Kedua, kembangkan ekonomi kelautan terpadu dengan teknologi dan akses modal yang memadai.
Pemprov DKI mesti menyediakan program bantuan modal usaha dengan bunga sangat rendah atau bahkan tanpa bunga bagi nelayan Kepulauan Seribu untuk membeli alat tangkap modern yang ramah lingkungan.
Namun, bantuan modal saja tidak cukup. Pemerintah mesti membangun cold storage dan fasilitas pengolahan hasil laut di pulau-pulau utama seperti Pulau Pramuka, Pulau Panggang, dan Pulau Tidung.
Tujuannya agar nelayan dapat menyimpan hasil tangkapan lebih lama dan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah tinggi, seperti ikan asin berkualitas, kerupuk ikan, abon ikan, dan produk olahan rumput laut yang bisa menjadi oleh-oleh khas.
Fasilitasi pemasaran produk hasil laut Kepulauan Seribu ke pasar Jakarta dan bahkan ekspor dengan membangun sistem distribusi yang efisien, termasuk kerja sama dengan supermarket dan platform penjualan daring.
Latih warga dalam teknik budidaya rumput laut dan perikanan yang berkelanjutan, serta berikan sertifikasi produk organik atau ramah lingkungan yang dapat meningkatkan nilai jual dan daya saing produk mereka.
Ketiga, bangun pariwisata berbasis komunitas dengan regulasi yang ketat terhadap investor luar.
Pemprov DKI mesti mengeluarkan regulasi yang mewajibkan setiap usaha wisata di Kepulauan Seribu untuk mempekerjakan minimal 70 persen warga lokal dengan upah yang layak sesuai standar upah minimum regional.
Setiap pembangunan fasilitas wisata baru mesti melalui persetujuan komunitas lokal dan kajian dampak lingkungan yang ketat untuk memastikan kelestarian ekosistem laut yang menjadi modal utama pariwisata.
Kembangkan paket wisata berbasis komunitas yang melibatkan warga secara langsung: wisata nelayan di mana wisatawan dapat ikut melaut bersama nelayan lokal, wisata budidaya rumput laut, wisata kuliner dengan masakan khas yang diolah oleh ibu-ibu setempat menggunakan hasil laut segar, wisata budaya yang memperkenalkan kehidupan masyarakat kepulauan, dan wisata edukasi konservasi terumbu karang dan padang lamun.
Alokasikan sebagian dari retribusi wisata yang dikumpulkan pemerintah untuk dana pembangunan komunitas yang dikelola langsung oleh warga melalui mekanisme musyawarah.