Mohon tunggu...
Berton Pasaribu
Berton Pasaribu Mohon Tunggu... Lainnya - SEMUA BAIK

menjadi kepala bukan menjadi ekor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Menjadi BLK Inklusif untuk Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

5 September 2021   09:22 Diperbarui: 5 September 2021   09:27 6045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balai Latihan Kerja Banyuwangi/dokpri

Tiada yang paling indah didalam hidup ini dimana kita dapat berbagi pengalaman hidup kepada orang lain.

Alasan penulis berbagi dalam sebuah artikel ini diawali pada saat sebuah lembaga USAID Mitra Kunci mengundang penulis sebagai Narasumber dalam acara “Workshop Daring Peningkatan Inklusivitas & Produktifitas BLK di Provinsi Jawa Barat” pada tanggal 12 Agustus 2021, dimana penulis menyampaikan pemaparan mengenai Keuntungan dan Tantangan Menjadi BLK Inklusif. Setelah workshop berakhir muncul kerinduan untuk menuangkan pemikiran dalam sebuah artikel, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Merujuk pada Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dapat kita ketahui bahwa definisi penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 

Pasal 46 (1) menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk mengikuti pelatihan keterampilan kerja di lembaga pelatihan kerja Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau swasta. 

(2) Lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bersifat inklusif dan mudah diakses. Dari amanat Undang-Undang tersebut jelas bahwa Lembaga Pelatihan Kerja yang dimiliki oleh pemerintah atau yang kita kenal dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Swasta yang ada diseluruh Indonesia haruslah menjadi BLK inklusif dan mudah diakses. 

Dari data yang terdaftar di Direktorat Bina Kelembagaan, Kemnaker RI, ada sebanyak 305 BLK yang tersebar diseluruh Indonesia, terdapat 267 BLK yang operasional, 38 BLK lainnya tidak operasional disebabkan antara lain alih fungsi gedung, BLK baru yang dibangun, gedung rusak berat, sengketa kepemilikan serta tidak ada sarana dan prasarana (per Desember 2019). 

Namun saat ini khususnya bagi kaum muda penyandang disabilitas mengalami kesulitan untuk mengakses BLK dan LPK swasta yang dirasa belum cukup baik terkait aksesibilitas baik sarana maupun prasarananya. Perlu dilakukan terobosan untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh agar akses gedung, peralatan, kurikulum dan informasi pelatihan dapat mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas.

Dari 305 BLK yang tersebar di Indonesia, ada sekitar 21 BLK yang berada dibawah Kementerian Ketenagakerjaan RI, BLK tersebut merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pengembangan pelatihan dan pemberdayaan bagi tenaga kerja, instruktur dan/atau tenaga pelatihan. 

Sementara pada tahun 2019 ada empat BLK baru yang diresmikan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan RI, Bapak M. Hanif Dhakiri diantaranya adalah BLK Banyuwangi, BLK Sidoarjo, BLK Pangkep dan BLK Belitung. BLK baru ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kompetensi masyarakat yang ada di daerah masing-masing.

TRANSFORMASI MENUJU BLK INKLUSIF

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun