Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Klarifikasi Keterangannya Mengenai Gerakan Sastra DJA

5 Februari 2018   00:08 Diperbarui: 5 Februari 2018   13:11 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan sastra dengan tiga tanda tanya. (Foto: BDHS)

Gerakan sastra yang menyesatkan (baca lengkapnya di artikel berjudul "Klaim Gerakan Sastra yang Menyesatkan"), di mana seorang Denny JA (selanjutnya disebut DJA), mengklaim telah berhasil membuat gerakan sastra baru yang dinamakannya puisi esai, kembali menimbulkan polemik. Kali ini Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang bereaksi dan akhirnya membuat klarifikasi.

Awalnya, Kantor Berita Antara membuat berita berjudul "AJI: Puisi esai tonggak baru sastra Indonesia" pada 30 Januari 2018. Berita itu menyertakan logo AJI sebagai ilustrasi fotonya. Akibatnya, memicu banyak pertanyaan kepada pengurus AJI terkait pernyataan seperti itu.

Dalam klarifikasinya, AJI kemudian menjelaskan, "Kami memastikan bahwa AJI tidak pernah membuat pernyataan sikap yang berhubungan dengan perdebatan publik soal "puisi esai'. Kami merasa tak ada kebutuhan membuat pernyataan soal itu. Sebagai organisasi jurnalis, AJI fokus pada tiga tema besar: kebebasan pers dan berekspresi; profesionalisme jurnalis; dan kesejahteraan pekerja media"

Puisi esai yang disebut sebagai genre baru oleh DJA, sebenarnya hampir mirip dengan prosa liris atau prosa lirik yang telah lama dikenal. Suatu karya sastra berbentuk prosa, namun penulisannya dibuat seperti puisi. Hanya saja, oleh DJA diberi tambahan catatan kaki, yang diklaimnya sebagai ciri sebuah esai. Padahal banyak juga esai-esai bagus tanpa catatan kaki apa pun.

Kalau hanya sampai di sini, mungkin sebagian kalangan sastra masih bisa memaklumi upaya DJA yang ngotot mengatakan bahwa karya yang disebutnya puisi esai itu adalah genre sastra baru. Namun ketika DJA mulai membayar banyak penulis untuk menulis seperti yang disebutnya puisi esai itu, barulah terjadi polemik.

Persoalannya, karena selama ini ternyata hampir tak ada yang menulis seperti gayanya yang disebut puisi esai dengan catatan kaki. Kalau pun ada, hampir semuanya dibayar olehnya. Ini dilakukannya untuk menunjukkan bahwa itu memang gerakan yang dilakukan banyak orang bersama-sama, sehingga klaim menyebut puisi esai sebagai genre dan gerakan baru seolah-olah benar. Padahal itu adalah klaim yang menyesatkan.

Belum lagi sebelumnya, DJA mendanai suatu tim untuk menyusun buku "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh" dan menderetkan namanya sebagai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh dengan mereka yang benar-benar tokoh sastra, seperti WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, Hamka, Sutardji Calzoum Bachri, dan lainnya.

Banyaknya penolakan dan polemik yang oleh sebagian orang disebut sebagai "politik uang dalam dunia sastra" itulah yang membuat akhirnya AJI membuat klarifikasi untuk membersihkan nama baiknya. Dalam pernyataan yang dikeluarkan AJI disebutkan pula, "Kalau melihat isi beritanya, soal puisi esai itu adalah pernyataan pribadi Satrio Arismunandar."

"Dia memang salah satu deklarator AJI, tapi pernyataannya tak bisa disebut sebagai sikap AJI. Karena itu AJI menilai judul berita itu tidak akurat karena menjadikan sikap pribadi Satrio dianggap sebagai sikap organisasi. Pemakaian foto AJI juga tak relevan karena pandangan itu bukan sikap organisasi." Demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh AJI dengan Ketua Umum, Abdul Manan, dan Sekretaris Jenderal, Revolusi Riza.

Pernyataan yang menambah panjang deretan penolakan terhadap upaya mengklaim secara sepihak yang dilakukan DJA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun