Mohon tunggu...
Cahyo Bimo Prakoso
Cahyo Bimo Prakoso Mohon Tunggu... Blog

Karyawan swasta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ketika Istana Dibakar : Pelajaran Pahit Keadilan dari Nepal

11 September 2025   14:23 Diperbarui: 11 September 2025   14:23 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Peristiwa jatuhnya pemerintahan Nepal menjadi lampu kuning bagi negara negara yang menjauhkan keadilan di pemerintahannya. Nepal memang terkenal dengan situasi politik negara yang rapuh selama ini namun tragedi kemarin adalah yang fenomenal, dimana rakyat membakar istana negaranya, dimana perdana Menteri dan presidennya mundur dalam waktu hampir bersamaan. Nepal kini dalam kekuasaan militer untuk memulihkan keadaan keamanan negara.

Pemberitaan yang ada, menyatakan bahwa penyebab rakyat Nepal berbuat demikian brutal dikarenakan perasaan kecewa terhadap pemerintahan, banyaknya korupsi serta seringnya pejabat dan keluarganya pamer kemewahan di saat rakyat Nepal sendiri sedang hidup susah. Peristiwa seperti ini mirip dengan beberapa Sejarah di dunia, setidaknya yang tercatat antara lain revolusi perancis ( 1789), runtuhnya dinasti Han dan Revolusi Rusia (1917).

Keadilan sendiri menjadi pilar penting bagi pemerintahan sebuah negara, terkadang pejabat terpilih terjebak dalam persepsi kekuasaan yang berbeda dengan pemilihnya. Pejabat terpilih merasa lebih mengerti tentang bagaimana negara berjalan, namun melupakan apakah itu yang dibutuhkan oleh pemilihnya.

Pejabat terpilih memang seringkali terjebak dalam persepsi yang berbeda dengan rakyatnya. Fenomena ini bukan hanya soal niat buruk, melainkan juga terkait dengan struktur kekuasaan itu sendiri. Saat seseorang menduduki jabatan tinggi, ia sering kali terisolasi dari realitas hidup sehari-hari rakyat yang diwakilinya. Perbedaan ini menciptakan "gelembung kekuasaan" di mana pejabat dikelilingi oleh fasilitas, protokol, dan orang-orang yang hanya melaporkan hal-hal baik.

Dalam gelembung tersebut, masalah rakyat seperti kenaikan harga bahan pokok, sulitnya mencari pekerjaan, atau antrean panjang di rumah sakit menjadi sekadar angka-angka dalam laporan, bukan lagi penderitaan yang nyata. Keadaan ini diperparah oleh mentalitas "sudah berkorban" yang sering muncul, di mana pejabat merasa pantas menikmati kemewahan karena mereka "telah bekerja keras" atau "menanggung beban berat negara," padahal kemewahan tersebut justru didanai oleh pajak rakyat yang berjuang.

Keadilan, tidak hanya sebatas penegakan hukum, tetapi juga mencakup keadilan ekonomi dan sosial. Ketika pejabat pamer kekayaan di media sosial, membangun proyek-proyek yang tidak esensial, atau mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri, mereka secara langsung menghancurkan fondasi keadilan ini.

Rakyat tidak buta. Mereka melihat dan merasakan ketimpangan ini. Perasaan ketidakadilan (a sense of injustice) adalah emosi yang sangat kuat. Ketidakadilan ini terakumulasi dan tidak ada ruang untuk menyalurkan kekecewaan, kemarahan pun meledak. Peristiwa di Nepal, Revolusi Prancis, dan Revolusi Rusia adalah bukti sejarah bahwa jika pilar keadilan dicabut, seluruh bangunan negara bisa runtuh dalam sekejap.

Tragedi Nepal adalah sebuah "lampu kuning" yang jelas bagi semua negara untuk menghindari nasib serupa, pemerintahan harus secara sadar membangun mekanisme yang menjamin akuntabilitas, transparansi, dan keterhubungan dengan rakyatnya, Ini bukan hanya tentang membuat undang-undang anti-korupsi, tetapi juga tentang:

  • Membangun Budaya Kesederhanaan: Pemimpin harus memberikan teladan bahwa jabatan adalah amanah untuk melayani, bukan untuk memperkaya diri.

  • Membuka Saluran Komunikasi: Pemerintah harus proaktif mendengarkan keluhan rakyat dan menciptakan ruang di mana suara mereka didengar dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

  • Memperkuat Pengawasan: Lembaga independen dan media yang bebas harus diberikan ruang untuk mengawasi kekuasaan, sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah sejak dini.

Pada akhirnya, sebuah pemerintahan akan bertahan bukan karena kekuatan militer atau kekayaan ekonominya, tetapi karena kepercayaan rakyat yang dibangun di atas fondasi keadilan yang kokoh, di mana setiap pejabat, dari yang paling atas hingga paling bawah, menyadari bahwa mereka adalah pelayan rakyat, bukan tuan bagi rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun