Mohon tunggu...
BENTAR SAPUTRO
BENTAR SAPUTRO Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar di semestaNya

ketik huruf, angka dan tanda baca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Balapan Nikah

24 Juni 2016   10:49 Diperbarui: 24 Juni 2016   17:27 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://98five.com/what-makes-a-happy-and-lasting-marriage/

Memasuki beberapa hari setelah selesai menunaikan salah satu anjuran Nabi, banyak hal yang saya alami. Sungguh nikmat yang luar biasa dari kemurahan Tuhan yang sudah begitu loman kepada semua hamba-Nya. Bagaimana tidak, doá demi doá yang dipanjatkan dan dihaturkan selalu mendapatkan jawaban dan di-ijabah kalau kata orang saleh. Anjuran tadi yang saya maksud adalah dipersatukan dengan pasangan hidup. Di mana pada awal-awal sebelum memasuki perjalanan yang memang sudah diatur oleh Tuhan sebagai sutradara kehidupan.

Lantas saya teringat pada beberapa celoteh yang dihasilkan dari lingkungan sosial akibat dampak psikologi sosial. Pada masa lajang atau begini saja meminjam istilahnya anak muda kekinian yaitu “jomblo”, banyak suara dari berbagai arah dan sudut menyerukan kapan nih kog belum terlihat gebetannya. Bagi sebagian orang mendengar hal ini mungkin akan merasa risih dan bisa saja tersinggung hatinya untuk kemudian memasang raut wajah yang tidak familiar.

Belum lagi ada pula yang berteriak, mau nunggu apa usia udah makin nambah, apalagi yang mau dicari, nunggu mapan? Nunggu siap? Dan seterusnya, dan seterusnya… .

Tulisan ini bukan hanya berangkat dari pengalaman dan perjalanan si penulis itu sendiri lho ya, namun lebih dari itu. Saya hanya merasa heran dan merasa perlu untuk mengutarakan pendapat, terserah diterima atau tidak.

menjelang ikrar...hehehe...
menjelang ikrar...hehehe...
Pertama, urusan punya gebetan atau tidak itu sangat jauh dari yang namanya ia “laku” atau tidak, “normal” atau tidak atau bahkan mungkin tidak pernah tebesit sedikit pun untuk mengembarai yang namanya gebetan itu tadi. Tiap individu memiliki keputusannya sendiri tanpa bayang-bayang dari orang lain. Menurut saya sih, yang lebih tahu kepribadian kita ya diri kita sendiri ini. Orang di sekiling kita memang punya andil secara psikologis dalam perkembangannya sebagai bentuk interaksi kemasyarakatan dan komunikasi sosial.

Jadi, punya gebetan atau tidak, sudah laku atau belum, normal atau enggak. Itu sama sekali tidak ada urusan dengan celoteh para makhluk di sekitar kita tadi. Jadi anggaplah mereka sedang mendoakan kita dengan cara mereka sendiri. Jangan mengotori hati nurani kita dengan kemudian bersikap sinis terhadap mereka. Tidak perlu buang-buang energi untuk itu. Lah memangnya kalau sudah punya gebetan, lantas mereka akan ikut terlibat mengusung proses hingga menjadi lebih dari sekedar gebetan? Memangnya mau jadi tim suksesnya? Mau jadi penyandang dana untuk terselenggaranya suatu perhelatan? Tidak, kan?!

Kedua, bahkan pun ketika sudah menemukan pasangan yang nantinya hendak dibawa pada jalinan yang lebih serius, masih saja ada yang teriak dengan suara dan ekspresi beraneka ragam. Menikah bukan soal, ndang cepet – nunggu apa dan seterusnya dan seteruuusnyaa… . Ini bukan soal cepet-cepetan, bukan balapan MotoGP ndul!

Kalau boleh menganalogikan, saya menggunakan konsep berpikir sederhana saja. Begini, ibarat manusia mau (maaf) buang hajat namun yang bersangkutan belum benar-benar ingin mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam sana, maka ya tidak akan mungkin keluar. Jika tidak memang bukan karena kehendak Tuhan, ya tidak bakalan nongol. Biar bagaimanapun mau dengan aksi ngeden sekalipun.

Jadi, kurang lebih analoginya seperti itu tadi. Betapa pun dahsyatnya desakan dari sana-sini untuk segera menikah, namun Tuhan belum berkehendak sudah barang tentu ini tidak akan terjadi. Hal yang mungkin dapat dilakukan adalah peka terhadap setiap kejadian dan takdir di sekeliling kita sehingga kita mampu membaca kehendak Tuhan. Nek ora obah ya ora entuk gabah, jika menggunakan istilah Jawa. Setidaknya ya kita juga jangan ndableg-ndableg amat. Kerja samalah dengan Tuhan, biar segera didekatkan dan dipantaskan untuk menikah.

Ketiga, saya pernah mendengar ungkapan bahwa mungkin saat ini sedang dipertemukan dengan orang yang salah supaya nantinya bertemu dengan orang yang benar (tepat). Perlu diketahui bahwa Tuhan tidak pernah main-main dalam setiap menentukan nasib hamba-Nya. Tidak ada yang namanya bertemu dengan orang yang salah hanya karena pada akhirnya tidak jadi bersanding di pelaminan. Semuanya memang Tuhan menghendaki seperti begitu adanya.

Untuk dulur-dulur di luar sana yang masih single, lajang, jomblo atau apa pun istilah kekiniannya jangan khawatir untuk tidak menjadi seperti kehendak-Nya. Dengarkan saja apa pun suara yang menggema, teriakan yang memekik, jeritan yang meronta untuk menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Karena memang demikianlah cara mereka mendoakan kita supaya ndang-segera-ASAP menyusul seperti mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun