Mohon tunggu...
Maysa Bintang
Maysa Bintang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Perkembangan Hukum Waris: Praktik Penyelesaian Sengketa Kewarisan di Indonesia Karya Oemar Moechthar, S.H., M.Kn.

14 Maret 2023   06:00 Diperbarui: 14 Maret 2023   07:14 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BOOK RIVIEW

Judul: PERKEMBANGAN HUKUM WARIS: Praktik Penyelesaian Sengketa Kewarisan di Indonesia

Penulis: Oemar Moechthar, S.H., M.Kn.

Penerbit: Kencana (Divisi dari PRENADAMEDIA Group)

Terbit: 2019

Cetakan: Pertama, Januari 2019

 Buku karya Oemar Moechthar, S.H., M.Kn. yang berjudul "Perkembangan Hukum Waris: Praktik Penyelesaian Sengketa Kewarisan di Indonesia" mendiskripsikan secara lengkap dan rinci tentang penyelesaian kasus-kasus waris yang ada di masyarakat. Buku ini fokus kepada penyelesaian kasus-kasus terkait hukum waris. Di dalam buku ini, Oemar Moechthar menuliskannya dalam empat bab. Bab pertama mengenai dasar-dasar hukum waris di Indonesia, bab kedua berisi tentang penyelesaian sengketa waris Burgerlijk Wetboek (BW), bab tiga penyelesaian waris Islam, dan yang terakhir yaitu bab empat mengenai penyelesaian sengketa waris adat.

 Di dalam buku ini dijelaskan bahwa hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralisme, yang mana terbagi menjadi tiga, yaitu hukum waris Islam, hukum waris adat, dan hukum waris yang sebagaimaa diatur dalam Burgerlijk Wetboek. Waris timbul karena adanya peristiwa hukum kematian. Pada prinsipnya, masalah kewarisan memiliki tiga unsur penting, yaitu: (1) pewaris, seseorang yang mempunyai harta warisan yang wafat; (2) ahli waris, seseorang atau beberapa orang yang berhak menerima harta warisan; (3) harta warisan yang ditinggalkan pewaris yang harus beralih kepemilikannya.

 Dasar hukum BW atau hukum waris barat diatur dalam Buku II BW Bab XII sampai Bab XVIII Pasal 830-1130. Menurut ketentuan dari BW, untuk memperoleh suau warisan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu: (1) mewaris menurut ketentuan UU atau ab intestato; (2) mewaris karena ditunjuk oleh surat wasiat atau testamen. Ahli waris ab intestato dibagi menjadi empat golongan. Golongan satu terdiri dari anak-anak beserta turunan dalam garis keturunan ke bawah, dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan. Golongan kedua yaitu orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan keturunan saudara laki-laki dan perempuan tersebut. Golongan ketiga terdiri dari keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, sesudah orang tua. Golongan keempat yaitu keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai maksimal derajat keenam.

 Dalam buku ini terdapat juga pejelasan mengenai hal yang membedakan hukum waris BW dengan waris Islam maupun adat. Perbedaan tersebut yaitu adanya sikap ahli waris dalam harta kewarisan. Ahli waris diberi waktu untuk berpikir selama empat bulan untuk menentukan sikapnya. Sikap-sikap tersebut antara lain: (a) menerima warisan dengan penuh, (b) menerima warisan tetapi dengan ketentuan bahwa ia tidak akan diwajibkan membayar utang-utang pewaris yang melebihi bagianya dalam warisan itu, dan yang bisa dilakukan oleh ahli waris yang terakhir yaitu (c) menolak warisan.

 Selanjunya, penulis buku ini menyampaikan dasar-dasar hukum waris yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek. Dalam sistem hukum BW, dikenal dua cara untuk memperleh warisan, yaitu: (1) Ahli waris uit eigen hoofde, ahli waris yang memperoleh warisan berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap pewaris (mewaris secara langsung). Misalnya anak, istri, ataupun suami dari pewaris. (2) Ahli waris bij plaatsvervulling, yaitu ahli waris pengganti atau tidak langsung, karena yang berhak mewaris telah meninggal terlebih dahulu daripada pewaris. Misalnya seorang ayah meninggal terlebih dahulu daripada kakek, maka anak-anak dari sang ayah yang meninggal itu menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ahli waris dari kakek (Pasal 841 BW). Penggantian ahli waris dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat berikut: (a) orang yang menggantikan harus memenuhi syarat sebagai ahli waris, (b) orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal terlebih dahulu, (c) penggantian hanya terjadi oleh keturunan yang sah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun