Menariknya, penelitian ini menemukan rata-rata kadar oksigen terlarut sebesar 10, sementara standar SNI (2001) merekomendasikan 3 hingga 6.
Sekitar 10 km dari Situ Pamulang, penelitian di Taman Kota 2 BSD menunjukkan bahwa kondisi perairan di area tersebut masih mendukung perkembangan capung, didukung oleh vegetasi yang rapat dan aliran Sungai Cisadane. Berdasarkan pengamatan, terdapat 22 spesies capung di wilayah ini.
Alih fungsi lahan di Jakarta dan kota-kota penyangganya memberikan tekanan yang menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati.
Misalnya, penelitian oleh Patty (2006) menyatakan bahwa rendahnya keanekaragaman capung di wilayah tersebut disebabkan oleh perluasan area pemukiman, penyusutan air danau, dan ekspansi kawasan wisata di Situ Gintung yang mengurangi keanekaragaman vegetasi.
Studi oleh Shannon McCauley et al. (2018), juga menunjukkan penurunan kelangsungan hidup nimfa seiring peningkatan suhu.
Peran Capung dalam Ekosistem
Capung (Odonata) memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem, baik di lingkungan perairan maupun daratan.
Sebagai predator alami, capung dewasa dan larvanya aktif memangsa berbagai serangga kecil yang sering dianggap hama, seperti nyamuk, kutu daun, dan wereng.
Dengan demikian, keberadaan capung membantu mengendalikan populasi hama secara alami, mendukung praktik pertanian berkelanjutan tanpa ketergantungan berlebihan pada pestisida kimia.
Selain itu, capung berfungsi sebagai bioindikator kualitas lingkungan. Siklus hidup capung yang bergantung pada habitat perairan yang bersih dan kaya oksigen menjadikan mereka indikator efektif terhadap kesehatan ekosistem perairan.
Penurunan populasi capung sering mencerminkan degradasi kualitas air akibat pencemaran atau perubahan iklim.
Upaya Pelestarian Populasi Capung
Untuk memastikan kelangsungan hidup capung dan peran pentingnya dalam ekosistem, diperlukan berbagai langkah konservasi yang efektif: