Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Konsisten mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang terpantau di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sudah Saatnya Beralih ke Kompor Induksi

9 Juni 2025   13:11 Diperbarui: 10 Juni 2025   08:03 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ina (10), siswa salah satu SD di Kupang, Sabtu (26/11/2022) pukul 06.30 Wita, berdiri di samping kompor minyak tanah. KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Zaman sudah modern, tapi kok masih ada orang yang memasak pakai kompor berbahan minyak tanah? Apa enggak bahaya?

Tetangga kami di rusun memasak masih pakai kompor minyak tanah. Jujur, kami sangat terganggu dengan asap dan bau yang dihasilkan dari kompor minyak tersebut.

Kami sudah laporkan ke pihak pengelola rusun supaya ditegur. Tapi entahlah, mereka sudah menegur tetangga kami itu atau belum, sebab kami masih mencium bau minyak tanah.

Banyak yang belum tahu, memasak pakai kompor minyak tanah, ternyata memiliki risiko yang dapat berdampak pada kesehatan dan pencemaran lingkungan.

Tulisan ini akan menyoroti tiga aspek penting: alasan mayoritas masyarakat masih menggunakan kompor minyak di tengah zaman yang sudah modern, dampak negatif menggunakan kompor minyak bagi kesehatan dan lingkungan, serta himbauan untuk beralih menggunakan kompor induksi.

Mengapa Mayoritas Masyarakat Masih Pakai Kompor Minyak?

Masyarakat di beberapa daerah di Indonesia masih mengandalkan kompor minyak tanah meskipun Pemerintah sudah melakukan program konversi ke LPG.

Berdasarkan laporan CNN Indonesia, ada sembilan provinsi dan 103 kabupaten atau kota yang masih menggunakan kompor berbahan minyak tanah, dan belum dapatkan program konversi ke LPG 3 kg.

Program konversi ini bertujuan mengurangi penggunaan minyak tanah yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan.

Berikut beberapa alasan mengapa mayoritas masyarakat masih menggunakan kompor minyak tanah untuk memasak:

Pertama, minyak tanah sering kali lebih terjangkau dibandingkan kompor lain, terutama bagi masyarakat dengan pendapatan rendah.

Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, misalnya, harga elpiji ukuran 12 kilogram mencapai Rp 265.000 per tabung. Sehingga, sebagian warga pun memilih kembali menggunakan minyak tanah. (Kompas.id).

Kedua, minyak tanah masih mudah ditemukan di banyak daerah, bahkan di daerah yang sudah ada program konversi.

Ketiga, masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan kompor minyak tanah mungkin merasa sulit untuk beralih ke kompor induksi.

Keempat, sosialisasi tentang manfaat dan kelebihan kompor induksi mungkin belum menjangkau semua lapisan masyarakat.

Kelima, di beberapa daerah terpencil infrastruktur listrik mungkin belum memadai, sehingga minyak tanah jadi andalan.

Itulah beberapa kemungkinan mengapa di zaman yang sudah modern ini masih ada masyarakat yang menggunakan kompor minyak ketimbang kompor induksi.

Risiko bagi Kesehatan dan Lingkungan dari Menggunakan Kompor Minyak

Harus diakui bahwa mayoritas masyarakat kita terutama yang tinggal di desa masih mengandalkan kompor minyak lantaran ongkosnya lebih murah.

Tetapi, di balik kemudahan ini, sebenarnya tersimpan bahaya yang mengancam keselamatan mereka. Mari kita lihat apa saja bahayanya.

Pertama, paparan asap dan polutan. Pembakaran minyak tanah menghasilkan asap yang mengandung partikel halus dan senyawa berbahaya seperti karbon monoksida (CO) dan nitrogen dioksida (NO).

Paparan jangka panjang terhadap polutan ini dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan, termasuk asma dan penyakit paru obstruktif kronis (COPD).

Kedua, risiko ledakan dan kebakaran. Kompor minyak tanah dapat menjadi berbahaya kalau tidak digunakan dengan hati-hati.

Misalnya, mengisi tangki minyak saat kompor masih menyala dapat menyebabkan uap minyak menyala dan memicu ledakan.

Ketiga, pencemaran lingkungan. Penggunaan kompor minyak tanah dapat menghasilkan asap tebal yang berkontribusi pada polusi udara dan pencemaran lingkungan sekitar.

Asap ini tidak cuma berdampak pada kesehatan manusia, tapi juga dapat mencemari tanah dan lingkungan sekitarnya.

Sudah Saatnya Beralih ke Kompor Induksi

Sudah saatnya untuk kita beralih ke kompor listrik atau kompor induksi yang lebih ramah lingkungan dan memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

Sebelum pindah ke rusun, kami memasak menggunakan kompor gas (LPG 3 kg). Tapi sekarang, kami sudah beralih ke kompor listrik, sebab lebih aman dan irit.

Memang, kompor gas juga dapat menjadi alternatif, namun tetap perlu perhatian terhadap ventilasi dan pemeliharaan untuk mengurangi risiko paparan polutan.

Berikut ini beberapa alasan mengapa masyarakat Indonesia mesti mulai meliri atau beralih ke kompor induksi ketimbang kompor minyak atau kompor gas:

Pertama, penggunaannya lebih efisien ketimbang kompor lain. Baik kompor minyak atau kompor gas membutuhkan bahan bakar supaya dapat beroperasi.

Kalau bahan bakar itu habis, penggunanya perlu memasang ulang gas atau mengisi minyak baru. Sedangkan, pada kompor induksi, pengguna tidak perlu membongkar-pasang bahan bakar, karena selama kompor terhubung arus listrik, kompor induksi dapat digunakan kapan saja.

Selain itu, kompor induksi juga menawarkan kemudahan dalam pengoperasian. Kita cuma perlu menekan tombol dan kompor akan menyala dengan cepat.

Bahkan, kompor induksi juga punya tombol pengatur temperature, sehingga memudahkan pengguna menyesuaikan suhu ketika memasak hidangan tertentu.

Kedua, pemanasan yang diberikan oleh kompor induksi lebih merata disbanding kompor lain. Kompor induksi beroperasi dengan memberikan gelombang elektromagnetik dari bagian pemanas di dalamnya kepada alat masak khusus.

Dengan demikian, panas yang dihasilkan oleh kompor induksi hanya akan berfokus pada seluruh permukaan alat masak tersebut. Akibatnya, peralatan akan jauh lebih cepat panas.

Dalam sebuah pengujian oleh PLN, waktu yang diperlukan bagi kompor induksi untuk memasak satu liter air hanya setengah dari kompor gas.

Ketiga, permukaan yang rata dan tanpa api membuat kompor induksi lebih mudah dibersihkan. Berbeda dengan kompor gas yang menghasilkan api yang meninggalkan bekas tertentu di permukaan kompor, justru kompor induksi menawarkan kemudahan dalam pembersihannya.

Kita hanya perlu menggunakan kain atau tisu untuk membersihkan sisa-sisa masakan dengan sekali sapuan.

Keempat, dalam penggunaan keamanan lebih terjamin. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kompor induksi tidak menghasilkan api seperti pada kompor gas maupun minyak.

Oleh sebab itu, risiko kebakaran karena penyebaran api tidak dapat terjadi pada kompor induksi. Selain itu, berkat sumber panasnya yang berasal dari listrik, risiko seperti tabung gas bocor dapat diantisipasi.

Kompor induksi juga jauh lebih aman digunakan dari kecerobohan hingga pada anak-anak. Sebab, cara kerjanya yang hanya memanaskan peralatan masak membuat permukaan kompor ini akan tetap dingin begitu peralatan masak diangkat.

Hal inilah yang mengurangi risiko pengguna terkena panas dari kompor ketika selesai memasak.

Kelima, mendukung program pemerintah untuk menggunakan peralatan yang lebih ramah lingkungan.

Penggunaan energi listrik untuk memasak akan membuat penggunaan gas semakin berkurang dari tahun ke tahun.

Apalagi PLN selaku BUMN yang bertugas memasok listrik ke seluruh negeri juga berkomitmen untuk tidak membangun lagi pembangkit listrik yang menggunakan tenaga fosil.

Dengan demikian, target PLN supaya Indonesia dapat bebas dari emisi pada tahun 2060 dapat kita wujudkan, kalau pada tingkat rumah tangga saja ikut berkontribusi dalam mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, walaupun dianggap murah dan praktis, penggunaan kompor minyak tanah menyimpan bahaya besar bagi kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan.

Maka, sudah saatnya kita membuka mata dan memilih alternatif yang lebih aman dan berkelanjutan.

Kompor induksi bukan sekadar simbol modernitas, tapi juga langkah nyata untuk hidup lebih sehat, lebih hemat, dan lebih peduli terhadap bumi yang kita tinggali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun