Inul sendiri bilang, "Kalau bukan karena Ibu Titiek, mungkin aku udah berhenti." Dan sekarang, Inul sukses, punya bisnis, punya keluarga, bisa bahagiain banyak orang. Itu semua nggak lepas dari sosok Eyang yang ngulurin tangan waktu dunia lagi jahat-jahatnya.
Aku nulis ini sambil terus keinget senyumnya. Kacamatanya yang khas, rambut perak yang elegan banget, dan gaya bicaranya yang lembut tapi kuat. Eyang nggak pernah teriak-teriak, tapi tiap katanya berisi. Bahkan pas diwawancara di umur 80-an, beliau masih bisa lempar jokes dan ngebanyol dengan penuh gaya. Asli, aku tuh pengen banget tua kayak Eyang tetap enerjik, tetap punya tujuan, tetap inspiratif.
Dan sekarang, pas beliau udah nggak ada, aku sadar... kepergian beliau bukan cuma kehilangan bagi dunia seni. Tapi juga kehilangan sosok ibu, guru, sahabat, dan pejuang. Kehilangan suara yang pernah nyanyi tentang perjuangan perempuan, tentang kemanusiaan, tentang cinta sejati, dan tentang luka-luka yang nggak kelihatan.
Aku cuma bisa bilang... Terima kasih, Eyang. Untuk lagu-lagumu yang nemenin kita tumbuh. Untuk keberanianmu membela yang lemah. Untuk cintamu yang tumpah ruah dalam setiap nada. Untuk waktumu yang nggak pernah pelit untuk berbagi. Dan untuk keberadaanmu... yang selama ini, jujur aja, sering kita anggap akan selalu ada.
Hari ini, Indonesia lebih sepi. Tapi di dalam hati kita, suara Eyang nggak akan pernah hilang. Lagu-lagu itu akan terus hidup. Dan semoga di sana, di tempat yang damai dan indah itu, Eyang bisa istirahat dengan tenang. Mungkin lagi duduk santai di taman bunga sambil nulis lagu baru, seperti biasa.
Kita yang di sini... akan terus menyanyikanmu, mengenangmu, dan mencintaimu.
Selamat jalan, Eyang Titiek Puspa. Terima kasih... untuk semuanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI