Mohon tunggu...
Bio Nikitha
Bio Nikitha Mohon Tunggu... -

Best yourself, Not another

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “Pancasila”

4 Oktober 2012   14:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional. Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya, pendidikan dan juga keamanan.

Didalam berbagai bidang itulah manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang disebut hukum. Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa yang disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang dasar. Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada umumnya dan khususnya Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain kecuali kembali harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan sendirinya negara hukum.

Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional. UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan. Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa.

Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mewujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD disebut. Kata penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sebaliknya pembentukan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm dalam UUD 1945 ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan rakyat. Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat dan hukum juga memberikan dasar terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga penggunaan kekuasaan yang ada pada negara tidak boleh diterapkan semena-mena tanpa ada dasar hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka kekuasaan yang ada pada negara pada saat diterapkan harus menghormati kewenangan-kewenangan yang sifat terbatas diberikan kepada aparat negara. Begitu juga hukumlah yang menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan menentukan tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut. Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak hanya memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan cara atau prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek penyelenggaraan negara.

Dan memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus. Masalah yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga (2) struktur politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan struktur yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal ini biasanya belum terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat ini, atau Kal-Bar khusus saat ini. Di Indonesia, pasca orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi berbeda pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi, prilaku yang menjunjung hukum dan moral religius dalam menghadapi persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga belum cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang harus diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk hukum yang bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.
Dengan dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar dari demokrasi kontitusional yang demokratis adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disbut “pemerintah berdasar atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama dengan limited government atau restrained government.
Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?
Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi terletak pada praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur iotanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara. Terutama butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain penyeleggara negara untuk budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, yang digali berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang maha esa (moral religius), nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat manusia dan hakhak azasi manusia), nilai-nilai persatuan dan kesatuan, nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun