Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari "Korban '65" Sampai "Manusia Perahu", Semangat Toleransi dan Empati di FFPI 2016

21 Januari 2017   12:48 Diperbarui: 21 Januari 2017   13:02 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemenang kategori pelajar di FFPI 2016 dengan sebagian dewan juri. (Foto: BDHS)

Apakah yang paling saya kenang seusai menyaksikan 10 film finalis Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2016 yang diselenggarkan KompasTV? Mengambil tema utama “Humanisme”, film-film karya para pelajar dan mahasiswa yang masuk final menyiratkan harapan tumbuh dan berkembangnya semangat toleransi, kesetiakawanan sosial, dan empati kepada yang terpinggirkan.

Hal itu segera membekas setelah menyaksikan film-film yang ditayangkan pada acara Final FFPI 2016 di Bentara Budaya, Jakarta, 20 Januari 2017. Sebanyak 5 film finalis kategori pelajar dan 5 film finalis kategori mahasiswa ditampilkan pada acara itu. Hadir pula para sineas muda tersebut yang sebagian didampingi guru dan dosen pembimbing mereka, juga dewan juri FFPI 2016 yang terdiri dari Makbul Mubarak, Ifa Ifansyah, Deddy Risnanta, dan Frans Sartono.

Membuka acara, Pemimpin Redaksi (Pemred) KompasTV, Rosiana Silalahi, menyambut baik festival yang diadakan bekerja sama dengan Universitas Media Nusantara. Rosiana Silalahi juga bangga dengan kehadiran para sineas muda yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa itu. “Film adalah cerminan masyarakat, produk suatu bangsa. Masyarakat dikenal dari film-film yang ada, dan upaya para sineas muda patut disambut hangat. Mereka adalah calon-calon sineas Indonesia di masa depan yang bakal membawa nama harum bangsa,” tuturnya.

Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosiana Silalahi, memberikan sambutan. (Foto: BDHS)
Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosiana Silalahi, memberikan sambutan. (Foto: BDHS)
Harapan menjadikan Indonesia lebih baik, antara lain lewat film dan tayangan-tayangan bermutu, juga diungkapkan Pemred KompasTV itu dengan mengutip kata-kata orang nomor satu di kelompok Kompas-Gramedia, Bapak Jakob Oetama. “KompasTV tidak boleh berhenti menumbuhkan harapan untuk bangsa ini,” demikian kalimat yang pernah diucapkan Jakob Oetama.

Untuk Bangsa

Kini, kehadiran film-film karya para finalis FFPI 2016, jelas telah pula menumbuhkan harapan untuk bangsa ini. Lihat saja, ketika pelajar berkisah tentang diskriminasi terhadap anak/cucu seorang mantan narapidana G-30-S PKI, atau bagaimana kehidupan di sebuah terminal bus kota, sampai kasih kakek pada seorang anak berkebutuhan khusus, yang dengan ikhlas merawat sang anak walaupun kehidupannya sendiri terbilang miskin.

Lihat juga, bagaimana para mahasiswa memotret kehidupan para nelayan di Teluk Jakarta, yang dipenuhi kesulitan hidup hanya untuk mencari makan sehari-hari, sampai bagaimana perilaku masyarakat modern yang setiap saat sibuk dengan jarinya bermain di atas telepon pintar, laptop, dan sejenisnya di dunia maya, sehingga lupa bersosialisasi di dunia nyata.

Secara lengkap, kelima finalis di kategori pelajar adalah film berjudul Izinkan Aku Menikahinya karya para pelajar SMA Rembang Purbalingga (Jawa Tengah), Terminal karya SMK Negeri 2 Kuripan (NTB), Kihung (Jalan Menikung) karya SMK Negeri 5 Bandar Lampung (Lampung), 2 Hari karya SMA Negeri 1 Muara Enim (Sumatera Selatan). Dan Mata Hati Djoyokardi karya SMA Khadijah Surabaya (Jawa Timur).

Sedangkan di kategori mahasiswa, film-fim yang masuk final adalah Different karya mahasiswa Universitas Bina Nusantara (DKI Jakarta), Merengguk Asa di Teluk Jakarta karya Universitas Negeri Jakarta (DKI Jakarta), I Love Me karya Institut Kesenian Jakarta (DKI Jakarta), Omah karya Sekolah Tinggi Multimedia MMTC (DI Yogyakarta), dan Di Ujung Jari karya Universitas Bina Nusantara (DKI Jakarta).

Kisah Kelam 1965

Pada kategori pelajar, sejak awal banyak penonton yang hadir pada final FFPI 2016 sudah menjagokan dua film, Izinkan Aku Menikahinya. Ternyata hal tersebut tak meleset, dewan juri memutuskan film itu menjadi Juara I. Ditambah dengan Juara Ii yang dimenangkan oleh film Mata Hati Djoyokardi dan Juara III yang diraih film Terminal.

Izinkan Aku Menikahinya bercerita tentang dua pasangan di suatu tempat di Purbalingga. Mereka telah berpacaran sejak SMA, dan sang lelaki menjanjikan akan menikahi sang gadis bila kelak dia sudah berhasil merengkuh cita-citanya menjadi prajurit TNI. Namun sesuai peraturan, setiap prajurit TNI yang ingin menikah, harus meminta izin atasannya.

Apa daya, izin yang diminta ditolak. Dia tak boleh menikahi gadis pujaan hatinya. Pasalnya, sang gadis ternyata mempunyai orang tua/kakek yang terlibat G-30-S PKI, sejarah kelam bangsa Indonesia di tahun 1965. Suatu cerita yang konon diangkat dari kisah nyata seorang penduduk di sana. Bekas pasukan Cakrabirawa yang menjadi narapidana G-30-S PKI, mengalami kesulitan menikahkan anaknya dengan calon suami yang merupakan prajurit TNI.

Siapa sangka bahwa pelajar masakini yang sudah amat jauh dari peristiwa kelam 1965 itu, masih mau mencari data dan mem-film-kannya. Bahkan kabarnya, gara-gara membuat film itu, sampai ada tekanan terhadap pihak sekolah, sehingga para pelajar melakukan “gerilya” saat membuat film itu. Dan kata “gerilya” itu kemudian dibubuhkan menjadi nama pihak pembuat film, “GerilyaPakDirman Film”. Di akhir film, dituliskan pula ucapan terima kasih kepada para korban ’65.

Poster acara final FFPI 2016. (Foto: Kompasiana)
Poster acara final FFPI 2016. (Foto: Kompasiana)
Film yang memenangkan hadiah kedua pun tak kalah memikatnya. Mata Hati Djoyokardi menceritakan seorang tua yang merawat seorang anak perempuan yang telah kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Kehidupan mereka terbilang miskin, Pak Djoyokardi hanya hidup dari merawat kambing dan bekerja serabutan. Sementara Indah, sang gadis, merupakan anak yang berkebutuhan khusus dan agak terbelakang pengetahuannya.

Apa pun tak mengurangi kasih sayang Pak Djoyokardi yang bahkan ikut menyuapi Indah ketika makan. “Jadi anak yang baik ya, supaya nanti besar bisa berguna. Doakan bapak tidak meninggal dulu, supaya bapak bisa merawatmu sampai besar ya, nak,” begitu kata-kata Pak Djoyokardi  sambil mengelus rambut Indah, yang membuat sebagian penonton meneteskan air mata mereka.

Sedangkan pemenang ketiga, Terminal, bercerita tentang kehidupan anak-anak jalanan di Terminal Mandalika di Lombok. Walau pun hidup dalam suasana yang “keras”, masih tetap ada kebaikan di hati mereka.

Dua karya lainnya, 2 Hari dan Kihung (Jalan Menikung), juga tak kalah menariknya. Film 2 Hari bercerita tentang ketakutan seorang remaja puteri yang pindah dari Jakarta ke Muara Enim untuk masuk sekolah di sana. Ternyata ketakutannya tidak beralasan, “kaya miskin itu sama, agama apa pun tidak dibeda-bedakan,” demikian kalimat pamungkas sang remaja puteri itu di akhir cerita mengisahkan tentang sekolah barunya.

Sedangan Kihung (Jalan Menikung ) adalah film dokumenter tentang suatu desa terpencil di Lampung yang anak-anaknya harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk ke sekolah. Melewati jalan menikung yang menanjak dan menurun, serta harus pula melewati sungai yang jembatannya sudah rusak. Semangat anak-anak untuk mencari ilmu ditampilkan dengan bagusnya lewat film itu.

Benar-benar Berbeda

Seperti dikatakan Dewan Juri FFPI 2016, dalam festival kali ini memang tidak dibedakan. Boleh film fiksi, boleh film dokumenter. Tercatat di kategori SMA, ada 3 film fiksi, 1 semi dokumenter, dan 1 film dokumenter. Sedangkan di kategori mahasiswa, ada 4 film fiksi dan 1 film dokumenter. Menariknya, salah satu film fiksi yang masuk final kategori mahasiswa adalah film animasi.

Berjudul Different, film karya mahasiswa Universitas Bina Nusantara itu memang benar-benar different atau berbeda dibandingkan film-film lainnya. Penuh dengan perlambang, permainan warna abu-abu dan warna cerah, film itu mengisahkan hubungan antara lelaki dan wanita yang bisa terjalin kalau mau menembus berbagai halangan yang ada.

Film tersebut akhirnya menjadi Juara II kategori mahasiswa. Sedangkan Juara I diraih oleh film I Love Medan Juara III dimenangkan oleh Merengguk Asa di Teluk Jakarta. Dari sisi sinematografi, para mahasiswa Institut Kesenian Jakarta yang menggarap I Love Me, memang berhasil. Apalagi ditunjang dengan kekuatan akting para pemerannya.

Para pemenang kategori mahasiswa FFPI 2016. (Foto: BDHS)
Para pemenang kategori mahasiswa FFPI 2016. (Foto: BDHS)
Sedangkan pada Merengguk Asa di Teluk Jakarta, patut dipuji upaya para sineas yang menggarapnya untuk berpanas-panas ikut perahu motor para nelayan di Teluk Jakarta. Film dokumenter ini juga mengisahkan sulitnya para nelayan imigran yang  tidak memegang KTP DKI Jakarta untuk mendapatkan akses perumahan  di wilayah DKI Jakarta, tempat mereka mencari nafkah.

Pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang telah membantu menyediakan rumah susun, tetapi hanya untuk yang mempunyai KTP DKI Jakarta. Sedangkan mereka yang tak punya KTP DKI Jakarta, terpaksa hidup di tempat-tempat kumuh, dan bahkan tak sedikit yang menjadi “manusia perahu”, menggunakan perahu mereka untuk bekerja mencari ikan, dan sekaligus menjadi tempat tinggal.

Sungguh menggembirakan mendapat kesempatan menyaksikan 10 film finalis yang telah terpilih dari 276 karya film yang diterima panitia. Kegembiraan bahwa lewat film-film itu, tampaknya terbuka harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah. Para pelajar dan mahasiswa yang menjadi sineas tersebut sudah mengerti arti toleransi, semangat kesetiakawanan sosial, menolong orang susah, serta menumbuhkan empati kepada mereka yang terpinggirkan, lewat film-filmnya dapat membantu generasi muda sebayanya mendapatkan pengertian dan pemahaman pentingnya hal-hal tersebut.

Pada gilirannya, seperti dikatakan Pak Jakob Oetama, melalui tayangan di KompasTV, film-film tersebut dapat juga menumbuhkan harapan untuk bangsa ini, harapan untuk semakin berkembangnya semangat toleransi, kesetiakawanan sosial, dan empati kepada yang terpinggirkan. Selamat kepada semua sineas muda Indonesia yang berparitisipasi dalam FFPI 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun