarakat luas lewat Pameran Foto, Festival Capung, Lomba Penulisan, dll sehingga awam lebih mengenal dan mencintai keberadaan serta keragaman ordo Odonata ini. [caption id="attachment_293191" align="alignleft" width="300" caption="Mengampanyekan cinta capung saat Hari Batik bersama SD Tumbuh, Yogyakarta, (2/10). Sumber foto:Odonata Nusantara"]
1381160546182333499
1381160546182333499
[/caption] Sedangkan sehari sebelumnya yang bertepatan dengan Hari Batik, IDS mengadakan pendampingan dan kampanye mencintai capung bersama puluhan anak SD Tumbuh, Yogyakarta.  "Selain kampanye dan kerjasama dengan komunitas maupun lembaga-lembaga. Pada Juni lalu, dua anggota IDS menjadi wakil Indonesia dalam interntional Congress of Odonatology 2013 di Freising, Bavaria, Jerman," imbuhnya. Tak terasa satu jam berlalu. Wahyu Sigit Rhd alias Presiden Capung Indonesia ini pun memberikan kenang-kenangan buku karya Indonesia Dragonfly Society yang berjudul “Naga Terbang dari Wendit.” Akhir kata, meminjam endorsment Karyadi Baskoro, Dosen Universitas Diponegoro Semarang dan pendiri Foto Biodiversitas Indonesia, dalam buku itu. “Ibaratnya batu kecil sudah dilemparkan ke permukaan air yang selama ini diam. Air yang terpercik akan mendorong munculnya gelombang pengetahuan yang lebih besar. Untuk pengetahuan keragaman hayati capung Indonesia.” Salam Capung dari Klaten Aditya Wijaya .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun