Pernah suatu saat Whatsapp di smartphone saya tidak berfungsi. Saya coba minta tolong teman di kantor yang paham IT. Smartphone saya diperiksa. Setelah beberapa kali mencoba, teman saya tidak berhasil “menghidupkan” kembali Whatsapp di smartphone saya. Teman saya menyarankan supaya smartphone saya dibawa ke gerai terdekat. Sesampai di rumah, saya cerita kepada anak saya mengenai smartphone saya. Ya, sekadar cerita saja kalau seharian ini Whatsapp saya tidak bisa digunakan, dan sudah coba diperbaiki oleh teman kantor tetapi tidak berhasil. Anak saya-kelas 8 SMP, minta ijin mencoba memperbaiki. Tidak lebih dari 40 menit Whatsapp di smartphone saya berfungsi kembali. Saya tanya kepadanya, bagaimana whatsapp saya bisa berfungsi kembali. Anak saya menjelaskan singkat bahwa program Whatsappnya rusak dan harus diinstall sementara fasilitas google crome di smartphone juga error maka harus diinstall di PC, baru kemudian dipindah ke smartphone. Saya kagum melihat kecerdasan anak saya dalam bidang IT. Saya tidak menyangka kalau anak saya bisa memperbaiki smartphone saya padahal teman kantor yang saya anggap mahir tidak bisa memperbaiki. Anak jaman sekarang berkembang lebih cepat dalam berbagai bidang berkat kehadiran teknologi komunikasi yang sangat canggih.
Perubahan cara belajar yang sangat besar seperti sekarang ini sebagaimana dialami generasi anak kita telah diprediksi oleh futurist Alvin Toffler. “Peradaban baru sedang muncul dalam hidup kita, dan orang-orang buta di mana-mana berusaha menekan kemunculannya. Peradaban baru ini mendatangkan gaya keluarga baru; mengubah cara kerja, cara mencintai, dan cara hidup; ekonomi baru; konflik politik baru; dan lebih dari semuanya ini sekaligus kesadaran yang berubah... Munculnya peradaban baru ini adalah fakta tunggal paling eksplosif dalam masa kehidupan kita,” tulis Toffler dalam The Third Wave. Peradaban baru yang dimaksud Alvin Toffler adalah peradaban yang sekarang ini sedang kita jalani dan hidupi. Peradaban yang ditandai dengan digitalisasi.. Digitalisasi merambah ke setiap aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali aspek yang sangat pribadi. Media sosial (medsos) menjadi dunia yang menarik umat manusia. Manusia, bahkan sebelum lahir sampai menjelang kematian telah bersentuhan dengan teknologi ini. Everything is digital
Media Sosial (Medsos) Pusat Perjumpaan Generasi Muda
Medos merupakan media online yang sudah menjadi bagian hidup kita, terutama generasi muda. Medos yang paling populer digunakan masyarakat adalah Facebook, Twitter, Path, Pinterest dan masih banyak lagi media sosial bagai magnet bagi semua generasi. Medsos menjadi booming karena penggunanya bebas mengikuti dengan berbagai tautan, menciptakan blog, membuat forum, hingga menjelajah dunia virtual. Belum lagi platform yang disediakan terus berkembang dan makin memukau plus mudah digunakan.
Dari data yang keluarkan oleh Newsroom, pengguna Facebookaktif per 31 Desember 2015 di dunia sebanyak 1, 55 milyar pengguna. Sementara itu dari data yang dilansir petinggi Facebook Indonesia pada tahun 2015 pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta jiwa atau 34, 9 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu 99 % pengguna internet berada dalam jaringan (daring). Pengguna jejaring sosial yang menempati ranking tertinggi adalah Facebook dengan jumlah 78 juta pengguna, kemudian Instagram dan Twitter. Tim Jejak Pendapat App membuat studi prilaku pengguna Facebook mencatat 89 % orang Indonesia secara aktif menggunakan Facebook dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Rata-rata mereka mengjunjingi akun Facebook 1-6 kali sehari dalam waktu kisaran 3-10 menit.
Didalam media sosial terjadi pertempuran dua propaganda besar yaitu propaganda harmonisasi dan propaganda yang berpotensi konflik. Propaganda harmonisasi menggunakan medsos secara positif, seperti membangun komunitas bisnis, sosialisasi program pembangunan, bahkan untuk pewartaan keagamaan. Sedangkan propaganda yang berpotensi konflik menggunakan medsos untuk kepentingan yang merusak keuetuhan manusia dan keutuhan masyarakat bangsa, antara lain prostitusi online, perdagangan manusia, provokasi massa dan sebagainya. Seperti pedang bermata dua, medsos selain efektif untuk propaganda positif juga mudah diigunakan untuk menghasut masyarakat demi kepentingan galongan tertentu sehingga memunculkan pertentangan dan permusuhan. Kerusuhan SARA di Tanjung Balai Sumatera Utara (29/7/2016) dipicu oleh “pesan lewat media sosial yang disampaikan secara berantai dimana isinya menyakiti hati kelompok agama tertentu. Padahal persoalan itu berlatar belakang masalah pribadi. Namun, kesalahpahaman ini diposting di medsos dengan dibumbui isu-isu negative yang menyulut kurusuhan” kata Tito Karniavan. Kerusuhan bermuatan SARA terjadi lantaran salah paham akibat status yang diposting di medos tidak hanya terjadi sekali ini saja.
Indonesia Negara yang terdiri dari ribuan pulau, dipisahkan oleh lautan yang sulit dikontrol. Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa, dengan perbedaan agama, ras dan kebiasaan trandisi, belum lagi ada aliran kepercayaan. Keberagaman dengan bentuk kepulauan ini memungkinkan terjadinya gesekan dan konflik antar daerah, antara suku, antar agama dan kepercayaan. Saat ini propaganda sesat banyak dilakukan melalui medsos, termasuk kerusuhan di Tanjung Balai
Empat Langkah Merawat Kerukunan Beragama pada Era Media Sosial