Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengurai Problematika Urbanisasi ke Jakarta Pasca-Lebaran

12 April 2024   14:45 Diperbarui: 12 April 2024   14:51 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gerbang Tol Cikampek Utama yang dilalui pemudik dari arah Jakarta maupun sebaliknya. (Sumber gambar: rri.co.id)

"Urbanisasi itu boleh-boleh saja, asal jangan merusak tata ruang" Justin Adrian, Anggota DPRD DKI 

Perayaan Idul Fitri 1445 Hijriah atau dikenal dengan Lebaran 2024 baru saja usai. Meskipun demikian, masa cuti bersama masih terus berlangsung hingga 15 April.

Bahkan, pemerintah mengusulkan untuk bekerja dari rumah khususnya pada Selasa dan Rabu, 16 dan 17 April demi menghindari kepadatan di jalan saat arus balik Lebaran.

"Kita lagi mengusulkan ke Pak Presiden untuk work from home di hari Selasa dan Rabu," ujar Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan (Menhub) saat dihubungi wartawan Kompas.com (10/4/2024).

Puncak arus balik Lebaran sendiri diprediksi jatuh pada Minggu dan Senin, 14 dan 15 April dengan potensi pergerakkan masyarakat sebesar 40,99 juta orang atau 21,16 persen.

Mengutip laman Tempo.co, khusus daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (jabodetabek) diprediksi pergerakkan masyarakat yang balik dari libur Lebaran sebesar 6,12 juta orang atau 21,52%.

Bisa dikatakan bahwa momen Lebaran identik dengan fenomena urbanisasi -- penduduk beralih dari pedesaan ke perkotaan.


Proses urbanisasi masyarakat dari desa ke kota dipengaruhi oleh pembangunan yang berpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, sehingga menarik penduduk dari berbagai daerah untuk mencari pekerjaan dan peluang ekonomi yang lebih baik.

Sekda DKI Jakarta, Joko Agus Setyono, jauh-jauh hari telah menghimbau kepada warga Jakarta yang mudik, agar ketika kembali nanti tidak mengajak sanak saudara atau tetangga untuk mengadukan nasib di Jakarta, tanpa persiapan yang memadai.

Senada dengan itu, Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, meminta pendatang baru yang ingin mengadu nasib di Jakarta seusai Lebaran, memiliki kemampuan kerja dan tempat tinggal.

Saya kira, apa yang disampaikan oleh kedua tokoh publik di atas, tidak boleh dinilai sebagai sebuah bentuk larangan kepada masyarakat yang ingin mengadukan nasib di Jakarta seusai Lebaran, tetapi menilainya sebagai sebuah bentuk nasihat.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketenteraman penghuni ibu kota, kedua toko tersebut, tentu ingin supaya para pendatang baru terjamin hidupnya selama di Jakarta.

Sebab, bagaimana pun, pergerakan yang cepat dan tidak terkendali dapat menyebabkan tekanan besar pada infrastruktur kota, termasuk sistem transportasi.

Demi mengantisipasi lonjakan tak terkendali pasca-Lebaran 2024 di DKI Jakarta, dalam artikel ini, saya mencoba membeberkan empat solusi nyata. Mari saya mengajak anda melihat keempat solusi nyata yang dimaksud.

Pertama, kaum urban perlu memiliki persiapan yang memadai sebelum mengadu nasib di ibu kota, mulai dari keterampilan bekerja, jaminan tempat tinggal, hingga modal dana.

Saya setuju dengan Pemprov DKI Jakarta yang menghimbau supaya kaum urban yang ingin mengadukan nasib ke Jakarta setelah libur Lebaran perlu memiliki kemampuan bekerja dan jaminan tempat tinggal.

Bahkan, tidak cukup itu saja, saya kira, kaum urban yang ingin mengadu nasib di Jakarta perlu memiliki dana yang cukup sebagai jaminan hidup selama di Jakarta.

Sebab, jika kaum urban ke Jakarta tanpa persiapan yang matang, akan menjadi beban bagi pemerintah. Sudah banyak kasus, di mana kaum urban yang nekat datang ke Jakarta tanpa memiliki modal skill, jaminan tempat tinggal, dan dana pada akhirnya terlantar dan terlibat berbagai kasus kriminal.

Kedua, kaum urban wajib melapor ke di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Secara umum, pendatang baru terdiri dari dua tipe: pendatang yang ingin menetap (permanen) dan pendatang yang tidak menetap (non-pendatang).

Setiap pendatang baru, baik yang menetap dan tidak menetap diwajibkan untuk melapor ke RT/RW di lokasi domisilinya terlebih dahulu. Setelah itu, baru melapor ke Disdukcapil DKI Jakarta.

Pendataan administrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah pendatang baru yang masuk ke Jakarta dan maksud kedatangan mereka ke ibu kota.

Ketiga, pemerintah DKI Jakarta perlu memberi pelatihan kerja kepada kaum urban. Mengutip laman Antaranews.com, dalam beberapa tahun terakhir ini, tercatat sekitar 50% pendatang baru yang mengadukan nasib di Jakarta tidak memiliki keterampilan bekerja.

Kondisi ini apabila dibiarkan, maka akan menciptakan masalah baru. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta berinisiatif memberikan pelatihan keterampilan bekerja kepada kaum urban melalui Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) di beberapa wilayah.

Kaum urban yang belum memiliki skill dapat mendaftarkan diri supaya diperlengkapi terlebih dahulu, sebelum masuk ke dalam dunia kerja.

Keempat, pemerintah DKI Jakarta perlu membuka lapangan pekerjaan baru bagi kaum urban yang mengadukan nasib di Jakarta.

Menurut laporan Kompas.id, jumlah penduduk yang bekerja di DKI Jakarta pada Agustus 2023 mencapai 5,07 juta orang dari 5,43 juta penduduk angkatan kerja. Jumlah ini naik 197.000 orang dari Agustus 2022.

Masih dalam laporan Kompas.id, meskipun jumlah penduduk yang bekerja di Jakarta naik menjadi 5,07 pada Agustus 2023, sejumlah pekerja mengaku tidak bekerja sesuai bidangnya dan warga masih mengalami susahnya mencari pekerjaan. Kondisi ini, tentu akan menciptakan masalah baru.

Bercermin dari tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2024 ini, diharapkan agar Pemprov DKI Jakarta lebih siap dengan membuka lapangan pekerjaan baru khususnya bagi kaum urban.

Pemprov DKI Jakarta dapat berkolaborasi dengan pihak Swasta dalam menyediakan lapangan pekerjaan baru, terlebih memastikan setiap warga (kaum urban) mendapatkan pekerajaan sesuai bidang mereka.

Sebagai kesimpulan: Dalam menyikapi problematika urbanisasi di DKI Jakarta, maka diperlukan kerja sama yang baik antara kaum urban, pemerintah dan swasta.

Dengan adanya kerja sama yang baik, niscaya Jakarta akan menjadi kota yang tertip secara administrasi terlebih lagi berkurangnya angka pengangguran di ibu kota.

Mari kita bersama-sama menciptakan Jakarta sebagai kota yang tertip, aman, dan tenteram - sehingga menjadi daya tarik bagi turis lokal maupun asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun