Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

9 Hari Merawat Anak Sakit di Tengah Bayang-bayang Covid-19 (Bagian 2)

10 Mei 2020   10:25 Diperbarui: 10 Mei 2020   14:58 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pexels.com, by Polina Tankilevich

Artikel ini melanjutkan kisah dari artikel sebelumnya 9 Hari Merawat Anak Sakit di Tengah Bayang-bayang COVID-19 (Bagian 1). Jadi setelah hasil tes darahnya keluar dan positif demam berdarah, dokter mengharuskan untuk rawat inap. Saya pikir untung ya kami segera membawanya ke rumah sakit. Entah apa jadinya kalau kami menunda satu hari saja.

Saat mengurus administrasi rawat inap, kami diinformasikan beberapa aturan baru yang yang harus dipatuhi oleh keluarga pasien. Antara lain : 

  • Pasien hanya boleh ditunggui satu orang anggota keluarga.
  • Pasien tidak boleh menerima kunjungan, apapun penyakit pasien.

Jadi aturan ini sepertinya diterapkan sejak adanya pandemi. Pantas saja rumah sakit terlihat sangat sepi. Jadi jam kunjungan ditiadakan, dan hanya 1 orang keluarga pasien yang boleh menunggui. Untuk kasus kami, berarti saya yang akan menunggui. Si ganteng pasti akan nangis kalau saya tinggal pulang dan digantikan oleh papanya. Wajar saja saya rasa, karena sejak umur 1 tahun, saya lah temannya sepanjang hari di rumah.

Kami diantar ke ruang rawat anak yang terletak di gedung yang berbeda. Di sini, suasananya jauh lebih sepi lagi. Baik di lantai  dasar maupun di lantai-lantai lainnya. Bahkan beberapa lampu di lantai dasar dimatikan. Kesannya redup dan tenang, tapi terasa tidak nyaman, seperti masuk ke gedung tak berpenghuni. 

Di satu lantai tempat si ganteng dirawat terdapat 12 kamar perawatan. Namun saat itu hanya diisi 3 pasien, 1 bayi, 1 anak umur 6 tahun, dan si ganteng. Setiap kamar memiliki ukuran lebih kurang 5x5 m, dengan 3 tempat tidur. Hanya 2 kamar yang dipakai saat itu, bayi ada di satu kamar terpisah, dan si ganteng berbagi kamar dengan satu anak lainnya. Sepertinya saat ini semua orang sedang menghindari rumah sakit. Baru kali ini saya melihat rumah sakit begitu lengang.

Perawat berjaga dalam 3 shift. Untuk shift pagi dan siang, ada 3-4 perawat jaga. Sedangkan saat malam hanya ada 2 perawat jaga.

Karena cairan merupakan hal krusial bagi penderita DBD untuk mencegah dehidrasi. Jadi selama dirawat, selain asupan cairan melalui oral (mulut), cairan juga diberikan melalui infus. 

Selain itu, obat penurun panas juga diberikan melalui infus.

Hari ke enam

Jam 6 pagi, seorang petugas laboratorium telah datang untuk mengambil sampel tes darah. Satu jam kemudian, suster jaga mengabarkan bahwa trombosit nya turun ke angka 57.000 per mikroliter darah. Jumlah ini sudah dianggap cukup rendah.

Trombosit atau keping darah adalah bagian penting dari darah yang memiliki fungsi utama untuk menggumpalkan darah atau mencegah / menghentikan pendarahan saat kita terluka. Jumlah trombosit di bawah ideal dikhawatirkan akan menyebabkan tubuh kehilangan kemampuan untuk menggumpalkan darah saat tubuh terluka, yang bisa berakibat terjadinya pendarahan.

Untuk itu dokter menginstruksikan beberapa hal

  • Pasien tidak boleh turun dari tempat tidur dan tidak boleh banyak bergerak. Bahkan untuk buang air kecil pun harus dilakukan sambil berbaring, menggunakan pispot berbentuk mirip botol untuk menampung air seni. Pergerakan diminimalkan untuk menghindari benturan dan mencegah timbulnya memar yang bisa berakibat pendarahan di dalam tubuh.
  • Pasien tidak boleh gosok gigi, tujuannya untuk mencegah gusi berdarah.
  • Tidak boleh mengorek-ngorek hidung. Tujuannya juga sama, untuk mencegah timbulnya luka yang berdarah.
  • Jumlah cairan yang masuk dan yang keluar harus dicatat. Dan itu PR saya. Ini penting karena penderita dbd harus dijaga jangan sampai dehidrasi. Jadi jumlah cairan yang masuk dan keluar dipantau ketat. Saya diberi selembar kertas setiap hari, di dalamnya ada catatan waktu, dan volume cairan masuk dan cairan keluar. Untuk takaran cairan masuk menggunakan gelas bening tinggi (gelas standar yang biasa digunakan di rumah-rumah sakit) yang volumenya 250 ml dan cangkir teh (yang ada lepeknya) yang volumenya 200 ml. Jadi saya hanya menulis misalnya 1 gelas air putih, atau 1 cangkir teh, lengkap dengan waktunya. Sedangkan untuk cairan yang keluar atau air seni, diukur menggunakan pispot yang ada ukuran mililiter- nya.
  • Tidak boleh mengonsumsi serat. Jadi sayuran hilang dari menu makanannya. Buah pun hanya boleh pisang. Hal ini sepertinya bertujuan agar meminimalkan jumlah cairan yang keluar dan mencegah terjadinya luka.

Di hari ke enam ini dilakukan tiga kali tes darah, pagi, siang dan malam. Siang hari hasil tes darah trombositnya turun lagi ke angka 50.000. Malamnya, turun lagi ke 48.000.

Di hari itu juga suami mendapatkan kiriman ramuan seperti ramuan herbal cina yang dikirim oleh rekan kerja nya. Kebetulan anak kawan ini juga baru sembuh dari dbd dan mengonsumsi ramuan ini untuk menaikkan trombosit, dan terbukti. 

Ramuan ini berupa cairan yang rasanya seperti kecap manis dikasih garam, sedikit kurang enak. Kalau orang dewasa yang minum pastilah mudah saja. Tapi kalau anak kecil disuruh minum ini, penuh perjuangan kita membujuknya. Yang seharusnya diminum tiga kali sehari, hanya mampu diminum dua kali sehari. Ya, lumayanlah...

Hari ke tujuh

Pagi ini kembali tes darah menunjukkan penurunan jumlah trombosit ke angka 42.000. Namun ternyata itulah titik terendahnya. Saat siang hari jumlah trombositnya mulai meningkat ke 47.000. Dan mungkin karena trend nya sudah meningkatt, hari itu hanya dilakukan dua kali tes darah. Syukurlah, kasihan juga lihat si ganteng, lengannya jadi teman jarum suntik selama beberapa hari. 

Hari ke delapan

Hari ini jumlah trombositnya terus naik, saat pagi di angka 60.000, dan sore hari naik lagi ke 80.000. Ucapan syukur tak henti saya panjatkan, mengingat jumlah trombosit nya naik cukup cepat dan signifikan.

Dan di malam itulah untuk pertama kalinya saya bisa tidur nyenyak, setelah hampir sepuluh hari bergadang sepanjang malam.

Hari ke sembilan

Pagi ini hasil tes darah menunjukkan peningkatan trombosit yang luar biasa, di angka 141.000. Berarti sudah di kategori ideal, dan dokter mengijinkan untuk pulang hari ini.

Akhirnya, cerita sedih itupun menemukan titik ujungnya. Galau saat menghadapinya. Panik, cemas, gelisah, nggak bisa tidur, nggak selera makan, lelah, campur aduk jadi satu, rasanya nano-nano.

Banyak pelajaran yang didapat dari musibah ini. Belajar untuk lebih peduli lagi pada kesehatan. Belajar untuk saling menguatkan. Belajar untuk tenang dan tidak mudah panik saat menghadapi krisis. Juga belajar untuk berserah dan percaya sepenuhnya pada campur tangan Tuhan. 

Karena kekuatan kita sebagai manusia terbatas. Namun kekuatan dari Tuhan tidak terbatas. Yang penting, kita sebagai manusia melakukan apa yang bisa kita lakukan, yang tidak mampu kita lakukan kita serahkan pada Tuhan, percaya Dia pasti menolong.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun