Mohon tunggu...
Mpok Precil
Mpok Precil Mohon Tunggu... -

awan biru

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Trotoar Kok Ya Disiksa

1 November 2012   07:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saya diajak teman ke tempat servis printer. Dia minta tolong saya membawakan perangkat rusak. Sebelumnya sudah diservis, lancar kerjanya. Tapi baru dua hari  dipakai tiba2 hasil cetakan gak jelas. Tulisan di kertas kabur. Padahal tinta masih banyak.

Karena masih masa garansi, cepat2 saja dibawa ke tempat servis. Setelah dicek sama ahlinya ternyata selang tinta kejepit. Pantesan gak mau ngalir dengan mulus. Ealahh... sepele banget  penyebabnya, naruhnya juga gak tertib sih.

Pulangnya dia jalan ngebut. Saking senangnya printer sudah sembuh, atau buru2 mau menyelesaikan kerjaan, atau gak kuat dengan sengatan matahari, hanya dia dan Tuhan yang tau. Saya yg di bonceng waspada saja memegang kardus biar gak jatuh atau miring, nanti tumpah tintanya.

Di simpang empat, lampu menyala merah. Si "joki" miring ke kiri, naik ke trotoar. Berjalan zig zag karena rupanya trotoar sudah gak mulus. Pecahan2 konblok nongol jumpalitan, lalu menghindari air menggenang juga.

Si "joki" nekat gak sendiri. Ia hanya ikut2an pengendara di depannya. Lalu orang2 di belakang saya pun ikut2an meniru kami. Jadilah konvoi motor di atas trotoar. Sepeda jepang pada cari jalan pintas, ogah berlama2 nunggu lampu merah.

Pantaslah trotoarnya hancur. Konstruksi jalan konblok  yang hanya diperuntukkan buat pejalan kaki dibebani oleh puluhan sepeda motor.  Susunan konblok pun rusak berantakan. Batunya meloncat kemana2 dan tanahnya membentuk cekungan. Hujan sedikit saja, air menggenang di situ. Gak usah nuntut fasilitas umum bagus kalau saya sendiripun gak tertib.


Dua tangan sudah menyangga kardus cukup besar di sebelah kiri, eh masih diajak salto zig zagjuga. Walahh... napa sih ga sabar antri di jalan aspal, toh nanti sampai di tempat tujuan jamnya juga sama.

Lagi konsen ngamati kanan kiri tiba2 tangan saya yg di pojok kardun, eh kardus,  menyenggol bahu  pemulung yg lagi jalan. Beruntung pemulungnya tidak marah karena haknya sbg pejalan kaki dilanggar. Coba kalau ia gak rela, pasti saya sudah dipukul dengan mudahnya pakai tongkat besi yg ia bawa.

Karena kesal dgn ketidaktertiban itu saya pun ngomel pada sang joki, "Ini trotoar yaa.... bukan jalan motor." Gondok, boncengin manusia kok seperti boncengin gabah (padi) saja.

Pengalaman serupa saya alami pas di Jakarta. Bonceng motor bebek seperti bonceng pembalap GP aja. Ngebut tanpa ampun. Jalur busway di serobot, trotoar disikat, lampu merah pura2 belok kiri lalu tiba2 menikung dan melesat nyeberang.  Mobil dipepet tanpa jarak, ngegas dan ngerem mendadak hampir tanpa jeda. Benar2 senam jantung. Semua serba sigap dan cepat.

Pas saya bilang " pengemudi gila", dengan entengnya si joki menjawab, "Di Jakarta kalau tertib bisa sehari baru nyampe tujuan, Neng."

Gila, apa gak cepat hancur tuh motor kalau tiap hari dipakai ngerem mendadak.

Di kabupaten lain pernah kami ramai2 menengok teman yg lagi rawat inap di sebuah rumah sakit. Menuju ke sana jalan mulus dan sangat lebar. Banyak showroom mobil dan sepeda motor di tepi2nya. Si joki melesat keenakan menikmati jalan beraspal mulus.

Saya yg di boncengan ketar-ketir sambil berdoa. Si joki rupanya membaca kekhawatiran saya.

"Tenang aja mbak. Saya biasa jalan lintas kota kok. Di kota saya malah jalan ginian bisa delapan jalur," sepertinya ia mau menunjukkan pengalamannya membalap.

"Iya sih, kamu sudah biasa. Masalahnya ini motor kreditan yg belum lunas," batin saya.

Truk2 kontainer (triller?) mengangkut mobil2 baru berseliweran. Bus2 antar kota yg berlomba mengejar setoran berkali2 disalipnya.  Gila kan, motor kecil sanggup mengalahkan laju kendaraan2 besar.

Tiba2 saya teringat anak muda sepupu saya. Dia hobi kebut2an juga. Tapi kalau mengantar saya ke terminal di kotanya berubah 180 derajat.

"Kok gak ngebut Din?" tanya saya pas berhenti di lampu merah, sedang antri dengan tertib di belakang zebra cross. Boro2 nangkring di trotoar, ngebut pun ia gak mau.

"Beda mbak, jalan sendiri ama boncengin cewek. Kalau boncengin cewek harus sopan, gak boleh ngebut."

Eits... ga nyangka dengar jawabannya. Anak yg suka balapan ternyata malah ngerti menghargai keselamatan orang lain. Olala.... anak muda malah lebih ngerti sopan santun berlalu lintas dari pada orang tua.

THE END

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun