Mohon tunggu...
Bicara Semesta
Bicara Semesta Mohon Tunggu... Penulis - Sebuah platform yang digagas oleh Departemen PSDM bidang Kastrat Himpunan Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Bidang Penalaran dan Literasi PSDM Himpunan Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya Malang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Represifitas Aparat dalam Kehidupan Demokrasi

14 Juli 2020   15:59 Diperbarui: 14 Juli 2020   19:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peristiwa reformasi merupakan sebuah titik balik bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia telah mengalami proses transisi yang luar biasa sejak masa reformasi dimulai. Transisi ini ditandai dengan adanya prinsip-prinsip demokrasi yang menggantikan prinsip otoriter dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai demokrasi yang dibawa oleh reformasi ini membuat masyarakat percaya bahwa terdapat harapan baginya untuk mengemukakan ide dan gagasan tanpa merasa terintimidasi oleh pihak manapun. Adanya reformasi membuat kita sebagai warga negara turut serta dalam proses pembangunan di Indonesia, sehingga kita secara tidak langsung mendorong Indonesia ke arah yang lebih baik.

Namun, peristiwa reformasi yang mengedepankan prinsip demokrasi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kembali diciderai oleh oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. Kebebasan yang merupakan output dari peristiwa reformasi ini dianggap sebagai sebuah perlawanan bagi mereka yang memiliki kepentingan tersembunyi. Di negara demokrasi yang seharusnya menjadi ruang yang ideal bagi perbedaan ide dan gagasan, berubah menjadi pembungkaman terhadap mereka yang tidak sepaham dengan pemerintah. Pembuat kebijakan dianggap sebagai golongan yang tidak boleh dibantah dan harus diterima kebijakannya, dengan dalih kebaikan bersama. 

Hal ini telah mengingatkan penulis pada masa Orde Baru, yang dimana pihak berkuasa menggunakan cara-cara represif dalam mengatur warga negara. Peristiwa ini juga memunculkan pertanyaan di benak penulis terkait dengan kebebasan ekspresi.

Mungkin belum luput dipikiran masyarakat terkait dengan gerakan Reformasi di Korupsi yang terjadi pada bulan September silam. Mahasiswa yang menyuarakan pendapatnya terhadap upaya pemerintah dalam melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan tindakan represif dan intimidatif dari aparat. Adanya siswa STM pembawa bendera merah putih di depan gedung DPR  yang mengaku disiksa dan dipaksa mengakui perbuatannya merupakan salah satu contoh yang penulis angkat untuk mempertanyakan Indonesia sebagai negara demokrasi. Siswa yang bernama Luthfi ini mengatakan bahwa selama dia ditahan, dia disetrum dan dipukuli oleh penyidik dikarenakan Luthfi tidak mengakui perbuatan yang memang tidak dilakukan olehnya (Lova, 2020). Selain peristiwa Luthfi, penulis juga menyoroti terkait dua mahasiswa yang tewas pada unjuk rasa di kantor DPRD. Yusuf tewas karena tertembak polisi saat unjuk rasa berlangsung, sedangkan Randi tewas setelah sempat mengalami keadaan kritis diakibatkan pemukulan yang dilakukan oleh aparat (Rahma, 2019).

Peristiwa yang terjadi di Pamekasan menambah daftar hitam dari represifnya aparat di dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Terdapat tiga orang mahasiswa yang diketahui mengalami luka-luka saat berunjuk rasa di kantor DPRD Pamekasan. Korban tersebut bernama Ficky yang mengalami kepala bocor, Yasin yang mengalami luka di bagian dada, dan Khairul Umam yang lemas setelah menerima penganiayaan dari polisi (Ridwan, 2020) Ketiga korban ini merupakan kader dari salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek) yang menolak penggalian tambang illegal di Pamekasan. Mahasiswa yang berusaha untuk menemui pemangku kebijakan untuk membahas aspirasi yang dibawa. Namun, dikarenakan aspirasi yang disampaikan tidak membuahkan hasil, mahasiswa mencoba untuk masuk ke gedung DPRD hingga terjadi bentrokan antara mahasiswa dan polisi (Fauzi, 2020 ).

Apabila dikaji dari aspek akademis, adanya represivitas yang dilakukan oleh aparat kepada mahasiswa berkaitan dengan tindakan rasionalitas komunikatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas. Penulis melihat bahwa aparat telah gagal dalam menciptakan komunikasi yang baik dan menggunakan komunikasi yang bersifat menguasai. Tindakan yang dilakukan oleh aparat mempertebal dominasi yang dimilikinya terhadap masyarakat, dalam hal ini adalah mahasiswa. Rasionalitas komunikatif merupakan perilaku komunikasi yang merujuk pada terbentuknya rasionalitas yang didasari pada keberhasilan proses interaksi antar pihak (Nuris, 2016). Rasionalitas komunikatif sangat penting dilakukan, karena melalui tindakan inilah, komunikasi yang bersifat setara akan didapat, sehingga terjadi pertukaran gagasan dalam sebuah forum yang nantinya akan bermanfaat untuk membentuk konsensus. Menurut Habermas, kebenaran dapat dilihat tidak berasal dari satu sisi, melainkan sesuatu yang dianggap menjadi kebenaran apabila pihak-pihak tertentu mampu untuk saling mengkritik klaim sepihak dengan bersandar pada pemikiran yang rasional, sehingga memunculkan sebuah kesimpulan yang bermanfaat ('Irfaan, 2009). Oleh karena itu, dalam konteks unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, aparat seharusnya mampu untuk menciptakan tindakan rasionalitas komunikatif, yaitu menggelar diskusi. Melalui cara ini, penulis meyakini bahwa cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman antara aparat dengan mahasiswa, sehingga mampu menekan represivitas aparat.

DAFTAR PUSTAKA
'Irfaan, S. (2009). Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial. JURNAL DAKWAH KOMUNIKASI , 4.
Fauzi. (2020 ). Aksi Demonstrasi Ricuh, Kepala Kader PMII Pamekasan Bocor Hingga Dilarikan Kerumah Sakit. Pamekasan: detikkota.com.
Lova, C. (2020). Dipaksa Akui Lempar Batu, Lutfi Si Pembawa Bendera Mengaku Disetrum dan Dipukul. Jakarta: Kompas.com.
Nuris, A. (2016). TINDAKAN KOMUNIKATIF:Sekilas tentang Pemikiran Jrgen Habermas. Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 44.
Rahma, A. (2019). Polisi Tersangka Penembakan Randi Ditahan di Bareskrim Polri. Jakarta: TEMPO.CO.
Ridwan. (2020). Aksi Tolak Tambang Ilegal, Kader PMII Pamekasan Diamuk Polisi hingga Kepala Bocor. Pamekasan: Koran Madura.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun