Mohon tunggu...
Berta Niken
Berta Niken Mohon Tunggu... Guru - Niken adalah Guru di salah satu Sekolah di Provinsi Lampung

Niken lahir di Lampung, Pendidikan Terakhir di Magister Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Lampung. Selain sebagai Guru Niken juga aktif menulis seperti menulis Cerpen, Puisi, dan Artikel baik di Blog Pribadinya maupun di media on line.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Turunnya Hujan dan Derasnya Banjir

24 Agustus 2021   07:17 Diperbarui: 24 Agustus 2021   07:28 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
   Fhoto Dok. pmjnews/fajar mardiansyah

                                                                                              

Pringsewu, Setelah berbulan-bulan dilanda kemarau panjang, hujan banyak dinantikan oleh banyak manusia di Bumi.  Banyak mengalir doa dari bibir manusia memohon turunnya hujan. Kini hujan mulai tiba dengan segenap rindunya yang menggebu untuk membasuh bumi yang lama tidak bersua.

Pertengahan tahun 2021 menjadi awal hadirnya banjir, seiring dengan wabah Covid yang masih melanda.  Hujan besar dan kecil turun di sejumlah wilayah dan langsung diikuti oleh sahabat karibnya yakni  banjir.

Hujan adalah sebab dan banjir adalah akibat, tapi apa dan bagaimana, sebab dan akibat itu bertautan secara ilmiah, biarlah para pakar yang mengkajinya. Realitanya, hujan banyak dinantikan jutaan umat manusia. Petani menunggu waktu untuk menyebar benih dan memulai menanam di lahan. 

Ibu-ibu menanti untuk memenuhi kebutuhan aktivitas rumah tangga yang selama kemarau kemarin banyak yang menjerit kekurangan air, dan berbagai aktivitas lainnya yang sangat menunggu turunnya hujan.

Banjir menjadi perbincangan yang seksi saat ini selain PPKM yang tentunya tetap menjadi Tranding Topik terutama di  sejumlah wilayah terutama di beberapa kota besar di Indonesia. 

Banyak orang yang berteriak, menjerit karena banjir yang melanda. Hujan deras turun terus -  menerus seolah melampiaskan hasrat kerinduannya setelah sekian lama tak pernah mengguyur bumi.

Sebenarnya banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran dari hujan dan banjir. Hujan turun terus menerus mengajarkan kita bahwa sesuatu yang berlebihan juga tidak benar. 

Suka berlebihan, benci berlebihan akhirnya menghujat dan mencaci juga tidak baik. Hujan mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur dengan keadaan kita. Ingat bahwa setelah turun hujan biasanya akan hadir juga pelangi di ujung langit yang memberikan keindahan.

Banjir mengajarkan kita bahwa peribahasa duduk sama rendah berdiri sama tinggi berlaku adanya. Banjir tidak peduli istana Presiden, rumah Pengusaha, Bangsawan, Konglomerrat, rumah tukang becak ataupun rumah pengemis, semua dilibas tidak pandang bulu.

Banjir tidak peduli siapa dan bagaimana itu, semua digenangi. Mengingatkan kita juga bahwa semua manusia juga sama adanya di hadapan Allah tak peduli kaya atau miskin, ganteng atau jelek, pejabat atau rakyat jelata. Yang membedakan hanya amalan dan perbuatannya.

Banjir telah terlanjur melanda. Banyak yang benci. Namun tak sedikit juga yang menanti. Sang Korban menangis, relawan segera turun siap siaga memberikan bantuan. Banyak yang berzikir dan berdoa untuk keselamatan, para relawan yang sedang bekerja mengumpulkan bantuan dari berbagai lini.

Namun ada juga yang tersenyum sinis menanti realisasi Sang Pemangku kebijakan bergerak mewujudkan janjinya dulu. Tapi ada juga yang tersenyum lebar memutar otak untuk memainkan anggaran. Ada yang sembunyi, cuci tangan takut ditagih janji politiknya, saat berkoar di pesta demokrasi

Entah apapun alasan hadirnya banjir, sudah bukan waktunya lagi untuk saling menyalahkan. Saat ini, yang terpenting adalah bagaimana saling bergandengan tangan mencari solusi terbaik. Pada intinya, bila kita melihat hal-hal di sekitar kita dengan cara yang positif, maka kita akan lebih bersyukur dan bahagia dalam kehidupan sehari-hari. (Niken)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun