Mohon tunggu...
Bernorth M
Bernorth M Mohon Tunggu... Administrasi - Volunter, Penulis, Pengembang Aplikasi

WWW.BONUSDEMOGRAFI-INSTITUTE.ORG Kopiholic # Untuk Kolaborasi, ide & saran email : bonusdemografi2020@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Konsep "Bioregionalisme" Dalam Menghadapi Tantangan Bonus Demografi

27 Februari 2020   02:29 Diperbarui: 27 Februari 2020   05:26 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gbr : https://all-free-download.com/

Indonesia saat ini darurat ekologi yang di akibatkan oleh segelintir orang berduit dan oknum pejabat kerah putih yang cenderung pragmatis dan "asal saya kenyang". Celakanya, pemerintahpun masih terlihat gagap dalam mengakselerasi pembangunan untuk menggenjot laju ekonomi.

Tragedi bencana asap gigantik yang terjadi di Indonesia belum lama ini menimbulkan sebuah tanda tanya besar, benarkah pembakaran lahan dan menjadikannya sebuah tanaman perkebunan komoditas tertentu adalah sebuah solusi tepat dan sustanaible dalam menopang laju pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar?

Ibarat mencuci pakaian dengan air seni, terlihat bersih dari kotoran, tapi menimbulkan bau yang tidak sedap. Perlu paradigma baru dalam menyikapi permasalahan akut akan bencana asap  tersebut  sekaligus memberikan solusi alternatif menggerakan roda ekonomi.

Dalam meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian, setiap negara memiliki strategi dan caranya masing-masing menentukan mamfaat potensi sumber daya alam dan haluannya agar lebih efektif dan berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya bangsa kita meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam hal pengelolaan sumberdaya alam ( SDA ) yang sangat mempengaruhi keberlansungan ekologi tanpa mengabaikan tata kelola yang baik. Menghindari kerusakan lingkungan seperti polusi pabrik, limbah, deferostasi, dan lain sebagainya.

Pada akhirnya jika hal tersebut tidak dapat di kontrol, akan menjerumuskan generasi masa depan menjadi apatis terhadap ekologi dan tidak meninggalkan jejak warisan sumber daya, yang seharusnya juga di nikmati dan menjadi hak mereka.

Saat ini, rencana pembangunan sebaiknya perlu di kaji ulang kembali dan menemukan model baru. Sebagai contoh, kita melihat pemamfaatan izin konsesi yang sering bermasalah dengan masyarakat dan merusak tatanan ekologi.

Kita memang tidak menutup mata, pemamfaatan SDA dan lahan mendukung peningkatan pendapatan masyarakat sekitar dan membuka berbagai infrastruktur yang memudahkan akses masyarakat, namun jika ada cara yang lebih aman, di samping tentu saja bernilai ekonomi, tentu saja bukan alasan untuk tidak menerapkannya.

Bagi daerah-daerah yang telah terlanjur melaksanakan izin konsesi, bukan berarti di lakukan penutupan sepihak, karena ini akan menimbulkan gejolak dan permasalahan hukum, akan lebih tepat jika izin tidak di perpanjang lagi sehingga gesekan kepentingan antar pihak di kemudian hari tidak terjadi.

Bioregionalisme: Solusi pembangunan "ramah" bagi bangsa kita ?

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, bioregionalisme telah lama di kemukakan pada tahun 1992 pada Konfrensi Tingkat Tinggi ( KTT) Rio De Jenairo, Brasil. Kesimpulannya, praktik pembangunan harus lebih cerdas dan manusiawi.

Menggunakan teknologi tepat guna dan pemberdayaan masyarakat warga negara. Melek ekologi adalah landasan utama dalam paradigma pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dengan menempatkannya sesuai dengan alam setempat (Fritcof Capra ; The Web Of life; A New Scientific Understanding of Living System).

Mengacu pada kerangka kerja Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai upaya melestarikan lingkungan dan mengurangi ketimpangan kemiskinan, konsep ini sangat selaras karena merupakan agenda global yang di target terpenuhi hingga tahun 2030. Model dan paradigma membangun seperti inilah yang harus mulai di terapkan di Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, apakah ada sebuah potensi besar memajukan sebuah perekonomian sekaligus relatif berkelanjutan di masa depan bagi bangsa kita? Karena, ini menyangkut ratusan juta usia produktif 15-64 tahun layak kerja yang membludak menjadi 180-190 juta jiwa pada puncak bonus demografi tahun 2030.

Lebih lanjut, bagaimana menjamin dan menampung angkatan kerja ini agar produktif (formal dan informal)?
Jika kita jeli melihat potensi di Indonesia dan melihat begitu banyaknya ratusan ribu pulau dan bentang garis pantai terpanjang ke-2 di dunia.

Belum lagi budaya unik di tiap daerah, industri pariwisata adalah salah satu jawabannya. Dan, ini bisa di dorong untuk kemajuan daerah tersebut.

Bagi daerah yang khususnya daerah pesisir, pengelolaan daerah pesisir dengan pendekatan bioregional akan memberikan kontribusi nyata baik dari segi ekonomi, ekologi dan sosial.

Hal ini hanya dapat terjadi jika komponen biologi, ekosistem dan warga menjadi satu kesatuan yang terkait satu sama lain, dengan acuan masyarakat lebih melek kesadaran dan pengetahuannya akan pemamfaatan sumberdaya alam dan keaneka ragaman hayati tidak dapat di pisahkan.

Terkait hal tersebut, intervensi pemerintah dalam sosialisasi dan edukasi sangat di butuhkan agar potensi wisata tidak hanya bersifat temporary dan hanya menguntungkan segelintir pihak yang bermodal besar.

Sebagai contoh, perlunya kesadaran masyarakat menjaga kebersihan dari sampah di lokasi wisata dan tata ruang  ataupun lokasi rekreasi yang tidak memiliki toilet bersih.

Ini adalah contoh-contoh sederhana namun krusial, yang jika tidak di kelola dengan tepat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan dan menyebabkan ketidaknyamanan.

Belum lagi, terkait biota laut, misal pelarangan pengambilan liar terumbu karang, binatang laut tertentu (paus, penyu, dan sebagainya) yang sering di jadikan hiburan padahal dapat menyebabkan binatang tersebut tidak kembali, bahkan stress dan mati.

Jika masyarakat telah terdidik dengan baik menyangkut isu-isu pokok di atas terkait pemamfaatan pariwisata pesisir, jelas akan memberikan efek ekonomi berkelanjutan ramah lingkungan sehingga membuka kemungkinan untuk menampung banyak usia produktif layak kerja dengan kompetensinya masing-masing meningkatkan produktivitas (16 subsektor industri kreatif) tanpa harus kehilangan rasa nyaman lingkungan, tempat di mana ia bekerja.

Inilah sejatinya konsep bioregional yang seharusnya menjadi solusi progresif meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa akar rumput tanpa harus kehilangan bentuk alami zona tersebut.

Begitupun daerah daratan yang tidak memiliki pesisir, dapat menggali potensi-potensi wisata , baik dalam model desa wisata, agrowisata, ekowisata dan lain sebagainya.

Dan, masyarakat patut kritis dan awas jika ada pembukaan lahan luas, seperti yang sering terjadi pada konsesi hutan untuk perkebunan, yang sering peraturannya di langgar dan di "akali" banyak oknum pengusaha sehingga menimbulkan permasalahan salah satunya bencana asap yang tengah terjadi karena pembakaran pembukaan lahan.

Sekali lagi, adaptasi potensi daerah dan interaksi yang terjadi dalam sebuah ekosistem kehidupan kita sebagai manusia dan alam, sudah saatnya memiliki paradigma baru bukan lagi bersifat antroposentris, di mana jejaring alam sangat perlu kita lindungi karena alam sesungguhnya telah memberikan beragam sumber daya sehingga manusia sesungguhnya adalah bagian yang tidak dapat terpisah dari alam sampai kapanpun.

Political will dan tokoh-tokoh nasional, dan kaum muda yang peduli akan model pembangunan ini, perlu segera bergegas bergerak mewujudkannya demi keberlangsungan peradaban generasi anak bangsa di masa depan, bukan hanya sibuk berdebat, mengkritik serta berkoar cinta negara namun tidak memiliki revolusi solusi yang realistis.

Mungkin kita perlu merenung kembali nyanyian Gombloh, "lestari alamku" sebagai pertanda, bahwa Tuhan menitipkan Alam Nusantara yang Jaya dahulunya, bukannya menjadi rawan, sehingga burung-burungpun malu bernyanyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun