SORE INI rinai turun dan menyapa bentala kota Medan. Angin sepoi-sepoi juga turut menemani rintik hujan kali ini. Dinginnya cuaca berhasil melahirkan suasana romantis bagi pasangan yang sekarang sedang berteduh di bawah atap ruko yang tak berpenghuni.
"Mas, dingin," keluh Puspita Natasha sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Mendengar keluhan sang pacar, tanpa berkata apapun pria yang bernama lengkap Monang Saragi itu langsung melepas jaket dan menyampirkannya ke pundak Puspita. Melihat tindakan Monang, Puspita tersenyum dengan pipi yang merona.
"Makasih, Mas Peka!" seru Puspita girang sambil memakai jaket pacarnya dengan benar.
Pria berumur dua puluh satu tahun itu hanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi datar seperti biasa, tetapi begitu mendengar seruan bahagia dari Puspita tanpa dapat dicegah kedua sudut bibir Monang terangkat dengan sendirinya.
Angin bertiup semakin kencang. Rinai yang dikira akan segera reda kini malah berubah menjadi hujan yang amat deras. Kilat mulai menampakkan keberadaannya. Suasana romantis sudah berganti menjadi kelam dan mencekam. Puspita yang tadinya hanya memerlukan jaket untuk membalut tubuhnya yang kedinginan, sekarang mulai melirik-lirik Monang dengan raut wajah yang cemas. Gadis berumur dua puluh tahun itu sangat membenci guntur.
"Mas ...," panggil Puspita lirih.
"Kenapa, Hasian?" tanya Monang belum mengerti dan masih menatap lurus ke depan dengan kedua tangan yang menggantung di saku celana.
"Itu—“
DUARRR
Suara petir yang begitu menggelegar menghentikan ucapan Puspita. Mendengar suara guntur tersebut, Puspita terperanjat dan refleks memeluk pinggang Monang dengan penuh ketakutan.