Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gawai Canggih tapi Susah Menyapa

1 Juni 2021   17:23 Diperbarui: 2 Juni 2021   08:03 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meeting online| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Sekilas pertanyaan biasa, sempat membuat saya tersenyum, tapi langsung mikir. Lha kok bertanya sesuatu yang biasanya sudah mereka lakukan jika berkunjung. Saya dan seorang pamong lain yang mendampingi merasa ini adalah sebuah tantangan lain dalam menyikapi dunia baru kini.

Waktu lain, seorang pemudi yang merantau di Bandung menyatakan ingin punya keluarga angkat supaya dia bisa sekalian dibimbing. Kebetulan adalah seorang senior yang saya kenal baik, seringkali dimintai untuk menjadi orang tua angkat beberapa orang muda. 

Ketika saya kontak pasangan suami istri itu, mereka menanggapi dengan baik dan mempersilakan si pemudi untuk datang ke rumah mereka supaya bisa berkenalan.

Segera saya hubungi pemudi yang akunya akan terlihat pendiam jika berhadapan dengan orang baru. Sebelum kami janjian untuk berkunjung ke rumah pasutri tersebut, saya meminta dia mengirimkan WA kepada salah satu dari mereka. Sekadar berkenalan supaya lebih enak kalau bertemu.

Namun, reaksinya membuat saya malah bingung.
"Aku harus chat beliau apa, Mbak?" tulisnya di WA.
"Ya, tulis saja siapa namamu. Tahu beliau dari aku. Salam kenal atau tambah sedikit basa basi. Beres."
Setelah itu tidak ada tanggapan lagi darinya. Saya pikir ia sedang bercengkrama dengan pasutri, calon keluarga angkatnya itu.

Tapi, dugaan saya salah karena tak lama ia kirimkan teks pesan kepada saya dengan pesan, "Mbak, aku daritadi mikir mau nulis apa gitu biar enak kenalannya. Mbak lihat dulu ya sambil editin kalau ada yang nggak enak kalimatnya."

Astaga. Dia kirimkan bakal kalimat kenalnya kepada saya untuk nanti yang akan dikirimkan ke pasutri yang dimaksud. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala sesaat mendapat tulisan singkatnya. Tidak ada yang salah atau kurang sopan. Kenapa dia sampai segitunya ya?

Hingga ketika hari kami bertemu. Sepanjang perjalanan kami, kalimat yang selalu terucap dari mulutnya adalah "Nanti di sana aku ngomong apa, Mbak?"

Saya mencoba memisalkan saat dia ketemu saya pertama, samakan saja dengan hal itu. Tetapi, dia tetap saja merasa bingung dan sedikit takut.

Saya penasaran dan bertanya padanya, kenapa sampai segitunya? Dia jawab, "Aku juga nggak tahu, Mbak... Mungkin karena belum kenal saja. Tapi, bisa jadi karena sudah lama jarang bertemu orang apalagi yang baru. Jadi, takut gitu kalau salah ngomong."

Belum lama lalu, seorang dosen muda berkeluh kesah pada saya tentang cara komunikasi mahasiswanya. Sudah dijelaskan baik-baik, tetap saja minta diulang. Hal yang membuat dia sempat terlihat menahan emosi adalah ketika mereka malas melihat ke atas lagi atas obrolan mereka di WA, baik secara pribadi maupun grup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun