Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Seandainya Netizen Melek Internet

6 April 2020   04:46 Diperbarui: 16 April 2020   17:10 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul yang aneh. Kok netizen gak melek internet? Ngawur. Ya, sudah pasti lah, netizen melek internet!

Begini.., artikel ini membahas mengapa dunia per-medsos-an selalu riuh rendah dengan komentar-komentar yang mengarah ke bully alias kecaman dan hujatan. Dunia dimana "mulutmu, harimaumu" tidak relevan dan "berdiam itu emas" tidak berguna, karena fungsi mulut sudah pindah ke jari. 

Orang tua dulu bilang, "Nak, mulut diciptakan Tuhan satu sementara telinga ada dua supaya lebih banyak mendengar daripada bicara." Lha, jempol tangan sama mata sama-sama ada dua, gimana...

Sudah jadi pandangan sehari-hari jika ada berita yang agak seru (dibuat seseru mungkin oleh media dengan judul yang bombastis), pasti dunia medsos jadi ramai. Komentar atau status-status meledak meletup seperti kembang api di tahun baru. Apalagi kalau menyangkut kebijakan publik. Nada-nada minor terdengar seperti koor meski dinyanyikan tanpa konduktor. Padahal kalau mau menyisihkan waktu sedikit untuk mengetik di Google Search, bisa jadi komentar atau status tersebut akan berbeda atau malah tidak di-post sama sekali.

Ambil contoh yang hangat aja, biar makin seru, yaitu ketika netizen yang konon kelas menengah ke atas itu, berteriak, "Lockdown!". Seandainya mereka mau bersabar sedikit dan melakukan pencarian kecil-kecilan di internet, tentang analisa para ahli, lalu melihat pengalaman negara-negara lain, mungkin narasi lockdown-nya akan berbeda. Melihat bahwa Amerika Serikat juga tidak melakukan lockdown dan India dengan berani melakukan lockdown lalu kemudian menjadi kacau atau melihat mengapa Selandia Baru bisa menerapkan lockdown dengan relatif lancar. Kalau melek, akhirnya paham bahwa jumlah dan profil penduduk serta karakter perekonomian suatu negara ternyata menjadi faktor penting dalam keputusan lockdown.

Contoh lain lagi, kebijakan melepaskan narapidana dengan alasan kemanusiaan. Netizen juga ramai berkomentar miring, sebagian bukan hanya miring, tapi ada yang nungging dan yang lain tengkurap. Padahal jika mau melek sedikit, lagi-lagi dengan cara gugling yang gratis dan cuma hitungan detik, maka terlihatlah bahwa negara-negara lain sudah lebih dulu melakukannya. Iran melepas 85000 napi termasuk tahanan politik di pertengahan Maret lalu. Perancis sudah melepas 5000 di akhir Maret dan Inggris akan melepas 4000 orang. PBB sendiri memang menghimbau agar kebijakan tersebut dilakukan demi mengurangi penyebaran virus Covid-19.

Masih banyak lagi contoh lain yang bisa dibahas dan poinnya bukan pada dua masalah di atas. Namun mengingat netizen pada umumnya tidak sabar membaca terlalu lama dan untuk mengurangi redudansi serta repetisi, maka lebih baik telusuri sendiri saja, ya, contoh-contohnya... Iya, di internetlah, kan repot kalau harus ke perpustakaan.

Lalu datang pembaca yang kritis (bukan karena terinfeksi Covid-19, tetapi maksudnya pikirannya yang kritis), katanya, "Emang kalau netizen sudah gugling dan dapat faktanya, apa mereka pasti gak bakal ngaco?"

Iya, sih... Enggak juga. Jangankan berita dan data, undang-undang, hukum pidana, bahkan kitab suci sekalipun yang dibaca oleh orang yang berbeda, penafsirannya bisa berbeda. Nah... Trus poinnya apa? Huh, artikel tidak bermanfaat (ala netizen maha benar). 

Poinnya adalah, melakukan riset online sederhana bukan hanya bisa mengurangi penyebaran hoaks, tetapi juga menekan penularan kebodohan. Kalaupun setelah riset tetap ngaco, ya memang itulah warna-warninya penduduk bumi. Itu namanya keanekaragaman manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun