Gadai, atau yang juga dikenal dengan pandrecht, adalah salah satu hak kebendaan yang memberikan jaminan yang diatur dalam Buku II Titel 20 KUH Perdata, dimulai dari Pasal 1150 KUH Perdata. Pasal ini mendefinisikan gadai sebagai "suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut dengan didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, kecuali untuk biaya pelelangan dan biaya penyelamatan barang yang telah digadaikan."Â
Menurut Prof. R. Subekti, pandrecht adalah hak kebendaan atas barang bergerak milik orang lain yang diserahkan sebagai jaminan, bertujuan agar si berpiutang dapat mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang tersebut sebelum para kreditor lainnya. (Zaeni et al, 2018) Wiryono Prodjodikoro mengungkapkan bahwa gadai adalah hak yang diberikan kepada seorang berpiutang atas benda bergerak yang diserahkan oleh debitur atau pihak lain atas nama debitur untuk menjamin pembayaran utang, dengan memberikan hak kepada si berpiutang untuk menerima pembayaran lebih dahulu dari kreditor lainnya, yang diambil dari hasil penjualan barang tersebut.(Zaeni et al, 2018)Â
Definisi lain mengenai gadai dapat ditemukan dalam Artikel 1196 vv, Titel 19 Buku III NBW, yang menyatakan bahwa gadai adalah "hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut dengan didahulukan."(Salim, 2004) Â
2. Unsur-Unsur PandrechtÂ
Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah sebagai berikut:
 1. Adanya subyek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai).Â
2. Adanya obyek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.Â
3. Adanya kewenangan kreditur, yaitu hak yang dimiliki kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang yang digadaikan jika debitur gagal memenuhi kewajibannya.
3. Dasar Hukum PandrechtÂ
Dasar hukum gadai di Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:Â
1. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian
 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Pegadaian.Â
Di Indonesia, lembaga yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai adalah lembaga Pegadaian.
4. Subjek dan Objek PandrechtÂ
Subyek gadai terdiri dari dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer).Â
Pemberi gadai (pandgever) adalah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak kepada penerima gadai (pandnemer) untuk pinjaman uang yang diberikan kepada dirinya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai (pandgever) meliputi:Â
1. Orang atau badan hukum.Â
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak.Â
3. Kepada penerima gadai (pandnemer).Â
4. Adanya pinjaman uang.Â
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang mengelola lembaga gadai adalah perusahaan Pegadaian. Sifat usaha dari perusahaan Pegadaian adalah menyediakan pelayanan untuk kemanfaatan umum dan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.Â
Tujuan Perum Pegadaian adalah:Â
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah, dengan menyediakan dana berdasarkan hukum gadai dan jasa keuangan lainnya sesuai peraturan yang berlaku.
2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2000 tentang Perum Pegadaian).Â
Untuk mendukung tujuan tersebut, Perum Pegadaian juga melakukan usaha-usaha seperti:
 1. Menyalurkan uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia.Â
2. Pelayanan jasa titipan.Â
3. Pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu mulia.Â
4. Unit toko emas.Â
5. Industri perhiasan emas.Â
6. Usaha-usaha lain yang mendukung tujuan tersebut.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya, barang yang digadaikan harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang tersebut berada di bawah kekuasaan penerima gadai.Â
Asas ini dikenal sebagai asas inbezitstelling. Obyek gadai adalah benda bergerak, yang dibagi menjadi dua macam(Arrisman, 2024):Â
1. Benda bergerak berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dll.Â
2. Benda bergerak tidak berwujud, seperti piutang atas pembawa (aan toonder), piutang atas tunjuk (aan order), piutang atas nama (op naam). Â
Hak gadai diadakan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yang berbeda menurut jenis barangnya :Â
Jika yang digadaikan adalah benda bergerak berwujud atau surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), syarat-syaratnya meliputi:Â
a. Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai (pand-overeenkomst), yang dapat dibuat secara lisan atau tertulis.Â
b. Barang yang digadaikan harus berada di luar kekuasaan pemberi gadai (inbezitstelling), yaitu harus berada dalam kekuasaan penerima gadai.Â
Dalam praktik, jika barang yang digadaikan sangat dibutuhkan oleh pemberi gadai, dapat timbul kesulitan untuk memenuhi syarat tersebut. Untuk mengatasi hal ini, digunakan bentuk baru yang disebut "fiduciaire eigendomsoverdracht" (penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan), di mana hak milik atas benda dipindahkan kepada pemegang gadai, namun barangnya tetap ditahan oleh pemberi gadai.Â
Jika yang digadaikan adalah surat piutang op naam, syarat-syaratnya adalah:
a. Harus ada perjanjian gadai.Â
b. Harus ada pemberitahuan kepada debitur piutang yang digadaikan, sehingga hak penagihan beralih ke penerima gadai.
 Jika yang digadaikan adalah piutang atas tunjuk (aan order), syarat-syaratnya adalah:Â
a. Harus ada perjanjian gadai.
b. Harus ada endorsemen (penyerahan hak) dan surat piutang diserahkan.
REFERENSIÂ
Asyhadie, Z., & Kusumawati, R. 2018. Hukum Jaminan di Indonesia: Kajian Berdasarkan Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. Depok: PT Raja Grafindo Persada.Â
Hadisoeprapto, H. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Yogyakarta: Liberty.Â
Indonesia. 1999. Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, UU No. 42 Tahun 1999.Â
Salim, H. S. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Â
Sofwan, S. S. M. 1975. Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty.Â
Subagiyo, D. T. 2018. Hukum Jaminan dalam Perspektif Undang-Undangan Jaminan Fidusia (Suatu Pengantar). Usman, R. 2000. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Indonesia. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI