Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia itu Cenderung Berkompetisi atau Berkontribusi

30 Januari 2023   12:44 Diperbarui: 30 Januari 2023   13:06 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi. Sejatinya kodrat manusia itu untuk berkontribusi, bukan kompetisi (Sumber gamabar: http://www.sinodegmih.com/)

 Mengawali pembahasan topik Hak Asasi Manusia, saya  melontarkan satu pertanyaan pemantik untuk para peserta didik. "Manusia itu cenderung berkompetisi atau kontribus?" Satu per satu pesert didik mengutarakan pendapatnya.

Saya merasa asik. Jawaban peserta didik 52 % menjawab berkontribusi. Sedangkan 48 % menjawab hidup ini cenderung berkompetisi

Mereka yang menjawab hidup cenderung kompetisi punya alasan orang punya ambisi untuk sukses. Ambisi itu kemudian mendorong seseorang untuk berkompetisi. Secara naluriah manusia ingin  menjadi nomor satu. Pada saat ia ingin menjadi nomor 1, pada saat itu juga ia merasa harus mengalahkan yang lain.

Kompetisi dalam arti mendorong seseorang meraih hasil nonor satu, tentu saja sangat positif. Sisi negative dari kompetisi adalah seseorang berpotensi jatuh pada upaya mengalahkan atau menjatuhkan orang lain dengan menggunakan cara yang tidak elok.

Tonya Harding, atlit putri  skating  tunggal paling kontroversial. Pada tahun 1990 dan 1991, ia berada di urutan kedua kejuaraan dunia. Ia seorang atlit yang sangat berbakat dan punya potensi menjadi yang terbaik di dunia. Namun, ambisi dan kedengkiannya membuat dirinya bertindak irasional. Ia menyuruh suaminya melukai kaki pesaing utamanya Nancy Keerigan dan menyuruh saudaranya menyerangnya.

Ilustrasi gambar. Bocah 8 tahun asal NTT  juara dunia matematika (sumber: https://www.tribunnews.com/)
Ilustrasi gambar. Bocah 8 tahun asal NTT  juara dunia matematika (sumber: https://www.tribunnews.com/)

Perilaku kompetisi ada hampir pada semua bidang kehidupan. Bidang perekomonmian, sosial, dan termasuk bidang keagamaan. Ini tentu sangat aneh.

Mereka yang mengikuti aliran ini selalu menjadikan alasan bahwa kompetisi akan membuat seseorang mengeluarkan potensi terbaiknya. Prestasi terbaik diraih karena semangat berkompetisi.

Kompetisi pun terjadi di dalam kelas. Diantara para pelajar dan mahasiswa. Peserta didik berlomba-lomba meraih akumulasi nilai tertinggi di dalam kelasnya. Terlebih Ketika peraih nilai teritnggi mendapatkan reward. Motivasi meraih penghargaan (reward) menjadi power pendorong dalam berkompetisi.

Ada alternatif lain yang menurut refleksi kami (saya dan peserta didik) sikap yang harus menjadi dasar perilaku setiap orang (peserta didik) yaitu kontribusi.

Kontribusi atau contribution menurut Kamus Cambridge bermakna sesuatu yang disumbangkan atau lakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain, atau untuk membantu membuat sesuatu menjadi sukses. Kontribusi tidak terbatas pada uang, tetapi juga ide, gagasan dan atau tindakan.

Dari sisi manusia sebagai citra Allah, konsep dasariah kontribusi inilah yang lebih tepat menjadi sikap dasar manusia. Sejatinya manusia secara kodrati adalah hidup bersama dengan dan untuk orang lain. Karena itu, kontribusi menjadi kodrat manusia. Bukan kompetisi

Kita harus lebih meyakini bahwa semakin besar dan banyak manusia berkontribusi untuk sesamanya dan semesta, ia akan semakin sukses.

Bagaimana sikap ini ditempatkan dalam sebuah perlombaaan?

Pada awal Januari 2023 saya mendapatkan Whatsapp yang isinnya ditawari ikut lomba menulis artikel dengan topik Asiknya Menjadi Pendidik. Artikel yang ditulis adalah kisah inspiratif riil sebagai seorang pendidik.

Saya mengikuti lomba ini dengan paradigma saya ingin berbagi kisah menjadi seorang pendidik itu sebuah perutusan. Saya tidak berpikir akan menjadpatkan juara. Yang ada dalam benak saya hanya satu. 

Saya ingin berbagi kisah. Saya kisahkan pengalaman riil saya menjadi pendidik. Dan menjadi pendidik bagi saya adalah sebuah perutusan dari Tuhan. Gagasan ini saya narasikan seoptimal mungkin. Hasilnya saya mendapat juara 1. Sungguh saya tidak merasa harus berkompetisi. Saya dengan senang melakukan (menulis). "Ini kesempatan saya berbagi (kontribusi)" pikir saya.

Pembelajaran di kelas kali ini, saya menjabarkan gagasan-gasasan yang memperkuat pernyataan (tesis) bahwa hidup ini kodratnya kontribusi bukan kompetisi. Saya sampaikan kepada para siswa bahwa semakin banyak kita berbuat baik (kontribusi) kepada orang lain dan semesta, maka semesta pun akan bekerja melakukan kebaikan untuk kita. Tidak mengherankan jika orang yang sukses itu akan semakin sukses Ketika ia selalu melakukan kebaikan untuk sesama dan semesta.

Untuk meyakinkan siswa bahwa hidup ini kodratinya adalah kontribusi, saya sampaikan nasihat seorang filsuf dari India, Preetha Krishna, " Alam akan menseleksi secara alamiah manusia yang tidak bermanfaat bagi semesta". Ingin hidup Anda Bahagia atau Sukses? Selalulah membiasakan berkontribusi. Karena kontribusi adalah kodrat sessungguhnya manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun