Kemarin (21 April 2025), kita baru saja memperingati Hari Kartini, tokoh emansipasi perempuan Indonesia. Dalam kaitan dengan peringatan tersebut, penulis juga mengunggah tulisan di Kompasiana berjudul "Kartini, Panutan Pandu Putri Indonesia" (bisa dibaca di sini).
Dalam tulisan itu, penulis mengungkapkan tentang perkembangan gerakan pendidikan kepanduan di Tanah Air. Gerakan kepanduan yang telah dimulai pada 1912 di masa Hindia-Belanda, ketika Indonesia masih dijajah Belanda, sempat terhenti sejenak dan walaupun tetap ada, kurang berjalan baik di zaman penjajahan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, gerakan kepanduan kembali bergerak maju. Organisasi-organisasi kepanduan tumbuh subur di Indonesia. Berbagai materi kepanduan yang digunakan di zaman penjajahan, mulai disesuaikan dengan kebutuhan di masa Indonesia merdeka.
Penulis juga sempat menuliskan, bahwa sebelum Indonesia merdeka, tokoh-tokoh panutan bagi para pandu masih sebatas Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, dan istrinya yang didaulat menjadi Ibu Pandu Putri Sedunia, Lady Olave Baden-Powell. Namun, setelah Indonesia merdeka, mulai dilakukan upaya mencari tokoh-tokoh Indonesia sendiri untuk menjadi panutan bagi para pandu.
Penulis menambahkan bahwa untuk para pandu putra, ada nama Pangeran Diponegoro dan Jenderal Soedirman, yang dijadikan panutan. Selanjutnya, disebutkan pula tokoh-tokoh nasional lain yang dijadikan panutan. Di antaranya adalah Imam Bonjol, Sisingamangaraja XII, GSSJ Ratulangie, I Gusti Ngurah Rai, dan banyak lagi.
Sedangkan di kalangan pandu putri, pada masa-masa awal Kemerdekaan RI, salah satu tokoh nasional yang banyak dijadikan contoh panutan adalah Raden Ajeng Kartini. Setiap tanggal lahir Kartini, 21 April, diadakan peringatan dan perayaan besar-besar di lingkungan pandu putri. Penulis juga mencontohkan adanya lembar lagu "R.A. Kartini" yang dicetak dan disebarluaskan oleh Kwartir Pandu Putri dari Pandu Rakjat Indonesia cabang Purworejo. Lembar lagu tersebut adalah koleksi milik Kak Suherman Tan, seorang kolektor memorabilia kepanduan yang berdomisili di Jakarta.
Dari Tanggoel
Namun, ternyata RA Kartini bukan hanya menjadi panutan para pandu putri setelah Indonesia merdeka. Kak Suherman Tan baru saja mengirim pindaian (scan) dari kartupos koleksi miliknya. Kartupos tersebut di bagian depannya terdapat gambar wajah R.A. Kartini. Di bagian kanan bawah tertulis kata "SEDIA". Ini adalah motto atau slogan kepanduan di masa lalu. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Be Prepared, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut Weest Paraat.
Di bagian belakang kartupos itu terdapat tulisan "KARTOEPOS" dan di sudut kiri atas ada tertulis "PANDOE". Sedangkan di bagian kanan bawah dalam ukuran huruf yang lebih kecil, terdapat tulisan "Drukkerij Kenanga, Weltevreden". Hal ini mengingatkan Jalan Kenanga di masa lalu, yang sekarang sebagian kawasannya sudah menjadi Mal Atrium Senen. Di sana memang dulu ada Jalan Kenanga, yang sampai akhir 1980-an di sepanjang jalan itu penuh pertokoan. Mulai dari toko peralatan olahraga, restoran nasi campur, studio foto, dan percetakan. Kartupos itu hampir pasti diterbitkan oleh Percetakan Kenanga di jalan tersebut, karena kawasan Senen dan Lapangan Banteng sekarang, pada masa Hindia-Belanda termasuk dalam wilayah Weltevreden.