Sejarah Berkembangnya Permainan Bridge Di Kalangan Milenial
Oleh : Bert Toar Polii
Awalnya yang bermain olahraga bridge kebanyakan orang yang sudah berusia lanjut sehingga terkesan olahraga ini hanya untuk orang tua. Selain itu ada kesan elite juga disana. Akibatnya jarang ada kaum milenial yang mau menggelutinya. Kalaupun ada umumnya terbatas karena misalnya orang tuanya senang bermain bridge.
Pada akhir tahun 80an ketika World Bridge Federation dipimpin oleh Ortiz Patino mulai menyadari bahwa olahraga bridge harus menarik kaum milineal untuk menggemarinya. Hal ini kemudian dilanjutkan secara lebih intensif oleh Presiden World Bridge Federation Jose Damiani yang menggantikannya.
Ini juga terjadi karena International Olympic Committee (IOC) pada tahun 1995 telah mengakui bridge sebagai cabang olahraga dan dilanjutkan tahun 1999 mengakui World Bridge Federation (WBF) sebagai federasi olahraga anggota IOC.
Dari sini dimulailah program memasyarakatkan olahraga bridge kepada kaum milenial.
Tahun 1987 untuk pertama kalinya diadakan Kejuaraan Dunia Junior pertama di Amsterdam yang hanya diikuti 5 negara.
Dari 5 negara peserta, salah satunya adalah Indonesia. Jadi boleh dikatakan Indonesia adalah pelopor mengenalkan bridge kepada kaum milenial.
Kategori junior baru dimulai pada tahun 1980 saat Asean Bridge Club Championship tahun 1980 di Manila. Pada waktu itu batas usia pemain junior ditetapkan 30 tahun kebawah.
Tukang bridge yang pada tahun 1980 masih berusia 27 tahun dan sayang sekali sudah tidak bisa berlaga di nomor junior.
Karena ada persyaratan, seorang yang telah mewakili Negara atau menjadi tim nasional tidak berhak bertanding di kategori junior.
Tukang bridge dan pemain Philippina Albert Quioque terpaksa tidak pernah bermain di kelompok junior.
Albert masih menekuni bridge sampai saat ini dan akan mewakili Philippina di 54th APBF Championships di He Fei City, China sementara Tukang bridge juga ikut mewakili timnas senior Indonesia.
Indonesia mendominasi nomor ini di tahun-tahun awal kemudian pada 1983 Thailand mulai muncul dan mengganggu.
Selanjutnya muncul Singapura dan kedua Negara ini bersama Thailand mulai meruntuhkan dominasi Indonesia.
Sementara itu di Asia Pacific Bridge Federation baru mulai tahun 1989 diawali dengan U26 memperebutkan Raymond Chow Cup kemudian tahun 2006 baru ditambah U21 memperebutkan Khunying Esther Soponpanich Cup.
Indonesia pernah memenangkan Raymond Chow Cup pada tahun 2003 di Manila dan 2007 di Bandung.
Pada tahun 2013 baru ditambah nomor Girls U26 memperebutkan Xiang Huaicheng Cup dan Indonesia menjuarai nomor ini pada tahun 2019.
Pada tahun 2018 saat diadakan di Indonesia pernah dipertandingkan nomor Girls U21 tapi tidak berlanjut.
Selanjutnya baru ditambah nomor U16 pada tahun 2019 di Bangkok dan berlanjut sampai saat ini.
Tahun 2023 saat digelar di Ning Bo China juga ditambah U26 mixed.
Di Ayatthya juga ditambah U15 dan U18. Sebelumnya di Ning Bo U15 juga sudah digelar.
Sementara itu bagaimana dengan di Indonesia ?
Bridge Masuk Kampus diawali tahun 1993 atau 32 tahun yang lalu. Adalah Ketua Umum PB GABSI waktu itu , Alm. Amran Zamzami SE, yang memutuskan untuk menyelenggarakan Kejuaraan Nasional Masiswa Antar Perguruan Tinggi.
Ini merupakan langkah yang berani, karena dikuatirkan animo akan sedikit, sedangkan biaya yang dikeluarkan cukup besar, namun Alm. Amran Zamzami tetap ngotot dan kenyataannya sungguh menggembirakan.
Ketika Kejurnas tersebut digelar pada tanggal 8 hingga 15 Agustus 1993, diikuti 32 tim mewakili 22 Universitas/ Perguruan Tinggi, yang berasal dari 16 propinsi.
Sampai saat ini Kejurnas Antar Perguruan Tinggi telah digelar 16 kali. Terakhir digelar oleh Pengprov GABSI DKI pada tanggal 11-14 Nopember tahun 2019 di Jakarta.
Sayang karena pandemic covid-19 kemudian PB Gabsi terpilih Kongres Gabsi Solo 2022 belum menggelar event ini.
Selanjutnya PB GABSI masa bakti 1998-2002 mulai terjun memasukan olagraga bridge ke sekolah-sekolah.
PB GABSI masa bakti 2002-2006 melanjutkan dan sukses dengan program Bridge Masuk Sekolah atau BMS.
Kesuksesan ini membuat jumlah pemain bridge dikalangan usia muda meningkat sangat tajam.
"Ini di apresiasi oleh World Bridge Federation. Melalui Presiden World Bridge Federation saat itu, Jose Damiani berkali-kali memuji suksesnya BMS di Indonesia dalam pidatonya di berbagai kesempatan,"
Mengenai Kejurnas Bridge Antar Pelajar, mari kita mundur ke tahun 2003.
Perkembangan olahraga bridge di kalangan pelajar yang diawali tahun 2003 oleh Ketua Umum PB Gabsi waktu itu Miranda S Goeltom yang dimotori Eka Wahyu Kasih mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Berkat dukungan penuh Mendiknas, olahraga bridge hanya dalam tempo singkat telah menjaring puluhan ribu pelajar yang mau menekuni olahraga ini.
Kenapa kalangan dunia pendidikan tertarik, karena ada beberapa manfaat Olahraga Bridge yang dianggap sejalan dengan dunia pendidikan :
1. Â Â Â Â Turut mencerdaskan anak bangsa melalui peningkatan serta integrasi antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) serta kecerdasan lainnya serta tertanamnya suatu pola pikir yang terstruktur, sistematis, strategis, dan pragmatis
2. Â Â Â Â Turut menunjang kurikulum pendidikan berbasis kompetensi yang mengarah kepada kecakapan hidup (life skills).
3. Â Â Â Â Memberikan aktivitas/kegiatan siswa yang merupakan integrasi antara hobby, olahraga, dan pergaulan.
4. Â Â Â Â Sebagai salah satu sarana dan prasarana untuk menurunkan frekuensi tawuran, pemakaian narkoba, dan tindak kriminal.
5. Â Â Â Â Memudahkan pengawasan dan monitoring kegiatan siswa oleh guru maupun orangtua.
6. Â Â Â Â Memberi kesempatan kepada para siswa untuk berperan serta secara aktif untuk mengharumkan harkat dan martabat bangsa melalui cabang olahraga bridge.
Awalnya kedua event pelajar dan mahasiswa ini diselenggarakan terpisah, namun semenjak tahun 2011 digabung menjadi satu event.
Sayang sekali karena pandemic covid-19 event tersebut terhenti.
Tahun 2024 sebenarnya pernah diadakan Kejurnas Bridge Antar Pelajar di Batu Malang, tapi sempat dipertanyakan karena waktunya hanya dua hari sama seperti turnamen biasa.
Sudah saatnya PB Gabsi menata kembali program pembinaan bridge di kalangan milenial karena justru saat ini banyak negara yang mulai serius menangani penanganan pembinaan bridge di kalangan usia muda.
China, Jepang, China Hongkong dan China Taipei terus India, Singapura dan sekarang menyusul Thailand.
Kita justru yang awalnya jadi pelopor kini mulai terseok-seok, belum lagi Amerika Serikat dan Eropa dimana timnasnya sekarang justru diisi pemain-pemain muda
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI