Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia Lebih dari Sekadar Bahasa Melayu

7 Mei 2022   15:33 Diperbarui: 7 Mei 2022   15:39 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua "twibbon" yang mendukung Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN. (Foto: Istimewa)

Akhir-akhir ini tampak seolah terjadi kompetisi antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu untuk diakui dan dijadikan sebagai bahasa resmi bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara. Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu sebagai Bahasa ASEAN? Pihak yang membela Bahasa Indonesia dan yang menjagokan Bahasa Melayu, berargumen sama kuatnya.

Sebagian orang menganggap menjadikan Bahasa Melayu sebagai Bahasa ASEAN adalah berlebihan. Penyebabnya, bahasa itu hanya dipakai di sebagian wilayah ASEAN saja, terutama di kawasan Malaysia, Brunei, dan Singapura. Serta sedikit penggunanya di kawasan Thailand bagian Selatan dan lebih sedikit lagi di Filipina. 

Jumlah penutur Bahasa Melayu jauh lebih sedikit dibandingkan penutur Bahasa Indonesia, Penduduk Indonesia saja yang setiap hari menggunakan Bahasa Indonesia, katakanlah paling sedikit 70 persen dari lebih 270 juta jiwa warganegara Indonesia, sudah mencapai angka 189 juta orang. Jauh lebih banyak bila seluruh warganegara Malaysia, Singapura, dan Brunei, bahkan bila ditambah sebagian kecil Thailand serta Filipina.

Ada juga yang menganggap agak aneh menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di ASEAN, karena penamaannya lebih mengacu pada satu negara saja. Apalagi bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, maka Bahasa Melayu disebut Malay language. Penyebutannya identik dengan negara Malaysia.

Sebaliknya, yang menganggap Bahasa Melayu lebih pantas, karena menurut mereka Bahasa Indonesia sebenarnya juga Bahasa Melayu. Memang benar, asal muasal Bahasa Indonesia sebagian besar menggunakan kata dan kalimat dari Bahasa Melayu. 

Namun, dalam perkembangannya Bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lainnya, mulai dari bahasa berbagai daerah di Indonesia, sampai bahasa asing, khususnya Bahasa Belanda, Inggris, dan Spanyol. Tentu tak boleh dilupakan kosa kata dari Bahasa India (khususnya Sansekerta) dan Bahasa Arab, juga masuk ke dalam khazanah perbendaharaan kata-kata Bahasa Indonesia.

Mengenai soal ini, ada yang berkilah bahwa Bahasa Inggris yang digunakan di Amerika (Serikat) misalnya, tetap saja disebut Bahasa Inggris. Walaupun ada perbedaan pengucapan dan sebagian artinya. Hal ini tentu saja berbeda dengan Bahasa Indonesia. Amerika Serikat tidak menetapkan bahasa nasional tersendiri, sedangkan Indonesia telah menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. 

Lagi pula, kalau sekarang misalnya, sebagian warganegara Indonesia diminta mengakui bahasa mereka sebagai Bahasa Melayu, tentu banyak yang akan menolak. Bukan semata-mata karena semangat nasionalisme terhadap nama "Indonesia", tetapi juga karena mereka tidak mengenal Bahasa Melayu. 

Sejak lahir yang mereka kenal dan gunakan adalah Bahasa Indonesia. Saudara-saudara kita dari Timor Leste, yang ketika negara itu masih menjadi bagian dari Republik Indonesia dan belajar Bahasa Indonesia, kemungkinan besar juga akan menolak kalau bahasa yang dipelajarinya itu sebagai Bahasa Melayu.

"Tapi 'kan asalnya Bahasa Indonesia dari Bahasa Melayu juga?" Begitu mungkin yang tetap memaksa menyamakan Bahasa Indonesai dengan Bahasa Melayu.

Seperti telah dituliskan, asal boleh saja dari Bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia saat ini sudah lebih dari sekadar Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia sudah berkembang sedemikian rupa, bahkan dalam pengajaran di berbagai negara asing, disebutkan juga nama matapelajarannya sebagai Pelajaran Bahasa Indonesia, bukan Pelajaran Bahasa Melayu.

Ada lagi yang berkilah bahwa Bahasa Indonesia hanya tercipta satu hari. Sebelum lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, namanya masih Bahasa Melayu. Namun, setelah Sumpah Pemuda namanya berubah menjadi Bahasa Indonesia. Apa benar? Lagi-lagi ini pernyataan yang berlebihan. 

Tidaklah mungkin para peserta Kongres Pemuda yang melahirkan putusan kongres dan di kemudian hari dinamakan Sumpah Pemuda itu, serta merta mengganti Bahasa Melayu dengan nama Bahasa Indonesia. Tentu sebelumnya, paling tidak di antara mereka, sudah ada kesepakatan bahwa bahasa yang mereka gunakan, baik untuk berbicara lisan maupun dalam tulisan-tulisan, adalah Bahasa Indonesia. 

Nama "Indonesia" sendiri sudah ada jauh sebelum itu, yaitu mulai digunakan pada sekitar 1950-an. Jadi bukan hal yang aneh, kalau di antara warga Indonesia di masa penjajahan Belanda pada awal 1900-an, juga sudah menyebut Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mereka gunakan.

Debat saling mengunggulkan ini, sampai pernah ada sebuah flyer yang menyebutkan bahwa di Indonesia, Bahasa Melayu adalah bahasa daerah. Sama seperti Bahasa Jawa, Bahasa Batak, Bahasa Bali, Bahasa Manado, dan lainnya. Memang, Bahasa Melayu masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari di kawasan daerah Riau dan sekitarnya. 

Di kalangan pendukung Bahasa Indonesia, juga muncul twibbon yang dipakai di mana-mana dengan tulisan "Saya Dukung Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa ASEAN". Lainnya, ada juga twibbon bertuliskan "Bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa resmi ASEAN" dan di bawahnya ada tulisan "Kami Indonesia" serta "Kami dukung Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN".

Kembali ke soal Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu sebagai bahasa utama di kawasan Asia Tenggara. "Daripada ribut-ribut mau pilih Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu, kenapa tidak dinamakan saja Bahasa Asia Tenggara, meski pun intinya adalah gabungan penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu?" Demikian pernah diungkapkan. Ungkapan yang terkesan becanda, sekadar mencairkan perdebatan panas yang ada.

Catatan: Judul diambil dari salah satu kalimat dalam tulisan ini. Anda boleh setuju atau tidak setuju dengan judul atau keseluruhan isi tulisan ini. Silakan ditanggapi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun