Saat awal kau disana, kau masih bermain dengan sarungmu, memilin-milinnya seolah mainan. Itu kata pemilik warung dekat parkiran yang mengantar makanan untuk penjaga di dalam sana. Hatiku sedikit tenang, kau baik-baik saja. Kuhibur diriku, kami kan segera berkumpul kembali. Kau kan segera pulang, bercanda riang dengan anakku. Itu sore yang telah berlalu.Â
Satu yang kusesali, ku tak boleh menemanimu di sana.
Malam merangkak. Dari celah-celah kecil di jendela, hembusan napasmu nyaring terdengar. Lebih cepat dari semula. Sekilas terdengar seperti dengkuran, berpacu dengan denyut sesuatu yang berasal dari tubuhmu. Sangkaku kau tertidur, mendengkur dan bermimpi indah.
Hari berganti, kau tetap mendengkur, semakin kencang dan cepat. Ini sudah tak benar. Ku menghampirimu. Kau bukan lagi tertidur walau matamu terpejam. Namun kau pun tak terjaga saat kupanggil-panggil namamu. Jantungku berdebar kencang. Suara hatiku memberi sinyal tak baik. Airmataku tumpah ruah, meski seseorang berjuang menghiburku.
Sampat hari itu tiba. Suara tarikan napas serupa dengkuran itu tak lagi terdengar. Berganti isak tangis di sekelilingku.Â
Seperti inikah akhir kisah kita? Tadi, aku hanya tertidur sekejap, dan kau pergi begitu saja? Ayaaah....
Tuhan, titip rindu buat Ayah, tolong sampaikan bahwa aku menyesal tak mengantar kepergiannya..
Jkt, 141119