Implikasi dalam pendidikan anti-korupsi:
Mahasiswa dididik untuk bertindak secara otonom, bukan karena takut hukuman.
Prinsip moral tidak semata-mata ditanamkan secara normatif, tetapi diyakinkan melalui logika dan pengalaman kritis.
Contoh Nyata 2:
Di Universitas Indonesia, mahasiswa fakultas kedokteran mengikuti program "Klinik Integritas", di mana mereka diminta mengambil keputusan medis dalam simulasi etis yang kompleks. Tujuannya agar mereka belajar menginternalisasi keputusan moral sebagai agen profesional.
3. Penyebab Korupsi: Lemahnya Rasionalitas Moral dan Budaya Permisif
Korupsi lahir bukan hanya dari kebutuhan ekonomi, tetapi dari hilangnya rasionalitas moral dan lemahnya kontrol sosial. Dalam masyarakat permisif, tindakan amoral menjadi kebiasaan yang dimaklumi. Oleh karena itu, pendidikan harus menghidupkan kembali nalar etis dan kontrol budaya berbasis kejujuran.
Implikasi dalam pendidikan anti-korupsi:
Pembelajaran harus fokus pada penguatan penalaran etis dan hukum sejak dini.
Mahasiswa diajak memahami bahwa korupsi bukan kesalahan kecil, tetapi pelanggaran rasional terhadap keadilan sosial.
Contoh Nyata 3:
Program "Debat Etika Publik" di Universitas Gadjah Mada mewajibkan mahasiswa fakultas sosial dan hukum mendebat kasus nyata korupsi dengan pendekatan filsafat etika, termasuk pendekatan Kant, Mill, dan Habermas.
4. Tujuan Paideia: Membentuk Warga Rasional dan Bertanggung Jawab
Tujuan utama Paideia adalah membentuk warga negara yang rasional, sadar hukum, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Paideia tidak hanya ingin mencetak profesional unggul, tetapi manusia yang memiliki moralitas sipil tinggi.
Implikasi dalam pendidikan anti-korupsi:
Pendidikan harus mengarah pada civic education yang berbasis etika publik.