Itulah sebabnya, ketika PRI mengadakan peringatan 3 tahun Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta, yang merupakan lokasi dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan RI, Belanda menghambat. Acara api unggun yang diadakan di sana dibubarkan Belanda, dan mengakibatkan seorang Pandu yang bernama Soeprapto tertembak. Sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (sekarang bernama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) di Jalan Diponegoro yang jaraknya kurang dari satu kilometer, sayang nyawanya tak terselamatkan. Soeprapto gugur.
Jenazah Suprapto di rumah sakit dengan seorang perawat perempuan, sempat difoto dan disebarluaskan. Foto itu kemudian dijadikan desain salah satu "prangko Wina", sebutan untuk prangko Indonesia yang diterbitkan di Wina, Austria, dan juga di Amerika Serikat, pada sekitar 1947-1949. Prangko itu berharga satuan 10 sen, dan hanya salah satu dari puluhan prangko Wina yang pernah dicetak.
Kembali ke PRI, keberadaan PRI semakin mengecil ketika Belanda melarang semua aktivitas PRI di daerah-daerah yang dikuasai Belanda di Indonesia. Maka untuk tetap memberikan kesempatan kepada anak dan remaja berkegiatan kepanduan, berdirilah berbagai organisasi kepanduan. Di antaranya, Kepanduan Putera Indonesia, Pandu Puteri Indonesia, dan lainnya.
Setelah perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI berhasil dan Belanda hengkang dari Indonesia, maka PRI kembali mengadakan kongres. Dalam kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 20-22 Januari 1950, didapat kesepakatan untuk memberi kesempatan terbukanya organisasi kepanduan baru. Ini berarti PRI bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan resmi di Indonesia.
Pemerintah pun menerbitkan Keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. yang ditandatangani pada 6 September 1951. Isinya mencabut pengakuan bahwa PRI merupakan satu-satunya wadah kepanduan di Indonesia.
Berdirinya Ipindo
Tak berselang lama, para wakil organisasi kepanduan yang ada bertemu di Jakarta dan melaksanakan pertemuan pada 16 September 1951. Hasilnya adalah berdirinya Ipindo sebagai federasi organisasi kepanduan di Indonesia. Berbagai organisasi kepanduan yang ada tetap dapat melaksanakan kegiatan masing-masing, tetapi semuanya berinduk kepada Ipindo. Di antara yang bergabung dengan Ipindo, termasuk PRI.
Pemerintah kemudian menyatakan persetujuan terhadap berdirinya Ipindo pada 22 Februari 1952. Tanggal itu tampaknya dipilih karena merupakan peringatan Hari Baden-Powell atau di dunia internasional disebut The Founder's Day, merujuk pada tanggal kelahiran Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, pada 22 Februari 1857.
Buku Petundjuk Permainan Pandu itu diterbitkan pada tahun yang sama, dengan tahun pengakuan Pemerintah pada Ipindo, yaitu 1952. Boleh jadi karena itulah, POR yang disusun Kak Soemardjo masih mencontoh pada berbagai hal dari kepanduan sebelumnya, termasuk dari POR Kepanduan Inggris.