Mohon tunggu...
Bimo Aria
Bimo Aria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freeman

Seorang pejalan yang menyukai musik, buku, seni, budaya, dan alam. Menulis untuk merawat nalar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Patriarki dalam Realitas Keseharian

12 Maret 2024   20:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:50 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh: Bimo Aria. Rumah Tenun Bakupeduli, Flores.

Kemarin saya sempat melakukan perjalanan di Flores, disana saya berkunjung ke satu tempat yang bagi saya benar-benar keren, namanya Rumahtenun Bakupeduli, letaknya dekat dengan Labuan Bajo, kalau tidak salah nama daerahnya Nggorang. Ketika berkunjung ke rumah tenun ini kita akan ditemani seorang pemandu untuk berkeliling serta diperkenalkan secara detail mengenai cara, teknik, hingga tiap tiap proses pembuatan kain tenun. Selain itu di tempat ini juga ada museum tenun yang didalamnya berisi alat tenun, beserta kain-kain tenun dari NTT yang beragam asal daerahnya, ada yang dari Manggarai, Ende, Lembata, Alor, Sumba, Sabu, Rote, Kupang, dll. Motif tenun dari setiap daerah tersebut pun juga berbeda beda.

Salah satu motif tenun yang membuat saya sangat tertarik adalah motif tenun dari Sumba. Sayangnya ketika masuk kedalam museum tidak diperbolehkan untuk mengambil foto maupun video. Jika dibandingkan dengan motif tenun NTT lainnya, sumba memiliki motif tenun yang sangat-sangat berbeda, yang saya lihat saat itu adalah sebuah kain tenun panjang berbentuk sarung dengan motif yang dibentuk menyerupai manusia. Ada laki-laki dan ada pula perempuan. Kurang lebih gambaran motifnya, laki-laki terletak dibagian atas dan perempuan terletak dibawahnya. 

Lantas hal itu membuat saya penasaran. Saya pun bertanya, "mba, bisa dijelaskan ga makna dibalik motif tersebut ?" Ternyata dugaan saya benar, motif tenun tersebut menyimbolkan "patriarki". 

Karena dari yang saya tau sebelumnya bahwa "dahulu" di Sumba itu memiliki sistem kasta, yang mana ada strata sosial antara kaum bangsawan hingga kaum budak. Sehingga saya rasa masuk akal kalau patriarki terlahir karena adanya sistem perbudakan.

Sebelumnya disclaimer, bahwa tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menjelekkan ataupun melecehkan nama satu daerah, dalam hal ini Sumba. Hanya saja berfokus pada patriarki. Tulisan ini hanya berupa lintasan persepektif dari saya, cernalah isinya dan semoga bermanfaat. 

Jadi balik lagi, dalam realita keseharian kita, saya rasa sebenarnya patriarki masih ada. Hanya saja bedanya patriarki jaman sekarang bukan melulu berupa perbudakan. Nyatanya kita masih hidup dan berdekatan dengan laki-laki yang kerap kali menganggap wanita itu makhluk yang lemah. "Wanita tidak usah berpendidikan tinggi, nanti juga berujung jadi ibu rumah tangga," dan hal-hal serupa lainnya. Begitu banyak contoh cacat berpikir yang secara tidak langsung sebenarnya kita saksikan sehari-hari. Ada pula pemikiran yang menganggap perempuan hanya sebagai sebuah objek seksual. Sederhananya, saya masih sering menyaksikan secara langsung ataupun melalui sosmed kalimat-kalimat seperti, "gua mah sama sekali ga sakit hati putus sama doi, yang penting gua udah tau rasanya" "gapapa jelek, yang penting payudaranya gede" "liat cuy itu cewe enak banget".

Ya, begitulah kira-kira realita yang terjadi, kita masih berdekatan dengan lingkaran setan yang seperti itu dan mungkin saja saya yang menulis ini juga akan dicap sebagai seseorang yang munafik, sok suci, sok paling bener dan sebagainya. Karena begitulah cara berpikir patriarki.

Tidak mudah untuk menumpas budaya patriarki ini, karena saya rasa hal itu sudah merangkap kedalam pola pikir individu-individu dungu dengan logika cacatnya. Salah satu kuncinya ya balik lagi ke pendidikan. Tapi terlepas dari itu, perempuan adalah makhluk yang mulia, jangan pernah mau direndahkan dan jangan sedikitpun merasa bahwa laki-laki selalu berada diatas atau lebih unggul daripada perempuan dalam segala hal, tidak. 

Laki laki dan perempuan memiliki hak yang sama dan setara. Jika ingin dibanding bandingkan, justru banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki, tapi dapat dilakukan oleh perempuan. Tanpa perempuan maka tidak ada peradaban yang maju dan berkembang. Walaupun secara tidak langsung terkadang banyak mindset yang sudah terbentuk untuk menganggap bahwa laki-laki selalu lebih unggul daripada perempuan dalam hal apapun. Maka dari itu, mari tinggalkan mindset semacam itu dan berhenti untuk merasa superior apalagi hingga merendahkan. Perempuan adalah setara, perempuan memiliki hak yang sama, dan perempuan bukanlah objek seksual semata.

Berbicara tentang perempuan, saya teringat satu tokoh perempuan yang sangat saya hormati dan begitu saya kagumi, Namanya Marsinah. Ia seorang buruh pabrik arloji, ia menjadi aktivis dan memimpin aksi untuk menyuarakan hak buruh, dimana di masa itu upah buruh sangatlah kecil dan tak sebanding dengan kerjaannya. Lalu anda tau apa yang terjadi setelah marsinah beberapa kali melakukan aksi? Ia diculik, disiksa, diperkosa, dan dibunuh secara bengis. Ketika jenazahnya ditemukan dan dilakukan visum, apa yang terjadi ? Didapati patah tulang kemaluan, luka-luka pada bagian alat kelamin, dan bekas luka tembak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun