Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pesan 100, yang Datang 93, Mati 6, Lalai atau Curang?

14 Januari 2021   23:57 Diperbarui: 15 Januari 2021   01:12 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikan yang dipesan baru dibuka dari kemasan (Foto : Martha Weda)

Minggu lalu, suami memesan bibit ikan lele berukuran 5-6 cm pada sebuah toko online. Kebetulan memang telah empat bulan ini kami membudidayakan ikan lele dalam ember. Belum diupayakan untuk bisnis, masih untuk konsumsi sendiri.

Kami baru memiliki dua ember ukuran 80 liter. Satu ember bisa diisi dengan 100 anakan lele. Waktu pemeliharaan hanya sekitar 3 bulan kemudian bisa dipanen. Bagian tutup ember bisa dilubangi untuk menanam kangkung.

Tiga bulan pertama sudah sukses dilewati, dan kami sempat memanen ikan lele untuk konsumsi selama beberapa hari menjelang tahun baru kemarin.

Suami memesan anakan lele kembali dengan jumlah 100 anakan, dengan harga Rp 550,00 per ekor. Ongkos kirimnya Rp 26.000,00. Jadi total yang kami bayar Rp 81.000,00.

Ketika anakan lele ini datang, ternyata ada 6 ekor yang sudah mati, mungkin mati saat pengiriman.. Tapi saya jadi penasaran, apakah jumlah yang dikirim sesuai dengan yang kami pesan. Lalu saya dan suami pun menghitung satu persatu dengan cara mengambil satu persatu ikan menggunakan jaring. Benar seperti dugaan saya, jumlahnya tidak sampai seratus. hanya 93 ekor. Dikurang enam ekor yang mati, tinggallah 87 ekor.

Saya cukup kecewa dengan jumlah ikan yang tidak sesuai dengan pesanan ini. Saya tidak yakin, apakah ini kelalaian ataukah kenakalan penjual. Begitu juga dengan lele yang mati dalam pengiriman, cukup banyak.

Mungkin terlihat jumlahnya hanya sedikit, hanya kurang 7 ekor. Yang mati dalam pengiriman pun hanya 6 ekor. Total 13 ekor. Tetapi bila 13 ekor itu tumbuh menjadi lele dewasa, beratnya minimal menjadi 100 gram per ekor. Jadi kami sudah pasti kehilangan paling tidak 1,3 kg ikan lele.

Di samping itu, ember cukup untuk 100 ekor. Bila kurang dari itu, rugi tempat dan wakru. Bila menesan kembali dalam jumlah sedikit, akan lebih mahal biaya pengirimannya.

Bukan hanya itu saja. Selain soal kerugian uang, ini masalah kepercayaan. Bagaimana kami bisa percaya lagi pada toko online tersebut, bila pelayanannya tidak memuaskan. Sudah pasti, di pemesanan berikutnya kami akan beralih ke toko online yang lain.

Ketika kami mengajukan keluhan kepada penjualnya, mereka menjawab akan meneruskan keluhan kami ke supplier yang mengirim ikan ini. Ternyata toko online ini sepertinya hanya bertindak sebagai dropshipper (orang yang menjual suatu produk dari supplier, namun tidak menyetok barang terlebih dahulu)

Keluhan ini sudah kami ajukan satu hari setelah barang kami terima. Namun sudah satu minggu menunggu, kami belum menerima tindak lanjut dari si penjual atau toko online ini.

Sekalipun sebuah toko online hanya berperan sebagai dropshipper, tanggung jawab kuantitas dan kualitas barang juga menjadi bagian tanggung jawabnya. Karena pembeli tidak mau tahu barang itu berasal dari mana. Konsumen hanya tahu barang ini berasal darinya, kareaa dia yang menjualnya. Ada baiknya online shop selaku dropshipper bersinergi dengan supplier guna meningkatkan kepercayaan pelanggan.

Cara melemparkan tanggung jawab ketika ada komplain dari konsumen, pada akhirnya hanya akan merugikan toko online itu sendiri. Bila cara-cara tidak professional tersebut terus dibiarkan, bukan tidak mungkin, suatu waktu toko online yang demikian akan ditinggalkan konsumen.

Seperti yang telah kami niatkan. Setelah kejadian ini, apabila tidak ada respon dari penjual, tentulah kami tidak akan lagi membeli ikan lele dari mereka. Tidak mungkin mempercayakan toko online yang tidak mampu bersinergi secara positif dengan supplier dan konsumennya.

Sesungguhnya kami tidak berharap bamyak. Asal ada niat baik dari pihak toko online untuk meminta maaf atau mengakui kelalaian, kami sudah cukup senang.

Padahal kami berencana untuk terus membudidayakan ikan lele dalam ember ini dan terus menggunakan produknya. Sekalipun saat ini hanya untuk konsumsi sendiri, namun tidak menutup kemungkinan suatu saat bisa menjadi peluang usaha.

Mungkin kelalaian atau kenakalan penjual ini berangkat dari anggapan bahwa, tidak mungkin pembeli akan menghitung satu persatu ikan yang datang. Karena memang sedikit repot menghitungnya satu persatu, kecil-kecil pula.

Toko online dan supplier yang menjual anakan ikan lele, merupakan bagian dari UMKM.

Bila ingin bertahan dalam bisnis, sudah selayaknya UMKM menjaga integritas dirinya. Ada baiknya tidak mempermainkan kepercayaan pembeli. Juga lebih berhati-hati dalam menyiapkan pesanan pelanggan. Jangan pula berpikir untuk berlaku nakal atau berbuat curang.

Cara pengemasan barang guna pengiriman juga sebaiknya diperhatikan dan dibuat sebaik mungkin, agar kerusakan barang dalam pengiriman dapat ditekan atau dikurangi.

Di tengah panedmi Covid-19 ini, dimana UMKM banyak yang tertekan omzetnya karena minimnya pembelian, sudah sepatutnya toko online ataupun suppllier yang masih mampu bertahan, untuk berupaya mempertahankan usahanya dengan cara-cara yang benar, demi menciptakan keluarga tangguh.

Kejujuran merupakan hal utama dalam pengembangan usaha. Kepercayaan konsumen pun di atas segalanya. Tanpa kedua hal tersebut, mustahil usaha mampu bertahan lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun