Mohon tunggu...
Bilhaq Faizin Syukron
Bilhaq Faizin Syukron Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Saya seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta yang memiliki minat di bidang kesejahteraan sosial, sejalan dengan spesialisasi Jurusan Ilmu Kesejahteran Sosial. Saya memiliki pemahaman mendalam tentang analisis data kasus, kebijakan dan perencanaan sosial, dan memiliki cita-cita yang tinggi untuk bekerja pada bidang pembangunan kualitas sumber daya manusia dan program pengembangan. Kegiatan dan masyarakat: Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Ssosial FISIP UMJ, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat FISIP UMJ, Praktikan Laboratorium Kesejahteraan Sosial FISIP UMJ, dan Relawan Sosial Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial PP Muhammadiyah. Aktif memimpin program, pemberdayaan masyarakat, pengembangan anggota, seminar nasional, serta kolaborasi lintas sektor dalam program pemberdayaan HMKS FISIP UMJ.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Pembangunan Sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan yang Berkelanjutan

5 Oktober 2025   20:49 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:49 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu pembangunan merupakan tema yang tidak asing di tengah masyarakat global. Kompleksitas yang terkandung di dalamnya tidak dapat direduksi hanya pada aspek pembangunan infrastruktur fisik semata, seperti pembangunan jalan raya, jembatan, atau fasilitas publik lainnya. Pembangunan sesungguhnya mencakup proses yang lebih komprehensif, yakni upaya sistematis untuk meningkatkan kapasitas individu maupun kelompok agar mampu hidup mandiri, menguasai serta mengelola sumber daya, mengembangkan keterampilan, dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan arah pembangunan. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya berorientasi pada hasil material, tetapi lebih jauh berfungsi menempatkan masyarakat sebagai subjek utama dalam proses pembangunan. Hal ini diwujudkan melalui berbagai program strategis di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kelembagaan, dan pengelolaan lingkungan.

Literatur pembangunan menegaskan bahwa bidang ini sangat luas dan multidimensional, sehingga menjadi perhatian utama berbagai kajian akademis, laporan penelitian, serta dokumen kebijakan internasional. Pembangunan bahkan dapat dikatakan sebagai isu sentral di setiap negara karena keterkaitannya dengan persoalan fundamental seperti kemiskinan, konflik sosial, migrasi, hak asasi manusia, globalisasi ekonomi, perubahan iklim global (UNDP, 2005a; 2007; 2009b; Rodriguez & Bonilla, 2007). Kemerosotan ekonomi seperti krisis keuangan global, dan permasalahan lainnya, lihat misalnya, situs web yang didanai DFID (http://www.gsdrc.org./). Oleh sebab itu, kajian tentang pembangunan tidak bisa hanya diarahkan pada dimensi makro, melainkan juga perlu menyoroti aspek mikro, yakni pembangunan masyarakat pada tingkat lokal atau akar rumput. Hal ini penting, mengingat pada level lokal biasanya terdapat konsentrasi kemiskinan yang tinggi dan keberadaan kelompok masyarakat terpinggirkan. Dengan kata lain, pembangunan yang menekankan pada pemberdayaan masyarakat lokal merupakan strategi fundamental, terutama bagi negara-negara berkembang.

Namun, pembangunan tingkat lokal bukanlah isu yang relevan hanya bagi negara-negara berkembang. Dalam praktiknya, fokus pada pembangunan lokal juga mendapat perhatian serius di negara-negara maju, khususnya dalam kerangka kerja sosial dan kebijakan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif ini, pembangunan dipahami memiliki beragam jalur implementasi. Pertama pembangunan yang dipaksakan, di mana aktor eksternal, terutama negara-negara kuat atau lembaga internasional, memainkan peran dominan dalam menentukan arah pembangunan suatu negara, yang sering digambarkan sebagai pendekatan dari atas ke bawah yang berfokus pada kebijakan ekonomi makro dan politik, tetapi dengan implikasi yang diasumsikan pada tingkat mikro; dan pembangunan yang dibantu secara eksternal, atau kecenderungan pembangunan dalam banyak konteks untuk bergantung pada bantuan dan investasi eksternal. Kedua, pembangunan yang dikendalikan negara, yang bercorak top-down dengan menekankan kebijakan ekonomi makro serta perencanaan politik yang terpusat. Ketiga, pembangunan dengan bantuan eksternal, yang banyak muncul pasca Perang Dunia II, di mana bantuan internasional maupun investasi luar negeri menjadi instrumen penting bagi pembangunan nasional.

Selain jalur tersebut, dimensi pembangunan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) memegang peran strategis dalam memperkuat keberlanjutan pembangunan. Todaro (1997) menjelaskan bahwa modal manusia meliputi investasi produktif yang diwujudkan dalam keterampilan, kesehatan, dan pengetahuan melalui pendidikan, pelatihan, dan layanan kesehatan. Dengan demikian, pengembangan SDM tidak hanya diarahkan untuk memperkuat basis pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjadi prasyarat bagi perkembangan politik yang partisipatif. Masyarakat yang sehat, terdidik, dan terbebas dari tekanan kebutuhan dasar memiliki kapasitas lebih besar untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Namun, sebagaimana dikritisi oleh Corner (1986), terdapat kecenderungan sebagian pemerintah yang secara sadar menunda atau menghambat pengembangan SDM karena khawatir terhadap implikasi politik berupa peningkatan kesadaran dan kekuatan kaum miskin. Padahal, peningkatan kualitas SDM justru menjadi fondasi penting bagi strategi pembangunan anti-kemiskinan.

Pencapaian pengembangan SDM tercermin melalui program-program di bidang pendidikan formal maupun non-formal, pelatihan tenaga kerja, kesehatan, gizi, serta program keluarga berencana. Bank Dunia (1993) menegaskan bahwa investasi kesehatan tidak hanya memiliki justifikasi moral sebagai bagian dari kesejahteraan manusia, tetapi juga berkontribusi langsung pada peningkatan produktivitas ekonomi. Persoalan utama dalam konteks ini adalah sejauh mana pembiayaan pembangunan SDM dapat dilakukan secara berkelanjutan, serta siapa aktor utama yang memikul tanggung jawab tersebut. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa pengembangan SDM merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, lembaga internasional, hingga individu sebagai agen pembangunan.

Pencapaian dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan indikator penting bagi keberhasilan pembangunan suatu negara. Hal ini tercermin melalui pelaksanaan berbagai program di bidang pendidikan formal maupun non-formal, pelatihan tenaga kerja, peningkatan kualitas kesehatan, pemenuhan gizi masyarakat, serta pelaksanaan program keluarga berencana yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup. Bank Dunia (1993) menegaskan bahwa investasi di bidang kesehatan tidak hanya memiliki landasan moral sebagai bagian integral dari upaya mewujudkan kesejahteraan manusia, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan produktivitas ekonomi dan daya saing nasional. Persoalan mendasar yang kemudian muncul adalah bagaimana memastikan pembiayaan pembangunan SDM dapat dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dalam jangka panjang, mengingat keterbatasan sumber daya dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, tanggung jawab pengembangan SDM tidak dapat dibebankan hanya pada pemerintah, melainkan harus menjadi agenda kolektif yang melibatkan peran aktif berbagai aktor, mulai dari masyarakat sipil, sektor swasta, lembaga internasional, hingga individu sebagai agen pembangunan. Sinergi antaraktor tersebut diperlukan untuk menciptakan sistem yang inklusif, berkeadilan, serta mampu menjawab tantangan globalisasi dan dinamika sosial-ekonomi yang terus berkembang. Dengan demikian, pengembangan SDM bukan hanya instrumen untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, tetapi juga merupakan strategi fundamental dalam memperkuat fondasi pembangunan berkelanjutan.

Dalam kerangka pembangunan tingkat lokal, pendekatan bottom-up dianggap sebagai pelengkap sekaligus koreksi dari kelemahan pembangunan top-down. Model pembangunan berbasis masyarakat ini menekankan pemberdayaan individu, keluarga, dan komunitas sebagai aktor utama pembangunan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (1971) bahkan mengakui pembangunan masyarakat sebagai kekuatan signifikan untuk mendorong transformasi sosial-ekonomi di negara-negara berkembang. Sejarah juga menunjukkan bahwa banyak negara seperti Korea, Tanzania, India, dan Meksiko telah melaksanakan program pembangunan masyarakat berskala besar sebagai bagian integral dari strategi nasional mereka.

Namun demikian, penting untuk ditekankan bahwa pembangunan lokal tidak dapat berdiri sendiri. Friedmann (1992) menegaskan bahwa meskipun pembangunan alternatif berakar pada level lokal, negara tetap memiliki peran sentral. Negara diharapkan tidak hanya menjadi fasilitator, tetapi juga aktor yang bertanggung jawab dalam memastikan keberlanjutan, keadilan, dan inklusivitas pembangunan. Dengan kata lain, sinergi antara negara, masyarakat lokal, dan lembaga internasional menjadi kunci keberhasilan pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun